MODUL 11 |
KARAKTERISTIK WARGA NEGARA INDONESIA DALAM KONTEKS INDIVIDU YANG BERBINEKA TUNGGAL IKA |
BAB I |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PENDAHULUAN |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||
1.1 |
Latar Belakang |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pada modul 11 ini membahas tentang karakteristik Warga Negara
IndonesiaDalam Kontes Individu Yang Berbineka Tunggal Ika. Cakupan
pembahasannya, meliputi warga Negara yang cerdas, warga Negara yang
partisipatif, warga Negara yang bertanggung jawab, dan warga Negara yang
religious dan penuh toleransi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB II |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PEMBAHASAN |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 1 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.1 |
Warga Negara yang Cerdas |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
A. |
Konsep Warga Negara |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Warga Negara berarti penduduk sipil, penduduk sipil melaksanakan
kegiatan demokrasi secara langsung dalam suatu polis atau Negara kota (city
state). Polis adalah suatu organisasi yang berperan dalam memberikan
kehidupan yang lebih baik bagi warga negaranya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Menurut Aristoteles, warga negara adalah orang yang secara aktif
ikut mengambil bagian dalam kegiatan hidup bernegara, yaitu orang yang bisa
berperan sebagai orang yang diperintah, dan orang yang bisa berperan sebagai
yang memerintah. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Warga Negara dibagi ke dalam dua bagian atau dua golongan yaitu: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Yang menguasai atau yang memerintah. Negara yang menguasai
haruslah memiliki kebijakan dan keutamaan yakni sifat kebaikan dalam kearifan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Yang dikuasai atau yang diperintah. Warga Negara yang dikuasai
atau yang diperintah, kebijaksanaan dan kearifan tidaklah begitu penting. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Selanjutnya Aristoteles menegaskan bahwa kebajikan yang harus
dimiliki oleh warga Negara yang baik yaitu kemampuan untuk menguasai dan
dikuasai dengan baik atau kemampuan untuk memerintah dan diperintah dengan
baik. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. |
Karakteristik Warga Negara Yang
Cerdas |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Warga negara yang cerdas erat kaitannya dengan kompetensi warga negara,
sebab warga negara yang cerdas mesti memenuhi sejauh kompetensi serta mampu
mengaplikasikannya dalam praktik kehidupan sehari-hari. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Warga negara sebagai bagian penting dari eksistensi negara sudah
barang tentu dituntut untuk memiliki kompetensi atau kemampuan-kemampuan yang
direfleksikan dalam sikap, perilaku atau perbuatan sebagai warga masyarakat
dan warga negara. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Menurut Ricey ada enam kompetensi dasar (basic competencies)
warga negara, yaitu: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Kemampuan Memperoleh dan
Menggunakan Informasi |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Warga negara yang cerdas dalam konteks kehidupan era informasi
dewasa ini, tidak saja dituntut untuk
mengetahui berbagai informasi yang berkenaan berbagai hal baik dalam lingkup
lokal, nasional, regional, maupun internasional, melainkan dituntut pula
untuk selalu berupaya mencari untuk memperoleh informasi bahkan mampu
menggunakan informasi tersebut secara efektif. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dalam mencari, memperoleh, dan menggunakan informasi tersebut,
setiap warga negara harus tetap berpedoman kepada nilai-nilai ideologi bangsa
kita, yakni Pancasila dan nilai-nilai agama yang kita yakini. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Diperlukan adanya proses filterisasi atau penyaringan terhadap
informasi yang masuk dan kita terima tersebut, dengan merujuk kepada
nilai-nilai agama serta nilai-nilai ideologi yang kita pegang. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Apabila setiap warga negara mampu mencari informasi serta
menggunakan informasi tersebut maka akan banyak memperoleh kemanfaatan, di
antarannya berikut ini: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Memperluas wawasan pemikirannya, sebab dengan informasi orang
akan terbuka pola pikirnya yang sangat memungkinkan baginya untuk berkembang
dan meningkat daya pikirnya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Mengetahui perkembangan informasi yang terjadi sehingga ia tidak
digolongkan sebagai orang yang ketinggalan informasi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c. |
Meingkatkan keterampilan mengambil keputusan (decision making)
atas masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
d. |
