Sunday 22 May 2022

KARAKTERISTIK WARGA NEGARA INDONESIA DALAM KONTEKS INDIVIDU YANG BERBINEKA TUNGGAL IKA

0 comments

 

MODUL 11

KARAKTERISTIK WARGA NEGARA INDONESIA DALAM KONTEKS INDIVIDU YANG BERBINEKA TUNGGAL IKA

 

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});



BAB I

PENDAHULUAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1.1

Latar Belakang

 

Pada modul 11 ini membahas tentang karakteristik Warga Negara IndonesiaDalam Kontes Individu Yang Berbineka Tunggal Ika. Cakupan pembahasannya, meliputi warga Negara yang cerdas, warga Negara yang partisipatif, warga Negara yang bertanggung jawab, dan warga Negara yang religious dan penuh toleransi.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

KEGIATAN BELAJAR 1

2.1

Warga Negara yang Cerdas

A.

Konsep Warga Negara

 

Warga Negara berarti penduduk sipil, penduduk sipil melaksanakan kegiatan demokrasi secara langsung dalam suatu polis atau Negara kota (city state). Polis adalah suatu organisasi yang berperan dalam memberikan kehidupan yang lebih baik bagi warga negaranya.

 

Menurut Aristoteles, warga negara adalah orang yang secara aktif ikut mengambil bagian dalam kegiatan hidup bernegara, yaitu orang yang bisa berperan sebagai orang yang diperintah, dan orang yang bisa berperan sebagai yang memerintah.

 

Warga Negara dibagi ke dalam dua bagian atau dua golongan yaitu:

 

1.

Yang menguasai atau yang memerintah. Negara yang menguasai haruslah memiliki kebijakan dan keutamaan yakni sifat kebaikan dalam kearifan.

 

2.

Yang dikuasai atau yang diperintah. Warga Negara yang dikuasai atau yang diperintah, kebijaksanaan dan kearifan tidaklah begitu penting.

 

Selanjutnya Aristoteles menegaskan bahwa kebajikan yang harus dimiliki oleh warga Negara yang baik yaitu kemampuan untuk menguasai dan dikuasai dengan baik atau kemampuan untuk memerintah dan diperintah dengan baik.

 

 

B.

Karakteristik Warga Negara Yang Cerdas

 

Warga negara yang cerdas erat kaitannya dengan kompetensi warga negara, sebab warga negara yang cerdas mesti memenuhi sejauh kompetensi serta mampu mengaplikasikannya dalam praktik kehidupan sehari-hari.

 

Warga negara sebagai bagian penting dari eksistensi negara sudah barang tentu dituntut untuk memiliki kompetensi atau kemampuan-kemampuan yang direfleksikan dalam sikap, perilaku atau perbuatan sebagai warga masyarakat dan warga negara.

 

Menurut Ricey ada enam kompetensi dasar (basic competencies) warga negara, yaitu:

 

1.

Kemampuan Memperoleh dan Menggunakan Informasi

 

 

Warga negara yang cerdas dalam konteks kehidupan era informasi dewasa ini, tidak  saja dituntut untuk mengetahui berbagai informasi yang berkenaan berbagai hal baik dalam lingkup lokal, nasional, regional, maupun internasional, melainkan dituntut pula untuk selalu berupaya mencari untuk memperoleh informasi bahkan mampu menggunakan informasi tersebut secara efektif.

 

 

Dalam mencari, memperoleh, dan menggunakan informasi tersebut, setiap warga negara harus tetap berpedoman kepada nilai-nilai ideologi bangsa kita, yakni Pancasila dan nilai-nilai agama yang kita yakini.

 

 

Diperlukan adanya proses filterisasi atau penyaringan terhadap informasi yang masuk dan kita terima tersebut, dengan merujuk kepada nilai-nilai agama serta nilai-nilai ideologi yang kita pegang.

 

 

Apabila setiap warga negara mampu mencari informasi serta menggunakan informasi tersebut maka akan banyak memperoleh kemanfaatan, di antarannya berikut ini:

 

 

a.

