TUGAS MAKALAH
MODUL 3
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mengenai
ruang lingkup esensi materi dari mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek
sebagai berikut. Geografi meliputi manusia, tempat dan lingkungan. Sejarah
meliputi waktu, keberanjuran dan perubahan. Sosiologi meliputi sistem sosial
dan budaya. Ekonomi meliputi perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Memperhatikan
pokok-pokok pemahaman dan pengertian
kajian diatas, persoalan kota adalah berkenaan dengan pernyataan “kompetensi apa
yang harus dimiliki oleh peserta didik kita; “bahan kajian apa yang perlu
diberikan kepada anak didik kita?” aspek-aspek apa yang harus dinilai dari
peserta didik’?. Bagaimanakah pendekatan, strategi dan cara yang harus
dilakukan agar tujuan kegiatan belajar mengajar berhasil mencapai sasaran yang baik?
Secara
lebih umum dapat kita katakan bahwa pengajaran IPS itu berkenaan dengan
pengenalan dan pemahaman anak terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada
masa kini, yaitu yang lebih dikenal dengan Isu Sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Identifikasi
peristiwa, fakta, konsep, generalisasi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulum SD 2006
Kelas 5 dan 6?
2. Identifikasi
nilai dan sikap serta keterampilan intelektual/kemampuan analisis, personal
daan sosial dalam kurikulum IPS SD 2006 Kelas 5 dan 6?
3. Identifikasi
ketrampilan (intelektual/analisis, personal dan sosial) dalam kurikulum IPS SD
2006 di kelas 5 dan 6.
4. Contoh
keterikatan antara peristiwa, fakta, konsep, generalisasi, nilai sikap dan
keterampilan (intelektual, personal, dan social) dalam konteks pendidikan IPS
SD 2006 di kelas 5 dan 6.
C.
Tujuan Penulisan Makalah
1. Memahami
peristiwa, fakta, konsep, generalisasi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulum SD 2006
Kelas 5 dan 6.
2. Mengetahui
nilai dan sikap serta keterampilan intelektual/kemampuan analisis, personal
daan sosial dalam kurikulum IPS SD 2006 Kelas 5 dan 6.
3. Mampu
mengidentifikasi ketrampilan (intelektual/analisis, personal dan sosial) dalam
kurikulum IPS SD 2006 di kelas 5 dan 6.
4. Mampu memberikan contoh keterkaitan antara peristiwa, fakta, konsep, generalisasi, nilai sikap dan keterampilan intelektual.
A. Peristiwa, fakta, konsep,
generalisasi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulum SD
2006 Kelas 5 dan 6
1.
Pengertian peristiwa, fakta,
konsep, generalisasi ilmu-ilmu sosial
Peristiwa atau kejadian
adalah hal-hal yang pernah terjadi, peristiwa merupakan suatu kejadian yang
benar-benar dan pernah terjadi, tetapi masih perlu dibuktikan kebenarannya,
peristiwa ada yang bersifat alamiah dan insaniah; peristiwa yang bersifat
alamiah, seperti banjir, tsunami, gempa bumi dan sebagainya. Peristiwa yang
bersifat insaniah, seperti pemilu, pembangunan jembatan, krisis moneter.
Peristiwa atau kejadian
yang telah diuji dan diketahui kebenarannya disebut fakta, fakta merupakan
hasil dari observasi yang bisa dibuktikan secara empiris dan real. Menurut
Banks (1985:85) fakta merupakan pernyataan positif dan rumusan sederhana. Fakta
juga adalah data aktual, contohnya berikut ini :
a.
Jakarta adalah ibu kota negara
republik indonesia
b. Jarak
antara kota a ke kota b adalah 150 km
c.
Bumi berputar mengelilingi matahari.
Pengetahuan
yang hanya bertumpu kepada fakta akan sangat terbatas sebab :
a.
Kemampuan kita mengingat sangat terbatas
b.
Fakta bisa berubah setiap waktu
c.
Fakta hanya berkenaan dengan
situas khusus
Konsep adalah suatu
istilah, pengungkapan abstrak yang digunakan untuk tujuan mengklasifikasikan
atau mengkategorikan suatu kelompok dari suatu (benda), gagasan atau peristiwa.
Konsep dapat dipelajari
dengan efektif jika disertai dengan mengemukakan sejumlah contoh yang positif.