Mendorong keterampilan berpikir kritis dan kreatif, yang sangat
menunjang terwujudnya karakter warga negara yang cerdas, bertanggung jawab,
dan berpartisipasi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Menjaga dan Membina Ketertiban |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Warga negara yang cerdas adalah warga negara yang mampu menjaga
dan membina ketertiban. Sedangkan ketertiban dalam kehidupan masyarakat akan
terwujud apabila setiap warga negaranya memiliki kesadaran yang kuat segala
peraturan atau norma-norma yang berlaku serta kuat mengamalkannya dalam
praktik kehidupan sehari-hari. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Menurut Soerjono Soekanto (1990) terdapat empat indikator penting
untuk mengembangkan kesadaran hukum warga negara, yaitu: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
1) |
pengetahuan hukum, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
2) |
pemahaman hukum, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
3) |
sikap hukum, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
4) |
dan perbuatan hukum. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Ke empat indikator tersebut harus dimiliki oleh setiap warga
negara jika ingin mewujudkan suasana kehidupan yang tertib, aman, dan damai. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Membuat Keputusan |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Warga negara yang cerdas (civic intelligence) adalah warga
negara yang mampu mengambil keputusan secara cerdas, di mana pengambilan
keputusan itu tidak didasari sikap yang emosional, melainkan oleh sikap dan
tindakan yang rasional, logis, dan sistematis. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Keputusan yang didasari pikiran dan spirit yang rasional,
sistematis, dan logis, akan menjadikan kepututsan tersebut memiliki
kebermaknaan (meaningfullness) bagi diri sendiri maupun bagi warga
masyarakat lainnya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Berkaitan dengan pentingnya membuat atau mengambil keputusan
dengan cara yang cerdas dan baik itu, Nu’man Somantri (2001) sangat
merekomendasikan pentingnya dialog kreatif (creative dialogue) sebagai
wahana untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Ditegaskan bahwa dialog kreatif sebagai metode pendidikan akan
membantu terwujudnya cita-cita luhur bangsa, manakala dapat menggeser
akumulasi close areas, intra personal conflicts menjadi inter personal
conflicts, yang diarahkan untuk proses pengambilan kepututsan pemecahan
masalah secara adil dan bertanggung jawab dalam wadah dan semangat demokrasi
Pancasila. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Kemampuan Berkomunikasi |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dalam berkomunikasi, wujud komunikasi baik lisan maupun tulisan
yang diekpresikan warga negara yang cerdas bukan sekadar informasi yang hampa
makna (meaningless) melainkan berisikan pesan-pesan informasi yang
memiliki atau berbobot makna (meaningful). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dalam teori komunikasi kita mengenal adanya unsur-unsur
komunikasi, yaitu pembicara, pesan, media, dan penerima pesan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dengan kemampunan berkomunikasi ini, warga negara dapat
menyampaikan aspirasinya serat ekspektasi atau harapan-harapannya kepada
pemerintah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Perwujudan komunikasi efektif yang harus dikembangkan warga
negara yang cerdas, antara lain dilakukan dengan cara-cara berikut ini. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Menyampaikan ide-ide kritis kepada pemerintah baik dalam
mengusulkan program tertentu maupun dalam memecahkan masalah yang dihadapi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Ikut serta mengkomunikasikan berbagai program pemerintah sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing sebagai bagian dari partisipasi
bagi kehidupan bangsa dan negara. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c. |
Menggunakan atau memanfaatkan saluran-saluran komunikasi yang
benar dalam menyampaiakan berbagai tuntutan, harapan, keinginan, maupun
apresiasi terhadap pemerintahnya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
d. |
Mengembangkan etika komunikasi baik sesama warga negara maupun
dengan negara dan pemerintahannya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Kerja Sama |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Warga negara yang cerdas mesti menyadari bahwa keberadaan atau
eksistensinya tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan anggota masyarakat
yang lain. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Oleh karenanya, sikap yang dikembangkan dari kesadaran tersebut
adalah menjalin kerjas sama yang baik sesama warga masyarakat, dengan cara
menghindari sikap-sikap yang egoistik, materalistik, liberalistik, dan