Memperluas wawasan pemikirannya, sebab dengan informasi orang akan terbuka pola pikirnya yang sangat memungkinkan baginya untuk berkembang dan meningkat daya pikirnya.

 

 

b.

Mengetahui perkembangan informasi yang terjadi sehingga ia tidak digolongkan sebagai orang yang ketinggalan informasi.

 

 

c.

Meingkatkan keterampilan mengambil keputusan (decision making) atas masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.

 

 

d.

Mendorong keterampilan berpikir kritis dan kreatif, yang sangat menunjang terwujudnya karakter warga negara yang cerdas, bertanggung jawab, dan berpartisipasi.

 

 

 

 

 

2.

Menjaga dan Membina Ketertiban

 

 

Warga negara yang cerdas adalah warga negara yang mampu menjaga dan membina ketertiban. Sedangkan ketertiban dalam kehidupan masyarakat akan terwujud apabila setiap warga negaranya memiliki kesadaran yang kuat segala peraturan atau norma-norma yang berlaku serta kuat mengamalkannya dalam praktik kehidupan sehari-hari.

 

 

Menurut Soerjono Soekanto (1990) terdapat empat indikator penting untuk mengembangkan kesadaran hukum warga negara, yaitu:

 

 

1)

pengetahuan hukum,

 

 

2)

pemahaman hukum,

 

 

3)

sikap hukum,

 

 

4)

dan perbuatan hukum.

 

 

Ke empat indikator tersebut harus dimiliki oleh setiap warga negara jika ingin mewujudkan suasana kehidupan yang tertib, aman, dan damai.

 

 

 

 

3.

Membuat Keputusan

 

 

Warga negara yang cerdas (civic intelligence) adalah warga negara yang mampu mengambil keputusan secara cerdas, di mana pengambilan keputusan itu tidak didasari sikap yang emosional, melainkan oleh sikap dan tindakan yang rasional, logis, dan sistematis.

 

 

Keputusan yang didasari pikiran dan spirit yang rasional, sistematis, dan logis, akan menjadikan kepututsan tersebut memiliki kebermaknaan (meaningfullness) bagi diri sendiri maupun bagi warga masyarakat lainnya.

 

 

Berkaitan dengan pentingnya membuat atau mengambil keputusan dengan cara yang cerdas dan baik itu, Nu’man Somantri (2001) sangat merekomendasikan pentingnya dialog kreatif (creative dialogue) sebagai wahana untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

 

 

Ditegaskan bahwa dialog kreatif sebagai metode pendidikan akan membantu terwujudnya cita-cita luhur bangsa, manakala dapat menggeser akumulasi close areas, intra personal conflicts menjadi inter personal conflicts, yang diarahkan untuk proses pengambilan kepututsan pemecahan masalah secara adil dan bertanggung jawab dalam wadah dan semangat demokrasi Pancasila.

 

 

 

 

4.

Kemampuan Berkomunikasi

 

 

Dalam berkomunikasi, wujud komunikasi baik lisan maupun tulisan yang diekpresikan warga negara yang cerdas bukan sekadar informasi yang hampa makna (meaningless) melainkan berisikan pesan-pesan informasi yang memiliki atau berbobot makna (meaningful).

 

 

Dalam teori komunikasi kita mengenal adanya unsur-unsur komunikasi, yaitu pembicara, pesan, media, dan penerima pesan.

 

 

Dengan kemampunan berkomunikasi ini, warga negara dapat menyampaikan aspirasinya serat ekspektasi atau harapan-harapannya kepada pemerintah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

 

 

Perwujudan komunikasi efektif yang harus dikembangkan warga negara yang cerdas, antara lain dilakukan dengan cara-cara berikut ini.

 

 

a.

Menyampaikan ide-ide kritis kepada pemerintah baik dalam mengusulkan program tertentu maupun dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

 

 

b.

Ikut serta mengkomunikasikan berbagai program pemerintah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing sebagai bagian dari partisipasi bagi kehidupan bangsa dan negara.

 

 

c.

Menggunakan atau memanfaatkan saluran-saluran komunikasi yang benar dalam menyampaiakan berbagai tuntutan, harapan, keinginan, maupun apresiasi terhadap pemerintahnya.