Misalnya, kita mengemukakan konsep kota akan segera dapat dipahami jika pada
siswa disebutkan contoh-contohnya seperti : Jakarta, Bandung, Medan, dan sebagainya. Di
samoing itu ada juga yang disebut non contoh, misalnya jika kita ingin
mengembangkan pengertian “kebebasan”. Contoh positif dapat kita kemukakan
tentang kebebasan manusia untuk menentukan pilihannya (misalnya yang
sederhanasaja: memilih sekolah, warna pakaian, makanan dan sebagainya).
Menurut Schuneke
(1988:16) generalisasi merupakan abstraksi dan sangat terikat konsep. Untuk
memahami generalisasi diperlukan paling sedikit 2 konsep; bisa dari satu
disiplin ilmu sosial atau dari disiplin ilmu sosial yang berbeda.
Hubungan antar peristiwa,
fakta, konsep, dan generalisasi dapat disimpulkan bahwa konsep menghubungkan
fakta-fakta dan generalisasi menghubungkan beberapa konsep. Dengan hubungan itu
terbentuklah pola hubungan yang mempunyai makna, yang menggambarkan hasil
pemikiran yang lebih tinggi. Hasil pemikiran tersebut bisa merupakan
kemungkinan yang akan terjadi atau kepastian.
2. Identifikasi
peristiwa, fakta, konsep, generalisasi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulum SD 2006
Kelas 5 dan 6
Mari kita mencoba untuk
mengidentifikasi peristiwa, fakta, konsep, generalisasi ilmu-ilmu sosial dalam
kurikulum SD 2006 Kelas 5 dan 6. Karena peristiwa, fakta, konsep, generalisasi
jumlahnya begitu banyak maka kita akan mengambil beberapa contoh saja. Sebab
itu merupakan tugas guru di kelas untuk mengembangkannya dalam proses KBM yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan serta kemampuan guru
tersebut. Guru- guru dituntut kreativitasnya dalam mencari dan mengolah sumber
belajar agar kegiatan mengajar yang dikelolanya menjadi lancer.
Contoh :
IPS kelas 5
Topik : Keragaman penampakan alam dan buatan
serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan menggunakan peta/atlas/globe
dan media lainnya
Ada dua sub
topic dalam topic 1 di atas, yaitu pertama “Keragaman penampakan alam dan buatan”
sedangkan kedua “buatan dan pembagian wilayah waktu di Indonesia”
Peristiwa : boleh menggunakan peristiwa
yang sering dialami siswa, misal musim hujan dan musim kemarau. Peristiwa ini
dapat digunakan sebagai apersepsi dalam KBM.
Fakta
Fakta-fakta
yang digunakan dalam topik ini adalah sebagai berikut :
(1).
Letak Negara Indonesia diantara 2
benua dan diapit oleh 2 Samudra.
(2). Luas
seluruh wilayah Indonesia mencapai 5.180.053 km2,terdiri atas daratan seluas
1.922.570 km2 dan lautan seluas 3.257.483 km2
(3). Keadaan
cuaca, terkait dengan iklim Indonesia yaitu
tropis (4). Jumlah propinsi
Indonesia = 34 propinsi
(5). Hasil
SDA : perikanan, perkebunan, peternakan, pertanian, pertambangan, dan
sebagainya
(6). Kehidupan
bangsa Indonesia: kondisi agraris- maritime (7). Peta wilayah pembagian daerah waktu : WIB, WITA, WIT (8). Perbedaan masing-masing daerah waktu
Fakta dapat ditampilkan dalam
bentuk gambar-gambar, peta, atlas, globe. Tampilan fakta kepada siswa dapat
memanfaatkan IPTEK yang sedang berkembang saat ini sehingga menarik perhatian
siswa dalam belajar IPS
Konsep :
Konsep
yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :
(1). Musim hujan, musim kemarau, letak geografis (2). Cuaca, iklim, iklim tropis, sub tropis
(3).
Flora fauna
(4).
dan sebagainya
Generalisasi:
Generalisasi
yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:
(1). Keadaan
iklim suhu dan curah hujan di suatu
daerah mempengaruhi perkembangan jenis dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan di
daerah tersebut. Kain tinggi letak suatu tempat di atas permukaan laut maka di
daerah tersebut semakin banyak mendapat curah
hujan.