otoriter. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Wispe (1972) mengartikan perilaku prososial, yakni perilaku yang
merupakan antitesis dari perilaku menyerang, perilaku prososial itu seperti
simpati, mendahulukan kepentingan orang lain, sikap dermawan, bekerja sama. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Sikap prososial yang harus dimiliki dan dilaksanakan oleh warga
negara yang cerdas direfleksikan dalam sikap-sikap di antarannya (Sumantri,
1999) berikut ini. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Mendahulukan kepentingan umm di atas kepentingan pribadi atau
golongan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Saling menolong atau membantu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c. |
Menjunjung hak asasi manusia yang berakar pada moral. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
d. |
Bersikap demokratis yang sehat dan berakar agama. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
e. |
Berperilaku saling memberi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
f.. |
Berperilaku saling meminjam dengan jujur. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
6. |
Melakukan berbagai Kepentingan
dengan Benar |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Mmerupakan fakta yang tak terbantahkan bahwa setiap individu
warga negara memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Akibatnya, tidak jarang
timbul pertentangan atau konflik dalam kehidupan warga negara. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Bentuk-bentuk pertentangan atau konflik, yakni |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
·
|
Intrapersonal conflict,
yaitu pertentangan atau konflik yang timbul dalam diri setiap warga negara
sebagai individu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
·
|
Interpersonal conflict, yaitu
pertentangan atua konflik yang melibatkan individu yang satu dengan individu
yang lainnya sebagai anggota masyarakat. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Warga negara yang cerdas senantiasa menempatkan kepentingannya
dalam konteks kepentingan orang lain, artinya dalam menggunakan kepentingan
tersebut selalu memperhatikan atau mempertimbangkan keberadaan kepentingan
orang lain. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dengan cara seperti ini, akan dapat dihindari adanya pertentangan
kepentingan atau konflik, yang potensial dapat mengganggu keharmonisan
kehidupan masyarakat. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
C. |
Dimensi-Dimensi Kecerdasan Warga
Negara |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Warga negara yang cerdas memiliki peranan yang penting untuk
berkiprah secara optimal dalam rangka menganggkat kembali bangsa Indonesia
menuju perdaban baru yang lebih modern dan demokratis. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Meski diakui mewujudkan warga negara yang cerdas tidaklah mudah
melainkan memerlukan waktu dan proses yang relatif lama karena hal ini
berkaitan dengan aspek-aspek atau dimensi-dimensi yang utuh, seperti
pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perilaku. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Warga negara yang cerdas sebagaimana hendak diwujudkan melalui
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan (civic education) tidak
semata-mata memenuhi kualifikasi cerdas secara intelektual (intellectual
quotion) melainkan cerdas secara emosional (emotional intelligence),
cerdas spiritual (spritual intelligence), cerdas secara moral (moral
intelligence). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Kecerdasan intelektual
harus di back-up dengan kecerdasan emosional, spiritual, dan moral, agar
dalam implementasinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan
serta norma-norma yang berlaku. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Kecerdasan emosiaonal
menurut Daniel Goleman diwujudkan dalam bentuk sikap dan perbuatan yang
menghargai orang lain, menghormati, kepentingan orang lain dalam kehidupan
sehari-hari. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Kecerdasan moral
berkenaan dengan kemampuan untuk senantiasa melandasi sikap dan perilaku
dengan nilai morang yang baik. Moral yang baik tersebut akan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti lingkungan sosial, keluarga, masyarakat, dan media. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Sumber moralitas yang mesti dijadikan acuan atau rujukan oleh
setiap warga negara adalah agama sesuai dengan keyakinan serta ideologi
bangsa kita yakni Pancasila. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Michele Borba mengemukakan tujuh sifat kebajikan esensial,
meliputi empathy, conscience, selfcontrol, respect, kindness, tolerance,
and fairness. Dan untuk membangun kecerdasan moral tersebut dilakukan
secara bertahap (step by step) yang disesuaikan dengan tingkatan usia anak
dan perkembangan anak. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Kecerdasan Spiritual