 

 

d.

Mengembangkan etika komunikasi baik sesama warga negara maupun dengan negara dan pemerintahannya.

 

 

 

 

 

5.

Kerja Sama

 

 

Warga negara yang cerdas mesti menyadari bahwa keberadaan atau eksistensinya tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan anggota masyarakat yang lain.

 

 

Oleh karenanya, sikap yang dikembangkan dari kesadaran tersebut adalah menjalin kerjas sama yang baik sesama warga masyarakat, dengan cara menghindari sikap-sikap yang egoistik, materalistik, liberalistik, dan otoriter.

 

 

Wispe (1972) mengartikan perilaku prososial, yakni perilaku yang merupakan antitesis dari perilaku menyerang, perilaku prososial itu seperti simpati, mendahulukan kepentingan orang lain, sikap dermawan, bekerja sama.

 

 

Sikap prososial yang harus dimiliki dan dilaksanakan oleh warga negara yang cerdas direfleksikan dalam sikap-sikap di antarannya (Sumantri, 1999) berikut ini.

 

 

a.

Mendahulukan kepentingan umm di atas kepentingan pribadi atau golongan.

 

 

b.

Saling menolong atau membantu.

 

 

c.

Menjunjung hak asasi manusia yang berakar pada moral.

 

 

d.

Bersikap demokratis yang sehat dan berakar agama.

 

 

e.

Berperilaku saling memberi.

 

 

f..

Berperilaku saling meminjam dengan jujur.

 

 

 

 

 

6.

Melakukan berbagai Kepentingan dengan Benar

 

 

Mmerupakan fakta yang tak terbantahkan bahwa setiap individu warga negara memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Akibatnya, tidak jarang timbul pertentangan atau konflik dalam kehidupan warga negara.

 

 

Bentuk-bentuk pertentangan atau konflik, yakni

 

 

·          

Intrapersonal conflict, yaitu pertentangan atau konflik yang timbul dalam diri setiap warga negara sebagai individu.

 

 

·          

Interpersonal conflict, yaitu pertentangan atua konflik yang melibatkan individu yang satu dengan individu yang lainnya sebagai anggota masyarakat.

 

 

Warga negara yang cerdas senantiasa menempatkan kepentingannya dalam konteks kepentingan orang lain, artinya dalam menggunakan kepentingan tersebut selalu memperhatikan atau mempertimbangkan keberadaan kepentingan orang lain.

 

 

Dengan cara seperti ini, akan dapat dihindari adanya pertentangan kepentingan atau konflik, yang potensial dapat mengganggu keharmonisan kehidupan masyarakat.

 

 

C.

Dimensi-Dimensi Kecerdasan Warga Negara

 

Warga negara yang cerdas memiliki peranan yang penting untuk berkiprah secara optimal dalam rangka menganggkat kembali bangsa Indonesia menuju perdaban baru yang lebih modern dan demokratis.

 

Meski diakui mewujudkan warga negara yang cerdas tidaklah mudah melainkan memerlukan waktu dan proses yang relatif lama karena hal ini berkaitan dengan aspek-aspek atau dimensi-dimensi yang utuh, seperti pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perilaku.

 

Warga negara yang cerdas sebagaimana hendak diwujudkan melalui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan (civic education) tidak semata-mata memenuhi kualifikasi cerdas secara intelektual (intellectual quotion) melainkan cerdas secara emosional (emotional intelligence), cerdas spiritual (spritual intelligence), cerdas secara moral (moral intelligence).

 

·          

Kecerdasan intelektual harus di back-up dengan kecerdasan emosional, spiritual, dan moral, agar dalam implementasinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan serta norma-norma yang berlaku.

 

·          

Kecerdasan emosiaonal menurut Daniel Goleman diwujudkan dalam bentuk sikap dan perbuatan yang menghargai orang lain, menghormati, kepentingan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

 

·          

Kecerdasan moral berkenaan dengan kemampuan untuk senantiasa melandasi sikap dan perilaku dengan nilai morang yang baik. Moral yang baik tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti lingkungan sosial, keluarga, masyarakat, dan media.