(2). Perkembangan
teknologi cenderung mengubah pola hubungan antara kota, desa, dan mempengaruhi
mobilitas penduduk, perdagangan, dan pelayanan
(3). Dan seterusnya….
B.
Identifikasi nilai dan sikap
serta keterampilan intelektual/kemampuan analisis, personal daan sosial dalam
kurikulum IPS SD 2006 Kelas 5 dan 6?
Pada modul terdahulu telah
dikemukakan betapa erat hubungannya antara nilai dan sikap, bahkan ditegaskan
bahwa “nilai itu menyebabkan sikap”.
1. Nilai
dan sikap dalam kurikulum IPS SD 2006 kelas 5 dan 6
Gross (1978:25)
menjelaskan, bahwa satu hal yang sangat penting yang harus dipertimbangkan
dalam pendidikan IPS adalah segala tingkatan dan jenjang pendidikan adalah
pendidikan nilai atau pendidikan moral.
Pandangan – pandangan
tentang nilai dan pendidikan nilai diatas perlu kita pertimbangkan dalam
aktivitas belajar siswa dalam kaitannya dengan pendidikan IPS. Para siswa
diharapkan mampu memilih mana nilai positif mana nilai negatif, bahkan di
kemudian hari mereka dapat
berkontribusi
untuk perbaikan kehidupan masyarakat itu sendiri sesuai dengan tatanan sistem
nilai budaya bangsanya.
Bagaimanakah
langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam mengembangkan kemampuan siswa untuk
mengklasifikasi nilai-nilai itu? Tentu banyak alternatif yang dapat dilakukan.
Salah satu diantaranya adalah apa yang dikemukakan oleh Ocha dan Jhonson (dalam
gross 1978:215). Menurut pendapatnya, belajar nilai itu dapat dilakukan baik di
dalam maupun di luar kelas. Cara
yang efektif adalah melalui “action learning model”, dengan menekankan
pengajaran skill agar dapat berpartisipasi di dalam masyarakat. Yang penting
bahwa siswa yang masih sangat remaja didorong untuk dapat berperilaku sesuai
dengan nilai yang dihayatinya. Proses belajar model ini berjalan sirkuler,
tidak linear, artinya seseorag dapat saja menempati tahapan tertentu, tetapi di
dalam lingkaran penahapan yang berulang.
Bagaimana tumbuhnya kesadaran
nilai itu?
Untuk menjawab pertanyaan itu marilah kita ikuti
penjelasan dari Kohlberg secara singkat sebagai berikut (Joice dan Weil,
1972:125-127):
a.
Tingkat prekonvensional
1). Tahap
1 : tahap kepatuhan bukan atas dasar hormat kepada peratuarn normal yang
mendasarinya melainkan karena takut hukuman
2). Tahap
2 : pada tahap ini penalaran anak beranggapan bahwa tindakan yang benar adalah
tindakan yang memenuhi kebutuhan sendiri, yaitu “jika anda baik kepadaku, maka
aku juga baik kepadamu”.
b. Tingkat konvensional
1). Tahap
3 : pada tahap ini penalaran anak beranggapan bahwa tingkah laku yang baik
adalah yang menyenangkan atau membantu orang-orang lain dan mendapat
persetujuan dari mereka agar menjadi “anak yang manis”
2). Tahap
4: tahap orientasi hukum dan ketertiban. Bertindak moral berdasarkan rasa
hormat kepada pemegang otoritas (pemerintah, atasan, penguasa) serta peraturan-
peraturan yang sudah pasti, dan berusaha memelihara ketertiban masyarakat.
c. Tingkat
pasca konvensional, otonomi berprinsip.
1). Tahap
5 : tahap orientasi kontak sosial yang berdasarkan hukum. Telah tumbuh pandangan rasional, legalistik serta
menghargai kemaslahatan untuk kepentingan umum.
2). Tahap
6 : tahap orientasi etika universal. Berbuat baik karena mengikuti suara hati
nurani sesuai dengan prinsip – prinsip etika
yang dilihatnya. Berdasarkan pertimbangan logis, universaltas dan
konsistensi.