berkenaan penanaman, pemahaman, serta pengamalan nilai-nilai agama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, sikap dan
perilaku yang diwujudkan oleh warga negara yang cerdas adalah senantiasa
dipancari oleh nilai-nilai dan ajaran agama yang mutlak kebenarannya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Warga negara yang cerdas merupakan warga negara yang mampu
memberdayakan segala potensi yang dimilikinya serta diaktualisasikan dalam
kehidupan riil. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Setiap warga negara memiliki potensi dasar mental yang dapat dikembangkan,
menurut Nursid Sumaatmadja (1998) meliputi: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Minat (Sense of Interest) |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Minat secara singkat diartkan sebagai keinginan atau kehendak
terhadap sesuatu. Setiap manusia pasti mempunyai berbagai keinginanuntuk
diwujudkan dalam kehidupannya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Dorongan Ingin Tahu (Sense of
Curiosity) |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Rasa ingin tahu terhadap sesuatu atau objek yang ada dalam
kehidupan kita merupakan bagian tak terpisahkan dari keberadaan kita sebagai
makhluk ang dikaruniai akal pikiran untuk merenungkan atau memikirkan
berbagai “teka-teki” dalam arena kehidupan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Dorongan Ingin Membuktikan
Kenyataan (Sense of Reality) |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dorongan ini berkaitan dengan sifat rasa ingin tahu (sense of
curiosity) yang melekat pada diri manusia, karena rasa ingin tahu terhadap
sesuatu atau objek, di antaranya didorong oleh keinginannya untuk membuktikan
kenyataan yang terjadi. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Dorongan Ingin Menyelidiki (Sense
of Inquiry) |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dorongan untuk menyelidiki pada umumnya timbul manakala kita
ingin mengetahui sesuatu objek itu secara lebih utuh sehingga dapat memuaskan
kita. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Dorongan Ingin Menemukan Sendiri
(Sense of Discovery) |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Berkeinginan untuk menemukan sesuatu sebagai sebuah kebanggaan
yang dapat kita raih. Oleh karenanya, manusia berlomba-lomba sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya untuk menemukan sesuatu yang bersifat lebih “baru”
dan “bermanfaat” bagi kehidupan manusia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dari kelima potensi dasar sebagaimana diuraikan di atas maka
potensi minat (sense of interest) merupakan kunci untuk menumbuhkankembangkan
potensi-potensi yang lainnya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 2 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.2 |
Warga Negara yang Partisipatif |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
A. |
Pengertian Partisipasi |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Partisipasi lazimnya dimaknai sebagai keterlibatan atau
keikutsertaan warga negara dalam berbagai kegiatan kehidupan bangsa dan negara. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Partisipasi yang terbaik adalah partisipasi yang bersifat otonom,
yakni partisipasi atau keterlibatan warga negara atau masyarakat yang
dilandasi oleh kesadaran dan kemauan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Ada 3 bentuk partisipasi menurut Koentjaraningrat (1994), yaitu |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Berbentuk tenaga, |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Di mana warga negara terlibat atau ikut serta dalam berbagai
kegiatan melalui tenaga yang dimilinya karenanya bentuk partisipasi ini
disebut sebagai partsipasi secara fisik. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Contohnya ikut serta dalam kegiatan kerja bakti atau
gotong-royong. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Berbentuk pikiran, |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dilakukan melalui sumbangan ide, gagasan, atau pemikiran untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama dan untuk kebaikan bersama
pula. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Contohnya menyampaikan saran atau masukan kepada pemerintah baik
secara lisan maupun tertulis melalui media tertentu (koran, majalah,
televisi, maupun). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Berbentuk materi, |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Berhubungan dengan benda atau materi tertentu sebagai perwujudan
dalam keikutsertaan warga negara tersebut. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Contohnya memberikan sumbangan atau bantuan untuk dana
kemanusiaan bagi korban. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Secara umum partisipasi dapat dirumuskan sebagai keikutsertaan
