MODUL 5 |
PENDEKATAN
DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR |
KEGIATAN
BELAJAR 1 |
PENDEKATAN
KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN IPS SD |
KEGIATAN
BELAJAR 2 |
PENDEKATAN
SOSIAL, PERSONAL, DAN PERILAKU DALAM
PEMBELAJARAN IPS SD |
|
BAB I |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PENDAHULUAN |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
1.1 |
Latar Belakang |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pendekatan dalam pembelajaran IPS dalam modul ini dimaksudkan
sebagai cara pandang kita terhadap proses belajar murid dalam mata pelajaran
IPS, dan upaya penciptaan kondisi dan iklim kelas yang memungkinkan
terjadinya proses belajar. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pendekatan sangat penting bagi guru karena guru dalam mata
pelajran IPS selain berfungsi sebagai manajer kelas dan fasilitator belajar,
menjadi teladan aktor sosial. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB II |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PEMBAHASAN |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 1 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.1 |
Pendekatan Kognitif dalam
Pembelajaran IPS SD |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Dasar tahun
2006, telah merumuskan bahwa mata pelajaran IPS berfungsi sebagai ilmu
pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rasional tentang
gejala-gejala sosial serta kemampuan tentang
perkembangan masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia di masa lampau dan
masa kini. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
IPS mempelajari berbagai kenyataan sosial dalam kehidupan
sehari-hari yang bersumber dari ilmu geografi, ekonomi, sejarah, dan
sosiologi (Depdiknas: 2007). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Banks (1977) menyatakan bahwa pengembangan kemampuan mengambil
keputusan yang rasional sebagai bekal untuk dapat melibatkan diri dalam
masyarakat secara intelligent atau secara cerdas/nalar. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dengan demikian, dapat digambarkan bahwa karakteristik
pembelajaran IPS di SD secara umum merupakan pendidikan kognitif sebagai
dasar partisipasi sosial. Artinya perhatian utama pembelajaran IPS SD adalah
pengembangan diri peserta didik sebagai aktor sosial yang cerdas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Untuk mengkaji berbagai pendekatan pembelajaran IPS di SD, namun
perlu kita ulas kembali apa yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran,
strategi, metode, dan teknik pembelajaran. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Pendekatan Pembelajaran |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadhi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Bank (1977) menyebutkan pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu : |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
siswa (student centered approach) |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach) |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Strategi Pembelajaran |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Seperangkat kebijaksanaan yang terpilih, yang telah dikaitkan
dengan faktor yang menentukan warna atau strategi tersebut. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Pemilihan materi pelajaran (guru atau peserta didik). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Penyaji materi pelajaran (perorangan atau kelompok, atau belajar
mandiri). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c. |
Cara menyajikan materi pelajaran (induktif atau deduktif,
analitis atau sintesis, formal atau non formal) |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
d. |
Sasaran penerima materi pelajaran (kelompok, perorangan,
heterogen, atau homogen. (Kosasih Djahiri, 1985 : 132). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Sementara menurut Soedjadi (1999 : 101) strategi pembelajaran
adalah suatu siasat melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan mengubah
keadaan pembelajaran menjadi pembelajaran yang diharapkan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Lebih lanjut Soedjadi menyebutkan bahwa dalam satu pendekatan
dapat dilakukan lebih dari satu metode dan dalam satu metode dapat digunakan
lebih dari satu teknik. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Metode Pembelajaran |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Menurut Ruseffendi (1980), Metode Pembelajaran adalah cara
mengajar guru secara umum yang dapat diterapkan pada semua mata pelajaran,
misalnya mengajar dengan ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan
terbimbing dan sebagainya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Teknik Pembelajaran |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Teknik mengajar adalah penerapan secara khusus suatu metode
pembelajaran yang telah disesuaikan dengan kemampuan dan kebiasaan guru,
ketersediaan media pembelajaran serta kesiapan peserta didik. (Ruseffendi,
1980). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Model Pembelajaran |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Model pembelajaran adalah suatu disain yang menggambarkan proses
rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan peserta didik
berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri peserta
didik (Didang : 2005). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Model pembelajaran meliputi suatu model pembelajaran yang luas
dan menyeluruh. Konsep model pembelajaran lahir dan berkembang dari pakar
psikologi dengan pendekatan dalam setting eksperimen yang dilakukan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Lebih lanjut Ismail (2003) menyatakan istilah Model pembelajaran
mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode
tertentu, yaitu : |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
rasional teoritik yang logis disusun oleh perancangnya, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
tujuan pembelajran yang akan dicapai, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c. |
tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan secara berhasil, dan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
d. |
lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu
dapat tercapai. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Menurut Banks (1977) pendekatan yang khas dalam IPS yang
potensial dapat mengembangkan kecerdasan rasional adalah Social Science