Guru tentu harus
mengambil posisi, tapi bukan posisi dibelakang layar. Guru yang bersikap
seperti itu berdiri dibelakang layar adalah tidak “fair”. Tidak terbuka. Ia
mengambil strategi menghindar dari persoalan jika masalah nilai muncul ke
permukaan, (Banks:409) menyebutkan dengan Evasion Strategy.
Disamping sikap
menghindar tersebut tadi ada juga sikap guru yang cenderung senang melakukan
indotrinasi nilai kepada siswanya. Guru seperti ini, mengajarkan nilai kepada
siswanya dengan anggapan bahwa yang dianggap benar adalah apa yang disepakati
orang dewasa.
Kedua sikap diatas kiranya perlu
mendapat perbaikan siswa memiliki kepedulian dengan pengembangan nilai. Untuk
itu tidak boleh menghindar atau bertindak otoriter.
Menurut Notonagoro (Darmodiharjo, 1979 : 55:56)
nilai terbagi atas 3 bagian sebagai berikut:
a. Nilai
material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia
b.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan
c. Nilai
kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia Nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas 4 macam sebagai berikut
1). Nilai
kebenaran/kenyataan yang bersumber pada unsur
akal manusia (rasio, budi, cipta)
2). Nilai
keindahan yang bersumber pada unsur-unsur rasa manusia, estetis.
3). Nilai
kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak/kemauan manusia
(karsa, etik)
4).
Nilai religius, yang merupakan
nilai Ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan
mutlak.
Nilai religius ini bersumber pada keyakinan manusia.
Ada
beberapa teori tentang pembentukan sikap yang perlu diketahui guru.
Pertama, dikenal dengan nama
Theoretic of learning, teori ini berkenaan dengan proses conditioning, dimana
terdapat pertalian antara Stimulus (S) dengan respon (R). Teori ini dirintis
oleh Thorndike, Skinner dan Crowder. Menurut teori ini proses belajar sangat
penting artinya dalam pembentukan sikap. Dikatakannya, sikap positif terhadap
objek akan tumbuh jika dalam interaksi belajar itu diikuti oleh suatu “event”
yang menyenangkan (reward). Sebaliknya jika event itu tidak menyenangkan
diperkirakan akan timbul sikap negatif terhadap objek yang dihadapinya.
Response yang penting dalam menghadapi objek ialah responses evaluative. Secara
sederhana proses terbentuknya sikap adalah sebagai berikut:
a. Mula-mula
diperoleh belief (kepercayaan) tentang objek, artinya diperoleh hubungan antara
objek dengan atribut-atributnya lainnya.
b.
Berkenaan dengan atribut
tumbuhlah response evaluatif mengenai objek
c.
Melalui conditioning, response
evaluative ini dikaitkan dengan objek
d. Response
evaluative ini berakumulasi maka jika kemudian objek itu muncul lagi tumbuhlah
sikap terhadap objek secara menyeluruh. Untuk itu memperkokoh sikap yang
positif besar sekali peranan reinforcement.
Kedua, disebut Modeling
Theoretic teori ini dikembangkan oleh Bandura. Sikap tumbuh dengan cara
dipelajari langsung dengan mengamati kegiatan perilaku orang yang dijadikan
model atau contoh.
Ketiga, disebut Balance Of
Theoretic (teori keseimbangan), dikembangkan oleh Heider. Menurut teori ini
perolehan informasi yang mampu memperluas wawasan dan mendukung persoalan pada
proporsi yang tepat sangat penting dalam rangka mencapai keseimbangan.
Dari ketiga teori diatas
dapat disimpulkan bahwa sikap dapat dibentuk dengan 2 cara utama sebagai
berikut:
a.
Melalui proses belajar
(mendapatkan informasi yang benar)
b.
Melalui keteladanan dari
orang-orang yang dijadikan contoh
Mari kita ungkapkan nilai dan
sikap yang terdapat pada metri pelajaran IPS berdasarkan kurikulum 2006.
Berikut ini kita ambil beberapa contohnya.
Contoh
IPS Kelas 6
Topik 1 :
Perkembangan Sistem Administrasi Wilayah Indonesia/Pemerintahan
Nilai yang dapat kita
ungkapkan dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut :
Nilai Material
Siswa merasakan manfaat persatuan
dan kesatuan bangsa bagi kehidupan masyarakatnya. Kondisi ini ditunjukkan
dengan kondisi yang aman sehingga proses pembangunan dapat terlaksana dengan
sebaik-baiknya.