atau keterlibatan warga negara dalam proses bernegara, berpemerintahan, dan bermasyarakat. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Ada 3 unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan warga
negara berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara, dan
berpemerintahan (Wasistiono, 2003), yaitu : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan) |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Ada keterlibatan secara emosional |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari
keterlibatannya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Warga negara yang partisipatif adalah warga negara yang
senantiasa melibatkan diri atau ikut serta dalam berbagai kegiatan dalam
konteks kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, baik dalam bidang politik,
ekonomi, sosial dan budaya maupun keamanan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Untuk mewujudkan warga negara yang partisipatif itu diperlukan
kesadaran (consciousness) dan komitmen (commitment) yang tinggi
dari setiap diri warga negara. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. |
Partisipasi Politik |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Partisipasi politik adalah keterlibatan warga negara dalam
kehidupan system politik, yang mana disesuaikan dengan kemampuan yang
dimiliki masing-masing warga negara. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Menurut Mas’oed dan MacAndrew (2000) partisipasi politik
dibedakan ke dalam 2 bagian secara teoritis, yaitu: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Partisipasi politik konvensional; dianggap sebagai kegiatan
partisipasi politik yang normal dalam negara demokrasi modern. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Partisipasi politik non-konvensional; bentuk partisipasi politik
yang pada umumnya dianggap ilegal karena di dalamnya penuh dengan kekerasan
dan bersifat revolusioner. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Beberapa contoh perwujudan atau manifestasi partisipasi politik: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Mengkritis secara arif terhadap kebijakan pemerintah |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Aktif dalam partai politik |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Aktif dalam kegiatan lembaga swadaya masyarakat |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Diskusi politik |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Agar partisipasi politik warga negara sebagaimana dikemukakan di
atas dapat dilaksanakan dengan baik maka ada beberapa sikap yang harus
dihindari, yaitu (a) apatis, (b) sinis, (c) alienasi,
dan (d) anomie. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
C. |
Partisipasi Sosial |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Partisipasi sosial warga negara erat hubungannya dengan kegiatan
atau aktivitas warga Negara sebagai anggota masyarakat untuk terlibat atau
ikut serta dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Partisipasi sosial warga negara akan dilakukan dengan baik
manakala didukung oleh kepekaan sosial (social sensitivity), yakni kondisi
seseorang atau individu warga negara yang mudah dan cepat bereaksi terhadap
masala-masalah sosial kemasyarakatan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
D. |
Partisipasi dalam Bidang Ekonomi |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Partisipasi ekonomi berkaitan dengan keikutsertaan atau
keterlibatan warga negara dalam pembangunan ekonomi masyarakat dan bangsa. Partisipasi
dalam bidang ekonominya dilakukan setiap warga negara dapat mendorong atau memacu
pertumbuhan serta perkembangan ekonomi yang mapan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
E. |
Partisipasi dalam Bidang Budaya |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Beberapa contoh sikap dan perilaku yang mencerminkan partisipasi
dalam bidang budaya, yaitu: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
menghilangkan etnosentrisme dan
chauvinisme; |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
mencintai budaya lokal dan
nasional; |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
melakukan berbagai inovasi kreatif
untuk menyokong pengembangan budaya daerah. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Mergaret Branson (1994) berpendapat untuk mencapai partisipasi
warga negar yang bermutu dan bertanggung jawab perlu dipenuhinya beberapa unsur,
yaitu: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Penguasaan terhadap pengetahuan
dan pemahaman tertentu |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Pengembangan intelektual dan
partisipatoris. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Pengembangan karakter atau sikap
mental tertentu. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Komitmen yang benar terhadap nilai
dan prinsip fundamental demokrasi konstitusional. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 3 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.3 |