 

 

Sumber moralitas yang mesti dijadikan acuan atau rujukan oleh setiap warga negara adalah agama sesuai dengan keyakinan serta ideologi bangsa kita yakni Pancasila.

 

 

Michele Borba mengemukakan tujuh sifat kebajikan esensial, meliputi empathy, conscience, selfcontrol, respect, kindness, tolerance, and fairness. Dan untuk membangun kecerdasan moral tersebut dilakukan secara bertahap (step by step) yang disesuaikan dengan tingkatan usia anak dan perkembangan anak.

 

·          

Kecerdasan Spiritual berkenaan penanaman, pemahaman, serta pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, sikap dan perilaku yang diwujudkan oleh warga negara yang cerdas adalah senantiasa dipancari oleh nilai-nilai dan ajaran agama yang mutlak kebenarannya.

 

Warga negara yang cerdas merupakan warga negara yang mampu memberdayakan segala potensi yang dimilikinya serta diaktualisasikan dalam kehidupan riil.

 

Setiap warga negara memiliki potensi dasar mental yang dapat dikembangkan, menurut Nursid Sumaatmadja (1998) meliputi:

 

1.

Minat (Sense of Interest)

 

 

Minat secara singkat diartkan sebagai keinginan atau kehendak terhadap sesuatu. Setiap manusia pasti mempunyai berbagai keinginanuntuk diwujudkan dalam kehidupannya.

 

2.

Dorongan Ingin Tahu (Sense of Curiosity)

 

 

Rasa ingin tahu terhadap sesuatu atau objek yang ada dalam kehidupan kita merupakan bagian tak terpisahkan dari keberadaan kita sebagai makhluk ang dikaruniai akal pikiran untuk merenungkan atau memikirkan berbagai “teka-teki” dalam arena kehidupan.

 

3.

Dorongan Ingin Membuktikan Kenyataan (Sense of Reality)

 

 

Dorongan ini berkaitan dengan sifat rasa ingin tahu (sense of curiosity) yang melekat pada diri manusia, karena rasa ingin tahu terhadap sesuatu atau objek, di antaranya didorong oleh keinginannya untuk membuktikan kenyataan yang terjadi.

 

4.

Dorongan Ingin Menyelidiki (Sense of Inquiry)

 

 

Dorongan untuk menyelidiki pada umumnya timbul manakala kita ingin mengetahui sesuatu objek itu secara lebih utuh sehingga dapat memuaskan kita.

 

 

 

 

5.

Dorongan Ingin Menemukan Sendiri (Sense of Discovery)

 

 

Berkeinginan untuk menemukan sesuatu sebagai sebuah kebanggaan yang dapat kita raih. Oleh karenanya, manusia berlomba-lomba sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk menemukan sesuatu yang bersifat lebih “baru” dan “bermanfaat” bagi kehidupan manusia.

 

Dari kelima potensi dasar sebagaimana diuraikan di atas maka potensi minat (sense of interest) merupakan kunci untuk menumbuhkankembangkan potensi-potensi yang lainnya.

 

 

KEGIATAN BELAJAR 2

2.2

Warga Negara yang Partisipatif

A.

Pengertian Partisipasi

 

Partisipasi lazimnya dimaknai sebagai keterlibatan atau keikutsertaan warga negara dalam berbagai kegiatan kehidupan bangsa dan negara.

 

Partisipasi yang terbaik adalah partisipasi yang bersifat otonom, yakni partisipasi atau keterlibatan warga negara atau masyarakat yang dilandasi oleh kesadaran dan kemauan

 

Ada 3 bentuk partisipasi menurut Koentjaraningrat (1994), yaitu

 

1.

Berbentuk tenaga,

 

 

Di mana warga negara terlibat atau ikut serta dalam berbagai kegiatan melalui tenaga yang dimilinya karenanya bentuk partisipasi ini disebut sebagai partsipasi secara fisik.

 

 

Contohnya ikut serta dalam kegiatan kerja bakti atau gotong-royong.

 

2.