Inquiry atau Penelitian Ilmu Sosial. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Pendekatan ini memiliki karakteristik sebagai berikut (Banks,
1977 : 41-70) |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
A. |
Tujuan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Tujuan pendekat penelitian sosial di SD adalah memperkenalkan dan
melatih anak cara berpikir ilmu sosial yang dapat dibangun tentu saja belum
sampai pada teori pengetahuan sosial, tetapi berupa pengetahuan sosial dengan
kerangka keilmuan sederhana. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. |
Proses Penelitian |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Bagi murid SD proses penelitian berfungsi sebagai media untuk
mengenal gejala-gejala sosial dan perkembangan masyarakat dengan menggunakan
kaca mata atau cara kerja ilmu sosial, Baar, Barth, dan Shermis (1978)
memberi label proses ini sebagai pengajaran sosial sebagai ilmu sosial
(social studies thought as social science). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
C. |
Model-Model Penelitian Sosial |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Berikut model sederhana dari Model pembelajaran : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Masalah |
- |
Hipotesis |
- |
Data |
|
Kesimpulan |
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Maslah |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Masalah ada dalam pikiran berkaitan dengan gejala yang tampak
atau dapat ditangkap oleh pancaindra. Namun demikian, tidak semua hal yang
kita amati akan dirasakan sebagai masalah, tergantung pada apakah ada
pertentangan antara apa yang kita amati dengan konsep-konsep yang ada dalam
pikiran. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Oleh karena itu, sesuatu yang menjadi masalah bagi seseorang
belum tentu menjadi masalah bagi orang lain. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Hipotesis |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu kesimpulan yang masih
sementara atau setengah benar dan masih memerlukan pengujian dan pembuktian.
Suatu hipotesis seyogianya dirumuskan berdasarkan asumsi (assumption), sedangkan
yang dimaksud dengan asumsi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan unsur-unsur yang dipermasalahkan yang diterima sebagai
kebenaran tanpa bukti-bukti. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Apabila asumsinya berubah hipotesis pun akan berubah. Hipotesis
merupakan dasar metodologis pengumpulan data. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Pengumpulan dan Analisis Data |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Data adalah informasi yang lebih dari satu. Data dapat berbentuk
kenyataan yang dapat ditangkap oleh pancaindra (dilihat, didengar, dirasa,
dicium, diraba). Data diperlukan untuk menguji hipotesis. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Kesimpulan |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Kesimpulan adalah hipotesis yang telah diuji dan dibuktikan
kebenarannya. Apabila kesimpulan-kesimpulan tersebut terus diuji dan dibangun
secara kait-mengait dalam suatu bidang akan lahir dari kesimpulan tersebut
suatu teori. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Model penelitian sosial sebagaimana telah dibahas merupakan salah
satu kecenderungan dalam pendekatan kognitif yang berorientasi pada proses
inkuiri (Inquiry orientation). Orientasi ini sering diberi label
bermacam-macam, seperti inquiry, discovery, problem solving, critical
thinking, reflective thinking, induction, dan investigation (Jarolimek, 1971
: 11). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Walaupun semua istilah tersebut tidak mengandung arti yang sama
persis, namun pada dasarnya memiliki karakteristik yang sama yakni : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
a. |
menitikberatkan pad proses berpikir yang berkaitan dengan
pemecahan masalah; |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
b. |
melibatkan murid dalam proses belajar; |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
c. |
merupakan alternatif lain yang bersifat inovatif yang lebih maju
dari pada penyampaian informasi secara ekspositori. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Kecenderungan lain dalam pendekatan kognitif adalah pendekatan
konseptual (Conceptual Approach). Jarolimek (1971) menyebutnya sebagai idea
cantered program atau program pembelajaran yang berorientasi pada ide atau
gagasan. Gagasan yang dimaksud adalah konsep, generalisasi, konstruk, ide
dasar, ide pokok, atau pengertian umum. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
D. |
Konsep |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Konsep merupakan suatu kata atau pernyataan yang berguna untuk
mengelompokkan benda, ide, atau peristiwa. (Banks, 1977 : 85) |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Jenis konsep berdasarkan sifatnya menurut (Fenton:1966,
Jarolimek:1971, Banks:1977) : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
a. |
Konsep teramati
adalah konsep yang contohnya dapat ditangkap pancaindra, seperti manusia,
rumah, jalan raya, bising, manis, merdu. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
b. |
Konsep tersimpul
adalah konsep yang contohnya harus disimpulkan dari beberapa hasil pengamatan
atau beberapa peristiwa sebagai indikator. Misalnya sopan, tertib, pahlawan,
makmur, dan adat. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
c. |
Konsep relasional
adalah konsep yang melibatkan jarak dan atau waktu. Misalnya adab, dasawarsa,
mile, lintang, bujur, isobar, isotherm, kawasan, dan landasan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
d. |
Konsep ideal
adalah konsep tersimpul yang lebih abstrak dan merupakan konsep yang
memerlukan pengumpulan indikator yang lebih luas. Misalnya keadilan,
Pancasila, takwa, nyaman, patriotik, kasih sayang, kejujuranm dan
kesejahteraan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
E. |
Generalisasi |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Menurut Banks (1977) generalisasi adalah pernyataan mengenai
keterkaitan dua konsep atau lebih. Secara umum generalisasi dapat digolongkan
menjadi tiga aras : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Generalisasi aras tinggi |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Generalisasi aras tinggi, berlaku secara universal, artinya
pernyataan itu berlaku, di mana saja, kapan saja, dan bagi siapa saja.