Warga Negara yang Bertanggung
Jawab |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
A. |
Pengertian Tanggung Jawab |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Ridwan Halim (1998) tanggung jawab sebagai suatu akibat lebih
lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak maupun
kewajiban ataupun kekuasaan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Purbacaraka (1998) tanggung jawab lahir atas penggunaan fasilitas
dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak dan melaksanakan
kewajibannya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tanggung jawab itu erat
kaitannya dengan hak dan kewajiban serta kekuasaan, sebab pelaksanaan
kewajiban dan kekuasaan serta penggunaan hak yang dimiliki dan melekat dalam
diri setiap warga negara harus disertai dengan tanggung jawab. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dalam menggunakan haknya, setiap warga negara harus memperhatikan
beberapa aspek, sebagai berkut. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Aspek kekuatan,
yaitu kekuasaan atau wewenang untuk melaksanakan hak tersebut. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Aspek perlindungan hukum (proteksi
hukum) yang melegalisir atau mensahkan aspek kekuasaan atau wewenang yang
memberi kekuatan bagi pemegang hak mutlak untuk menggunakan haknya tersebut. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Aspek pembatasan hukum (testriksi
hukum) yang membatasi dan menjaga jangan sampai terjadi penggunaan hak
oleh suatu pihak yang melampaui batas (kelayakan dan kepantasan) sehingga
menimbulakn akibat kerugian bagi pihak lain. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Kebebasan kita menggunakan hak, sesungguhnya dibatasi oleh hak
orang lain, demikian sebaliknya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dalam melaksanakan kewajiban maka aspek-aspek yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Aspek kemungkinan
dalam arti kelogisan bahwa pihak yang berkewajiban itu sungguh mungkin dan
mampu untuk dapat mengemban kewajibannya dengan sebagai mana mestinya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Aspek perlindungan hukum
yang melegalisir atau mensahkan kedudukan pihak yang telah melaksanakan
kewajibannya sebagai orang atau pihak yang harus dilindungi dari adanya
tuntutan atau gugatan tehadapnya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Aspek pembatasan hukum,
yang membatasi dan menjaga agar pelaksanaan kewajiban oleh setiap pihak yang
bersangkutan jangan sampai kurang dari batas minimalnya sehingga menimbulkan
kerugian bagi pihak lain. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Aspek pengecualian hukum,
yang merupakan suatu aspek yang memuat pertimbangan “jiwa hukum” dalam
menghadapi pelaksanaan kewajiaban oleh seseorang atau suatu pihak yang tidak
memadai. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Warga negara yang bertanggung jawab (civic responsibility)
berupaya seoptimal mungkin untuk melaksanakan dan menggunakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan cara menurut aturan-aturan yang berlaku. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. |
Tanggung Jawab Warga Negara
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Tanggung jawab warga negara terhadap Tuhannya diwujudkan dengan
beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing yang dimanifestasikan dalam
bentuk perilaku yang dipancari keimanan dan ketakwaan terhadapNya, seperti
dalam berhubungan atau berinteraksi sesama warga negara dalam kehidupan
masyarakat. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Perwujudan tanggung jawab warga negara terhadap Tuhan Yang Maha
Esa antara lain dilakukan dengan cara sebagai beriktu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Mensyukur nikmat yang telah dikaruniakanNya kepada kita semua; |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaan yang dianut masing-masing; |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Melaksanakan segala perintahNya serta berusaha menjauhi atau
meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Esa. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Menuntut ilmu dan menggunakannya untuk kebaikan (kemaslahatan)
umat manusia sebagai bekal kehidupan baik di dunia maupun di akhirat kelak. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Menjalin tali silaturahmi atau persaudaraan guna mewujudkan
kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
C. |
Tanggung Jawab Warga Negara
Terhadap Masyarakat |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Setiap individu warga negara hidup di tengah-tengah masyarakat
dan keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari masyarakat. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Sebagai anggota masyarakat setiap individu mempunyai tanggung