Nilai Vital
(1). Kedisiplinan,
disiplin yang tinggi diperlukan dalam mengelola organisasi, bagaimanapun ukuran
organisasi itu baik sekolah, RT/RW, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi,
atau negara sekalipun.
(2). Semangat
persatuan bangsa
Semangat ini menumbuhkan
rasa solidaritas, kesetiakawanan, atau lebih dikenal sebagai gotong royong.
Dengan adanya gotong royong tersebut dapat membina kerjasama dala kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa.
(3). Taat
/ Patuh
Patuh terhadap peraturan
merupakan karakteristik utama manusia sebagai makhluk sosial. Kepatuhan
tersebut memerlukan kesadaran kedua belah pihak, yaitu pihak yang membuat
peraturan dan pihak yang menaati peraturan.
Nilai
Kerohanian
(1).
Nilai keagamaan
(2). Mengerti
dan memahami secara rasional tugas-tugas pemerintahan baik pusat atau daerah
(3). Mencintai
keteraturan, keserasian, keindahan (4). Dan seterusnya
Sikap yang
dapat kita kembangkan, misalnya berikut ini:
(1). Sikap
keagamaan sesuai dengan nilai diatas
(2). Tanggap
terhadap berbagai perkembangan yang terjadi disekitarnya (3). Rasional dalam
menerima informasi dari berbagai pihak
(4).
Sikap “ingin mengetahui”
persoalan – persoalan yang terjadi disekitarnya, hal ini penting untuk
membiasakans emangat belajar mandiri
(5). Dan
seterusnya
2.
Ketrampilan intelektual,
personal, dan social dalam kurikulm IPS SD 2006 di kelas 5 dan 6
Pada modul 2 telah
dikemukakan bahwa aspek keterampilan/kemampuan analisis dalam pengajaran IPS
itu hanya dicapai jika guru mengintegrasikan aktivitas siswa dalam kegiatan
belajar mengajar. Artinya guru harus memprogram kegiatan belajarnya dengan
pendekatan CBSA penuh (menggunakan berbagai metode mengajar).
Pengalaman berharga yang diperoleh siswa itu akan
memberikan manfaat, misalnya berikut ini.
a.
Siswa dapat memperdalam pemahaman
dan pengertian materi pelajaran juga mampu mengembangkan sikap dan keterampilannya.
b. Mendorong
siswa berpikir kritis dan realistis
c. Pengalaman
menghadapkan siswa kepada keadaan yang sebenarnya.
d.
Pengalaman itu akan berakumulasi
agar diperoleh pengalaman yang lebih mendalam lagi.
Dalam hal ini guru harus mengupayakan agar
a. Pengalaman
itu sesuai dengan tingkat kemampuan siswa
b. Pengalaman
itu beragam, tidak menjemukan
Seperti telah kita bahas dalam
modul terdahulu bahwa keterampilan itu terdiri atas 3 bagian berikut ini
a. Keterampilan
intelektual/kemampuan analisis, keterampilan berpikir
1). Sejumlah proses melukiskan, menyimpulkan , menganalisis informasi,
konseptualisasi, generalisasi, membuat
keputusan
2).
Membuat kesimpulan: memahami dan
menerangkan berdasarkan pengamatan.
3). Menganalisis informasi: kemampuan untuk mengamai secara hati-hati dan merumuskan
kesimpulan.
4).
Konseptualisasi: membuat konsep
melalui proses pembentukan konsep.
5). Membuat generalisasi : ketika membuat generalisasi, mereka merumuskan pernyataan yang menunjukkan
bagaimana konsep itu berkaitan.
b.
Keterampilan personal
Ketrampilan yang dibutuhkan oleh
tiap siswa khususnya dalam mempelajari IPS dalam prosesnya, antara lain membaca
peta, membuat denah rumah, peta RT dan RW, mengenal waktu dan kronologi
c.
Keterampilan social
Manusia adalah makhluk sosial yang
tinggal dalam kelompok, belajar dengan kelompok (nilai, kepercayaan, perilaku)
belajar dari yang lain dalam situasi kelompok, memiliki sifat kemanusiannya di
dalam hubungan dengan yang lain di dalam kelompok.