Contohnya interaksi antara manusia dengan lingkungannya mempengaruhi cara
pemenuhan kebutuhan. (Banks , 1977 :99) |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Generalisasi aras sedang |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Generalisasi aras sedang berlku terbatas pada suatu wilayah
budaya atau kurun waktu tertentu. Contohnya pada masa penjajahan Belanda
kesempatan pendidikan bagi rakyat Indonesia sangatlah terbatas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Generalisasi aras rendah. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Generalsisasi aras rendah berlaku lebih terbatas lagi pada
lingkup yang lebih sempit. Contohnya. Pada musim angin barat penghasilan
nelayan tradisional di Pelabuhan Ratu menurun karena terbatasnya frekuensi
dan jarak tangkap ikan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
F. |
Teori/Konstruk |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Teori atau konstruk merupakan bentuk pengetahuan tertinggi yang
dapat digunakan untuk menerangkan dan memperkirakan perilaku manusia (Banks,
1977:103). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Teori dibangun oleh generalisasi aras tinggi yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Melukiskan hubungan antarkonsep atau variabel yang didefinisikan
secara jernih. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Mengandung sistem deduksi yang secara logis ajeg atau tetap. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Merupakan sumber dari hipotesis yang sudah diuji kebenarannya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 2 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.2 |
Pendekatan Sosial, Personal dan
Perilaku dalam Pembelajaran IPS SD |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pendekatan sosial, personal, dan perilaku pada prinsipnya
merupakan bentuk sentuhan pedagogisnya terhadap dimensi sosial dan personal
atau dimensi inteligensia emosional atau emotional intelligence menurut
Goleman (1996). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
A. |
Emosi |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Emosi (emotion) sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,
perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Goleman
(1996) mengartikan emosi sebagai suatu perasaan dan pikiran atau suatu
keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Tercakup dalam emosi ini adalah amarah, kesehatan, rasa takut,
kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. (Goleman, 1996: 411-412).
Pikiran emosional cenderung bersifat cepat namun ceroboh atau tidak teliti. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Menurut W.T. Grand Consortiums, dalam Goleman (1966: 426-427)
keterampilan emosional mencakup hal-hal berikut : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Mengidentifikasi dan memberi nama perasaan-perasaan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Mengungkapkan perasaan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Menilai intensitas perasaan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Mengelola perasaan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Menunda pemuasan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
6. |
Mengendalikan dorongan hati. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
7. |
Mengurangi stres. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
8. |
Mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. |
Nilai dan Sikap |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Nilai |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Menurut Doley dan Copaldi (1965:32) kata value yang diterjemahkan
menjadi nilai memiliki dua sisi, yakni : |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Sebagai kata benda nilai mempunyai dua pengertian : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
1) |
Sebagai objek sesuatu dianggap suatu nilai, apabila memiliki
kualitas kebaikan atau harga (goodness atau worth). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
2) |
Sebagai pengamat suatu hal dianggap bernilai atau memiliki nilai
apabila dilihat dari pikiran seseorang sebagai memiliki, kualitas atau harga. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Dengan kata lain, sesuatu dapat dinilai memiliki value atau harga
apabila memang hal itu memiliki kualitas kebaikan dan dilihat oleh pengamat
sebagai hal yang baik. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Sebagai kata kerja menilai diartikan sebagai perilaku mental
untuk memberi atau mengatakan sesuatu sebagai memiliki kualitas kebaikan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Sikap |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Menurut Alports (1935) dalam Winataputra (1989: 148) sikap adalah
suatu kondisi kesiapan mental dan syarat yang terbentuk melalui pengalaman
yang memancarkan arah atau pengarah yang dinamis terhadap respons atau
tanggapan individu terhadap objek atau situasi yang dihadapinya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Sikap dapat dipahami sebagai kecenderungan seseorang untuk berbuat
berkenaan dengan objek atau situasi. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dilihat dari kadarnya sikap juga dapat bersifat simpleks atau
sederhana atau dapat pula bersifat multipleks atau rumit. Sikap yang simpleks
lebih mudah berubah dari pada sikap yang multipleks. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
C. |
Perilaku Sosial |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Perilaku sosial juga sering disebut keterampilan sosial (social
skills) atau keterampilan studi sosial (social studies skills) menurut (Marsh
dan Print, 1975, Jarolimeh, 1971). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Keterampilan sosial pada dasarnya mencakup semua kemampuan operasional
yang memungkinkan individu dapat berhubungan dan hidup bersama secara tertib
dan teratur dengan orang lain. Dengan demikian, dapat memerankan dirinya
sebagai aktor sosial yang cerdas secara rasional, emosional, dan sosial.