Berbentuk pikiran,

 

 

Dilakukan melalui sumbangan ide, gagasan, atau pemikiran untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama dan untuk kebaikan bersama pula.

 

 

Contohnya menyampaikan saran atau masukan kepada pemerintah baik secara lisan maupun tertulis melalui media tertentu (koran, majalah, televisi, maupun).

 

3.

Berbentuk materi,

 

 

Berhubungan dengan benda atau materi tertentu sebagai perwujudan dalam keikutsertaan warga negara tersebut.

 

 

Contohnya memberikan sumbangan atau bantuan untuk dana kemanusiaan bagi korban.

 

Secara umum partisipasi dapat dirumuskan sebagai keikutsertaan atau keterlibatan warga negara dalam proses bernegara, berpemerintahan, dan bermasyarakat.

 

Ada 3 unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan warga negara berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara, dan berpemerintahan (Wasistiono, 2003), yaitu :

 

1.

Ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan)

 

2.

Ada keterlibatan secara emosional

 

3.

Memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.

 

Warga negara yang partisipatif adalah warga negara yang senantiasa melibatkan diri atau ikut serta dalam berbagai kegiatan dalam konteks kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya maupun keamanan.

 

Untuk mewujudkan warga negara yang partisipatif itu diperlukan kesadaran (consciousness) dan komitmen (commitment) yang tinggi dari setiap diri warga negara.

 

 

B.

Partisipasi Politik

 

Partisipasi politik adalah keterlibatan warga negara dalam kehidupan system politik, yang mana disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing warga negara.

 

Menurut Mas’oed dan MacAndrew (2000) partisipasi politik dibedakan ke dalam 2 bagian secara teoritis, yaitu:

 

·          

Partisipasi politik konvensional; dianggap sebagai kegiatan partisipasi politik yang normal dalam negara demokrasi modern.

 

·          

Partisipasi politik non-konvensional; bentuk partisipasi politik yang pada umumnya dianggap ilegal karena di dalamnya penuh dengan kekerasan dan bersifat revolusioner.

 

Beberapa contoh perwujudan atau manifestasi partisipasi politik:

 

1.

Mengkritis secara arif terhadap kebijakan pemerintah

 

2.

Aktif dalam partai politik

 

3.

Aktif dalam kegiatan lembaga swadaya masyarakat

 

4.

Diskusi politik

 

Agar partisipasi politik warga negara sebagaimana dikemukakan di atas dapat dilaksanakan dengan baik maka ada beberapa sikap yang harus dihindari, yaitu (a) apatis, (b) sinis, (c) alienasi, dan (d) anomie.

 

 

C.

Partisipasi Sosial

 

Partisipasi sosial warga negara erat hubungannya dengan kegiatan atau aktivitas warga Negara sebagai anggota masyarakat untuk terlibat atau ikut serta dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

 

Partisipasi sosial warga negara akan dilakukan dengan baik manakala didukung oleh kepekaan sosial (social sensitivity), yakni kondisi seseorang atau individu warga negara yang mudah dan cepat bereaksi terhadap masala-masalah sosial kemasyarakatan.

 

 

D.

Partisipasi dalam Bidang Ekonomi

 

Partisipasi ekonomi berkaitan dengan keikutsertaan atau keterlibatan warga negara dalam pembangunan ekonomi masyarakat dan bangsa. Partisipasi dalam bidang ekonominya dilakukan setiap warga negara dapat mendorong atau memacu pertumbuhan serta perkembangan ekonomi yang mapan.

 

 

E.

Partisipasi dalam Bidang Budaya

 

Beberapa contoh sikap dan perilaku yang mencerminkan partisipasi dalam bidang budaya, yaitu:

 

1.

menghilangkan etnosentrisme dan chauvinisme;

 

2.

mencintai budaya lokal dan nasional;

 

3.

melakukan berbagai inovasi kreatif untuk menyokong pengembangan budaya daerah.

 

Mergaret Branson (1994) berpendapat untuk mencapai partisipasi warga negar yang bermutu dan bertanggung jawab perlu dipenuhinya beberapa unsur, yaitu:

 

1.

Penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu

 

2.

Pengembangan intelektual dan partisipatoris.

 

3.

Pengembangan karakter atau sikap mental tertentu.

 

4.

Komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi konstitusional.

 

 

 

KEGIATAN BELAJAR 3

2.3

Warga Negara yang Bertanggung Jawab

A.

Pengertian Tanggung Jawab

 

Ridwan Halim (1998) tanggung jawab sebagai suatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak maupun kewajiban ataupun kekuasaan.

 

Purbacaraka (1998) tanggung jawab lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak dan melaksanakan kewajibannya.

 

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tanggung jawab itu erat kaitannya dengan hak dan kewajiban serta kekuasaan, sebab pelaksanaan kewajiban dan kekuasaan serta penggunaan hak yang dimiliki dan melekat dalam diri setiap warga negara harus disertai dengan tanggung jawab.

 

Dalam menggunakan haknya, setiap warga negara harus memperhatikan beberapa aspek, sebagai berkut.

 

1.

Aspek kekuatan, yaitu kekuasaan atau wewenang untuk melaksanakan hak tersebut.

 

2.

Aspek perlindungan hukum (proteksi hukum) yang melegalisir atau mensahkan aspek kekuasaan atau wewenang yang memberi kekuatan bagi pemegang hak mutlak untuk menggunakan haknya tersebut.

 

3.

Aspek pembatasan hukum (testriksi hukum) yang membatasi dan menjaga jangan sampai terjadi penggunaan hak oleh suatu pihak yang melampaui batas (kelayakan dan kepantasan) sehingga menimbulakn akibat kerugian bagi pihak lain.

 

Kebebasan kita menggunakan hak, sesungguhnya dibatasi oleh hak orang lain, demikian sebaliknya.

 

Dalam melaksanakan kewajiban maka aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

 

1.

Aspek kemungkinan dalam arti kelogisan bahwa pihak yang berkewajiban itu sungguh mungkin dan mampu untuk dapat mengemban kewajibannya dengan sebagai mana mestinya.

 

2.

Aspek perlindungan hukum yang melegalisir atau mensahkan kedudukan pihak yang telah melaksanakan kewajibannya sebagai orang atau pihak yang harus dilindungi dari adanya tuntutan atau gugatan tehadapnya.

 

3.

Aspek pembatasan hukum, yang membatasi dan menjaga agar pelaksanaan kewajiban oleh setiap pihak yang bersangkutan jangan sampai kurang dari batas minimalnya sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lain.

 

4.

Aspek pengecualian hukum, yang merupakan suatu aspek yang memuat pertimbangan “jiwa hukum” dalam menghadapi pelaksanaan kewajiaban oleh seseorang atau suatu pihak yang tidak memadai.

 

Warga negara yang bertanggung jawab (civic responsibility) berupaya seoptimal mungkin untuk melaksanakan dan menggunakan hak dan kewajibannya sesuai dengan cara menurut aturan-aturan yang berlaku.

 

 

B.

Tanggung Jawab Warga Negara Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

 

Tanggung jawab warga negara terhadap Tuhannya diwujudkan dengan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing yang dimanifestasikan dalam bentuk perilaku yang dipancari keimanan dan ketakwaan terhadapNya, seperti dalam berhubungan atau berinteraksi sesama warga negara dalam kehidupan masyarakat.

 

Perwujudan tanggung jawab warga negara terhadap Tuhan Yang Maha Esa antara lain dilakukan dengan cara sebagai beriktu.

 

1.

Mensyukur nikmat yang telah dikaruniakanNya kepada kita semua;

 

2.

Beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan yang dianut masing-masing;

 

3.

Melaksanakan segala perintahNya serta berusaha menjauhi atau meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Esa.

 

4.

Menuntut ilmu dan menggunakannya untuk kebaikan (kemaslahatan) umat manusia sebagai bekal kehidupan baik di dunia maupun di akhirat kelak.

 

5.

Menjalin tali silaturahmi atau persaudaraan guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C.

Tanggung Jawab Warga Negara Terhadap Masyarakat

 

Setiap individu warga negara hidup di tengah-tengah masyarakat dan keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari masyarakat.