Menurut Johnson & Johnson
kelompok adalah kumpulan perorangan dalam interaksi tatap muka, menyadari
hubunganya sendiri, menyadari sifat keanggotaannya, dan mendapat kepuasan dalam partisipasinya.
1). Kebutuhan
akan pengembangan keterampilan berkelompok
Masyarakat manusia pada
dasarnya adalah masyarakat demokratis. Mereka harus dapat berperan dengan
sebaik-baiknya dalam masyarakat, tahu bagaimana acara menggunakan pengaruhnya
dalam masyarakat.
Warga negara yang efektif
adalah warga negara yang dapat menggunakan pengaruhnya dalam masalah umum,
dengan meyakinkan kelompok tentang pentingnyamencapai tujuan.
2). Peningkatan
keterampilan kelompok (sosial)
Siswa memerlukan
pengembangan keterampilan kelompokuntuk menjadi warga negara yang efektif di
masyarakat, belajar bagaimana menjadi pemimpin yang sukses, pengikut yang
efektif, bagaimana melakukan kontribusi secara produktif dalam kelompok, mampu
menjadi pendengar yang baik, menyatakan pikirannya sehingga dipahami masyarkat.
Kelompok efektif mampu
melihat suatu perkara dari kerangka dan acuan yang berbeda. Mampu berkomunikasi
dan berkompromi.ada diantara siswa yang memiliki kemampuan tinggi, ada yang
rendah atau sedang.
C. Contoh
keterikatan antara peristiwa, fakta, konsep, generalisasi, nilai sikap dan
keterampilan (intelektual, personal, dan social) dalam konteks pendidikan IPS
SD 2006 di kelas 5 dan 6.
Fakta, konsep, generalisasi,
serta nilai, sikap dan keterampilan itu tidak dapat dipisahkan karena memang
semua aspek tersebut terikat dalam struktur pendidikan IPS. Dalam pengembangan
kurikulum di kelas, guru harus memperhatikan hal ini jika perlu kaitan tersebut
dalam kegiatan belajar mengajar maka proses belajar mengajar yang kita kelola
akan menjadi verbalistik, sasaran tujuan pencapaian hasil belajar akan terhenti
pada aspek pengetahuan saja. Dan hal itu bukan tujuan Pendidikan IPS.
Pengembangan kurikulum yang
melaksanakan prinsip tersebut di atas selanjutnya akan terlihat dari kegiatan
belajar mengajar di kelas. Di dalam praktek KBM-lah sesungguhnya kenyataan adanya
keterkaitan antara fakta, konsep, generalisasi, nilai, sikap dan keterampilan
itu akan tampak.
Berikut adalah salah satu contoh
KBM yang dapat menunjukkan adanya keterkaitan antara peristiwa, fakta, konsep,
dan generalisasi, nilai, sikap, dan ketrampilan siswa.
Contoh
:
Topik
1 : Perjuangan
para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang (materi pelajaran, yaitu zaman pergerakan Nasional)
KD : mendeskripsikan
perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.
Indikator : Siswa
mengenal arti Pergerakan Nasional dan arti Sumpah Pemuda bagi Persatuan dan
Kesatuan Bangsa Indonesia
A.
Ranah Kognitif, setelah
mempelajari topic ini siswa diharapkan dapat
: 1). Menceritakan latar belakang timbulnya pergerakan nasional
2). Menerangkan
tokoh-tokoh sumpah pemuda
3).
Menceritakan tokoh-tokoh yang
berperan dalam Sumpah Pemuda
4). Menunjukkan
arti Pergerakan Nasional dan Sumpah Pemuda bagi persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia
B.
Ranah Affektif
1). Menghayati jasa para pelopor Pergerakan Nasional
2). Mengapresiasi jiwa Sumpah Pemuda
C.
Ranah Psikomotorik
1).
Mencoba melakukan wawancara untuk
memahami makna zaman Pergerakan Nasional dengan tokoh-tokoh tertentu.
2). Memahami
makna Sumpah Pemuda melalui proses diskusi kelas.