jawab, antara lain diwujudkan dengan sikap dan perilaku sebegai berikut. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Memelihara ketertiban dan keamanan
hidup bermasyarakat. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Menjaga dan memelihara rasa persatuan dan kesatuan masyarakat. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Meningkatkan rasa solidaritas sosial sebagai sesama anggota masyarakat. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Menghapuskan bentuk-bentuk tindakan diskriminatif dalam kehidupan
di masyarakat untuk menghindari disintegrasi masyarakat, bangsa, dan negara. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
D. |
Tanggung Jawab Warga Negara
Terhadap Lingkungan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Hubungan manusia dengan alam sangat erat dan tidak dapat
dipisahkan keduanya. Manusia membutuhkan lingkungan untuk kelangsungan
hidupnya, sementara itu lingkungan memerlukan manusia untuk pemeliharaannya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Setiap warga negara, di pundaknya terpikul tanggung jawab yang
tidak ringan dalam hubungannya dengan pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan
alam tersebut, antara lain dapat diwujudkan dengan contoh sikap dan perilaku
sebagai berikut. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Memlihara kebersihan lingkungan, seperti tidak membuang sampah
sembarangan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Tidak mengekploitasi alam secara berlebihan, mengingat
keterbatasan sumber daya alam yang ada. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Menggunakan teknologi yang ramah lingkungan (environment
friendly) agar kebersihan dan keasrian lingkungan tetap terjaga dengan
baik. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pemanfaatan teknologi harus mempertimbangkan lingkungan hidup di
mana kita tinggal agar teknologi tersebut justru tidak merusak alam
lingkungan kita. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
E. |
Tanggung Jawab Warga Negara
Terhadap Bangsa dan Negara |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Tanggung jawab warga negara terhadap bangsa dan negaranya
dilaksanakan dengan cara mengaktualisasikan hak dan kewajibannya sebagai
warga negara sebagaimana dituangkan dalam landasan konstitusional negara
kita, yakni Undang-Undang Dasar 1945. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Bentuk-bentuk sikap dan perilaku warga negara yang mencermintakn perwujudan tanggung
jawab terhadap negara dan bangsa, yaitu sebagai berikut. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Memahami dan mengamalkan ideologi nasional kita, yakni Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai bidang kehidupan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Menjaga dan memelihara nama baik bangsa dan negara di mata dunia
internasional sebagai bangsa dan negara yang medeka, berdaulat berperadaban,
dan bermartabat. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan menghindari sikap
dan perilaku yang diskriminatif. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Membina solidaritas sosial sebagai sesama warga negara Indonesia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Meningkatkan wawasan kebangsaan agar senantiasa terbina rasa
kebangsaan, paham kebangsaan, dan semangat kebagnsaan pada setiap diri warga
negara. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 4 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.4 |
Warga Negara yang Religius dan
Penuh Toleransi |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
A. |
Manusia Sebagai Makhluk Religius |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Manusia adalah homo religius artinya makhluk yang beragama,
makhluk yang mempunyai keyakinan akan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang
menguasai alam jadad raya beserta seluruh makhluk lainnya di dunia ini. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Landadan ideol negara kita Pancasila dengan tegas menyebutkan
bahwa segera berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, ini berarti seluruh
bangsa Indoneisa meyakini dengan benar kekuasaan dan keesaan Tuhan, pencipta
dan pengurus seluruh penjuru alam beserta isinya ini. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Demokrasi yang diterapkan di Indonesia berbeda dengan demokrasi
yang diterapkan di negara-negara demokrasi lain pada umumnya. Demokrasi khas
Indonesia berdasar atas prinsip-prinsip Ketuhanan karenanya disebut
teodemokrasi, yang dalam implementasi tercermin dalam berbagai aspek
penyelenggaraan kehidupan bangsa dan negara. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
B. |
Pengertian Warga Negara Religius |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Merujuk pada uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa warga negara
religius adalah warga negara yang senantiasa memahami serta
mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran agama yang dipeluk dan diyakininya