 

Sebagai anggota masyarakat setiap individu mempunyai tanggung jawab, antara lain diwujudkan dengan sikap dan perilaku sebegai berikut.

 

1.

Memelihara ketertiban dan keamanan hidup bermasyarakat.

 

2.

Menjaga dan memelihara rasa persatuan dan kesatuan masyarakat.

 

3.

Meningkatkan rasa solidaritas sosial sebagai sesama anggota masyarakat.

 

4.

Menghapuskan bentuk-bentuk tindakan diskriminatif dalam kehidupan di masyarakat untuk menghindari disintegrasi masyarakat, bangsa, dan negara.

 

 

D.

Tanggung Jawab Warga Negara Terhadap Lingkungan

 

Hubungan manusia dengan alam sangat erat dan tidak dapat dipisahkan keduanya. Manusia membutuhkan lingkungan untuk kelangsungan hidupnya, sementara itu lingkungan memerlukan manusia untuk pemeliharaannya.

 

Setiap warga negara, di pundaknya terpikul tanggung jawab yang tidak ringan dalam hubungannya dengan pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan alam tersebut, antara lain dapat diwujudkan dengan contoh sikap dan perilaku sebagai berikut.

 

1.

Memlihara kebersihan lingkungan, seperti tidak membuang sampah sembarangan.

 

2.

Tidak mengekploitasi alam secara berlebihan, mengingat keterbatasan sumber daya alam yang ada.

 

3.

Menggunakan teknologi yang ramah lingkungan (environment friendly) agar kebersihan dan keasrian lingkungan tetap terjaga dengan baik.

 

Pemanfaatan teknologi harus mempertimbangkan lingkungan hidup di mana kita tinggal agar teknologi tersebut justru tidak merusak alam lingkungan kita.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

E.

Tanggung Jawab Warga Negara Terhadap Bangsa dan Negara

 

Tanggung jawab warga negara terhadap bangsa dan negaranya dilaksanakan dengan cara mengaktualisasikan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sebagaimana dituangkan dalam landasan konstitusional negara kita, yakni Undang-Undang Dasar 1945.

 

Bentuk-bentuk sikap dan perilaku warga negara  yang mencermintakn perwujudan tanggung jawab terhadap negara dan bangsa, yaitu sebagai berikut.

 

1.

Memahami dan mengamalkan ideologi nasional kita, yakni Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai bidang kehidupan.

 

2.

Menjaga dan memelihara nama baik bangsa dan negara di mata dunia internasional sebagai bangsa dan negara yang medeka, berdaulat berperadaban, dan bermartabat.

 

3.

Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan menghindari sikap dan perilaku yang diskriminatif.

 

4.

Membina solidaritas sosial sebagai sesama warga negara Indonesia.

 

5.

Meningkatkan wawasan kebangsaan agar senantiasa terbina rasa kebangsaan, paham kebangsaan, dan semangat kebagnsaan pada setiap diri warga negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KEGIATAN BELAJAR 4

2.4

Warga Negara yang Religius dan Penuh Toleransi

A.

Manusia Sebagai Makhluk Religius

 

Manusia adalah homo religius artinya makhluk yang beragama, makhluk yang mempunyai keyakinan akan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang menguasai alam jadad raya beserta seluruh makhluk lainnya di dunia ini.

 

Landadan ideol negara kita Pancasila dengan tegas menyebutkan bahwa segera berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, ini berarti seluruh bangsa Indoneisa meyakini dengan benar kekuasaan dan keesaan Tuhan, pencipta dan pengurus seluruh penjuru alam beserta isinya ini.

 

Demokrasi yang diterapkan di Indonesia berbeda dengan demokrasi yang diterapkan di negara-negara demokrasi lain pada umumnya. Demokrasi khas Indonesia berdasar atas prinsip-prinsip Ketuhanan karenanya disebut teodemokrasi, yang dalam implementasi tercermin dalam berbagai aspek penyelenggaraan kehidupan bangsa dan negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

B.