Peristiwa sebagai bahan
kajian :
Peringatan
hari kebangkitan nasional atau Sumpah Pemuda
Fakta-fakta sebagai bahan kajian
:
1). Gambar-gambar dari
tokoh-tokoh sejarah 2). Naskah Sumpah Pemuda
3). Gambar gedung-gedung
bersejarah bagi pergerakan nasional 4). Gambar suasan kota Jakarta pada zaman
penjajahan
Konsep :
1). Nasionalisme,
Imperialisme, dan Kolonialisme
2). Kaum
pergerakan, Persatuan bangsa, kemerdekaan, dominasi asing, Patriotisme,
organisasi politik, HAM, dan sebagainya
Generalisasi :
1). Setiap manusia masyarakat pasti mengalami
perubahan 2). Penjajahan pasti menimbulkan konflik dan kesengsaraan
3). Perwujudan nasionalisme disesuaikan dengan
tantangan zamanya
Nilai
:
1). Nilai
Material : siswa merasa telah menikmati hasil kemerdekaan 2). Nilai Vital meliputi
-
Cermat, dalam meneliti ulasan sejarah
-
objektif, dalam menilai informasi
-
kreatif, dalam memprediksi 3).
Nilai Kerohanian:
-
Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
-
Rasional dalam berargumentasi
-
Memiliki empati terhadap
pengorbanan para pahlawan
-
Rasa tanggung jawab atas nikmat
kemerdekaan dan seterusnya.
Sikap :
1). Bersyukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa disertai tanggung jawab 2). Tanggap terhadap perkembangan zaman
3). Bersikap
ernika dan toleran terhadap pendapat orang lain
4). Bangga
sebagai bangsa Indonesia dan mencintai bangsa dan tanah airnya 5). Dan seterusnya
Keterampilan
Intelektual/Kemampuan Analisis,
1). melukiskan,
menyimpulkan , menganalisis informasi, konseptualisasi, generalisasi, membuat
keputusan
2). menyusun informasi, membentuk konsep, generalisasi, mengorganisasikan informasi, mengkritik
informasi, mengambil keputusan, menafsirkan fakta, menyusun laporan
Keterampilan
Personal
1). Membaca
peta, membuat denah, membuat peta, mengenal
waktu dan kronologisnya, menerjemahkan konsep waktu, bekerja dalam kelompok.
2). Ketrampilan
praktis,(membuat peta, dan lain-lain) belajar mandiri, memimpin dalam diskusi,
mengendalikan emosi dan lain-lain
Keterampilan
Sosial
Berkontribusi memberikan gagasan, menjadi pendengar yang baik, mampu menjelaskan, mampu mengadakan wawancara, mampu berperan dengan baik, mampu bertanya dengan baik dan seterusnya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menelaah esensi kurikulum
IPS SD 2006, maka dapat kami simpulkan bahwa:
1. Hubungan
antar peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi dapat disimpulkan bahwa konsep
menghubungkan fakta-fakta dan generalisasi menghubungkan beberapa konsep.
Dengan hubungan itu terbentuklah pola hubungan yang mempunyai makna, yang
menggambarkan hasil pemikiran yang lebih tinggi. Hasil pemikiran tersebut bisa
merupakan kemungkinan yang akan terjadi
atau kepastian.
2. Belajar
nilai itu dapat dilakukan baik di dalam
maupun di luar kelas. Cara yang efektif adalah melalui “action learning model”,
dengan menekankan pengajaran skill agar dapat berpartisipasi di dalam masyarakat.
3. Sikap
dapat dibentuk dengan 2 cara utama yaitu melalui proses belajar (mendapatkan
informasi yang benar) dan melalui keteladanan dari orang-orang yang dijadikan contoh
4. Di
dalam praktek KBM-lah sesungguhnya kenyataan adanya keterkaitan antara fakta,
konsep, generalisasi, nilai, sikap dan keterampilan itu akan tampak.
B.
Saran
Fakta,
konsep, generalisasi, serta nilai, sikap dan keterampilan itu tidak dapat
dipisahkan karena memang semua aspek tersebut terikat dalam struktur pendidikan
IPS. Dalam pengembangan kurikulum di kelas, guru harus memperhatikan hal ini
jika perlu kaitan tersebut dalam kegiatan belajar mengajar maka proses belajar
mengajar yang kita kelola akan menjadi verbalistik, sasaran tujuan pencapaian
hasil belajar akan terhenti pada aspek pengetahuan saja. Dan hal itu bukan
tujuan Pendidikan IPS.
0 comments:
Post a Comment