dalam konteks kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, masyarakat,
maupun bangsa dan negara. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Nilai-nilai keimanan dan ketakwaan harus senantiasa tercermin
dalam sikap maupun perilaku yang ditampilkan oleh setiap warga negara, baik
dalam hal : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Berhubungan dengan Tuhannya,
warga negara yang religius senantiasa tunduk dan patuh kepada
perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak
diperkenankan Tuhan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Berhubungan dengan sesama warga
negara, warga negara yang religius senantiasa menjalin hubungan atau
interaksi sesama warga negara atas dasar prinsip persamaan sebagai makhluk
Tuhan yang memiliki harkat, derajat, dan martabat yang sama. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Berhubungan dengan lingkungan,
warga negara yang religius sensntiasa berusaha seoptimal mungkin untuk
memelihara dan menjaga lingkungan untuk menunjang kehidpan masyarakat yang
lebih baik. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Berhubungan dengan negaranya,
warga negara yang religius berusaha menempatkan dirinya sebagai warga negara
yang berkewajiban untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik dan
penuh tanggung jawab. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pentingnya warga negara yang religius dan penuh toleran untuk
diwujudkan, mengingat fakta sosial bangsa Indonesia yang merupakan bangsa
yang beraneka ragam (plural society), menyangkut agama, bahasa, ras, etnis,
golongan politik, maupun budaya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
C. |
Pentingnya Suatu Toleransi |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Istilah toleransi berasal dari bahasa inggris “tolerance” menurut
Webter’s New American Dictionary diartikan liberty to ward the opinions of
others, patience with others, yakni memberi kebebasan atau membiarkan
pendapat orang lain dan berlaku sabar atau lapang dada menghadapi orang lain. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), toleransi diartikan
sebagai sikap menegang, dalam makna menghargai, membiarkan, membolehkan
pendirian, pendapat, kepercayaan, kelakuan yang lain dari yang dimiliki oleh
seseorang atau yang bertentangan dengan pendirian orang. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Maka dapat disimpulkan bahwa toleransi adalah sikap lapang dada
terhadap prinsip atau pendirian orang, tanpa mengorbankan prinsip dan
pendirian sendiri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Secara umum, menurut Daud Ali (1988) toleransi dibagi ke dalam 2
jenis, yaitu: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1) |
Toleransi agama
adalah toleransi yang menyangkut keyakinan, yang berhubungan dengan akidah. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2) |
Toleransi sosial
adalah toleransi yang menyangkut hubungan sosial kemasyarakatan |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dalam konteks kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk atau
beraneka ragam maka sikap dan perilaku yang harus diusung dan dijunjung
tinggi oleh setiap warga negara adalah toleran atau berlapang dada terhadap
perbedaan tersebut baik menyangkut keyakinan agama, maupun menyangkut
hubungannya dengan perbedaan dalam konteks kehidupan sosial, seperti ras,
etnis, keturunan, bahasa, dan budaya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB III |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PENUTUPAN |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3.1 |
Kesimpulan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
a. |
Dapat dipahami bahwa karakteristik Warga Negara Indonesia dalam
Konteks Individu yang Berbineka Tunggal Ika sehingga dapat menentukan sikap
dan perilaku yang tepat untuk mewujudkan kehidupan yang aman, damai,
sejahtera lahir maupun batin dalam suasana keragaman tersebut. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
b. |
Demokrasi khas Indonesia berdasar atas prinsip-prinsip Ketuhanan karenanya
disebut teodemokrasi, yang dalam implementasi tercermin dalam berbagai aspek
penyelenggaraan kehidupan bangsa dan negara. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3.2 |
Saran |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat mempelajari serta
memahami mareti yang disampaikan serta dapat mengambil manfaat nya. Mengingat
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun
dalam kesempurnaan penyususnan makalah ini sangat kami harapkan sehingga
materi yang disampaikan lebih mendalam dan mudah dipahami. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Daftar Pustaka |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Winataputra, Udin S. dkk. 2020. Pembelajaran PKn di SD. Jakarta:
PT Gramedia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
0 comments:
Post a Comment