Pengertian Warga Negara Religius

 

Merujuk pada uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa warga negara religius adalah warga negara yang senantiasa memahami serta mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran agama yang dipeluk dan diyakininya dalam konteks kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara.

 

Nilai-nilai keimanan dan ketakwaan harus senantiasa tercermin dalam sikap maupun perilaku yang ditampilkan oleh setiap warga negara, baik dalam hal :

 

1.

Berhubungan dengan Tuhannya, warga negara yang religius senantiasa tunduk dan patuh kepada perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak diperkenankan Tuhan.

 

2.

Berhubungan dengan sesama warga negara, warga negara yang religius senantiasa menjalin hubungan atau interaksi sesama warga negara atas dasar prinsip persamaan sebagai makhluk Tuhan yang memiliki harkat, derajat, dan martabat yang sama.

 

3.

Berhubungan dengan lingkungan, warga negara yang religius sensntiasa berusaha seoptimal mungkin untuk memelihara dan menjaga lingkungan untuk menunjang kehidpan masyarakat yang lebih baik.

 

4.

Berhubungan dengan negaranya, warga negara yang religius berusaha menempatkan dirinya sebagai warga negara yang berkewajiban untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik dan penuh tanggung jawab.

 

Pentingnya warga negara yang religius dan penuh toleran untuk diwujudkan, mengingat fakta sosial bangsa Indonesia yang merupakan bangsa yang beraneka ragam (plural society), menyangkut agama, bahasa, ras, etnis, golongan politik, maupun budaya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C.

Pentingnya Suatu Toleransi

 

Istilah toleransi berasal dari bahasa inggris “tolerance” menurut Webter’s New American Dictionary diartikan liberty to ward the opinions of others, patience with others, yakni memberi kebebasan atau membiarkan pendapat orang lain dan berlaku sabar atau lapang dada menghadapi orang lain.

 

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), toleransi diartikan sebagai sikap menegang, dalam makna menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat, kepercayaan, kelakuan yang lain dari yang dimiliki oleh seseorang atau yang bertentangan dengan pendirian orang.

 

Maka dapat disimpulkan bahwa toleransi adalah sikap lapang dada terhadap prinsip atau pendirian orang, tanpa mengorbankan prinsip dan pendirian sendiri.

 

Secara umum, menurut Daud Ali (1988) toleransi dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu:

 

1)

Toleransi agama adalah toleransi yang menyangkut keyakinan, yang berhubungan dengan akidah.

 

2)

Toleransi sosial adalah toleransi yang menyangkut hubungan sosial kemasyarakatan

 

Dalam konteks kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk atau beraneka ragam maka sikap dan perilaku yang harus diusung dan dijunjung tinggi oleh setiap warga negara adalah toleran atau berlapang dada terhadap perbedaan tersebut baik menyangkut keyakinan agama, maupun menyangkut hubungannya dengan perbedaan dalam konteks kehidupan sosial, seperti ras, etnis, keturunan, bahasa, dan budaya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUPAN

3.1

Kesimpulan

 

a.

Dapat dipahami bahwa karakteristik Warga Negara Indonesia dalam Konteks Individu yang Berbineka Tunggal Ika sehingga dapat menentukan sikap dan perilaku yang tepat untuk mewujudkan kehidupan yang aman, damai, sejahtera lahir maupun batin dalam suasana keragaman tersebut.

 

b.

Demokrasi khas Indonesia berdasar atas prinsip-prinsip Ketuhanan karenanya disebut teodemokrasi, yang dalam implementasi tercermin dalam berbagai aspek penyelenggaraan kehidupan bangsa dan negara.

 

 

 

3.2

Saran

 

Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat mempelajari serta memahami mareti yang disampaikan serta dapat mengambil manfaat nya. Mengingat makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun dalam kesempurnaan penyususnan makalah ini sangat kami harapkan sehingga materi yang disampaikan lebih mendalam dan mudah dipahami.

 

 

Daftar Pustaka

Winataputra, Udin S. dkk. 2020. Pembelajaran PKn di SD. Jakarta: PT Gramedia.

 

0 comments:

Post a Comment