Semua itu mencerminkan pola perilaku sosial seseorang. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Berdasarkan bentuk pembelajar dapat dibuat dalam 2 kelompok
sebagai berikut : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Pembelajaran formal
yang menitikberatkan pada pemahaman dan analisis di dalam atau di luar kelas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Pembelajaran informal
yang menitikberatkan pada penghayatan, pelibata, dan penciptaan suasana yang
mencerminkan komitmen terhadap nilai dan sikap terutama di luar kelas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Khusus dalam pembelajaran formal (Simon, Howe, dan
Kirshenbaum (1972)) menawarkan 4 pendekatan yang berorientasi pada nilai dan
sikap sebagai berikut : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Transmisi nilai secara bebas |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Anak disajikan pilihan nilai secara bebas atas alternatif nilai
yang secara sosial dapat diterima dalam masyarakat Indonesia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Penanaman Nilai atau Value
Inculcation |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Proses pembelajaran nilai secara langsung mengenai konsep dan
nilai yang sudah dianggap baik. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Suri Teladan atau Modeling Model |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Menitikberatkan pada penampilan teladan atau keteladanan dalam
berbagibidang dan berbagai lingkungan kehidupan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Klarifikasi Nilai atau Value
Clarification |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Menitikberatkan pada langkah sistematis dalam menghayati,
memahami, dan melaksanakan nilai. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Langkah-langkahnya adalah : |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
I. |
Bangga atas nilai dan perilaku |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
1. |
Menunjukkan rasa senang dan bangga |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
2. |
Mengatakan nilai pada orang lain. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
II. |
Memilih nilai dan perilaku |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
3. |
Memilih dari berbagai kemungkinan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
4. |
Memilih setelah mengujinya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
5. |
Memilih dengan bebas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
III. |
Bertindak atas dasar pilihan itu |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
6. |
Bertindak atau berperilaku. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
7. |
Bertindak sesuai pola secara tetap/konsisten. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Pada dasarnya model klarifikasi nilai ini merupakan bentuk
komunikasi dialogis guru dengan peserta didik dalam memantapkan nilai yang
dihayati peserta didik atas pengarahan guru. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Klarifikasi nilai terintegrasi
struktur |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Menitikberatkan pada pembelajaran nilai melalui proses analisis
konsepbidang studi. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Beberapa model terpilih yang dapat diterapkan di SD, model
tersebut akan berbentuk model perpaduan atau model eklektik yang akan
dikemukakan sebagai berikut : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Pendekatan Ekspositori
Berorientasi Nilai dan Sikap |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Tujuannya adalh menyampaikan nilai/sikap secara dialogis melalui
ceramah, peragaan dan tanya jawab. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Langkah-langkahnya |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
1) |
Guru memilih semua nilai yang seharusnya di terima oleh semua
murid karena memang telah diterima kebenarannya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
2) |
Guru menyiapkan bahan peragaan berupa diagram, gambar , rekaman,
clipping dan lain-lain. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
3) |
Guru menyajikan konsep nilai dengan memanfaatkan peragaan yang
telah disiapkan diselingi dengan dialog yang hangat mengenai pentingnya
nilai. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
4) |
Menguasai peserta didik untuk menerapkan nilai-nilai yang telah
dikaji dalam kehidupannya sehari-hari. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
5) |
Pada kesempatan selanjutnya guru meminta laporan penerapan nilai
itu dan membicarakannya kembali di kelas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Pendekatan Analitik Keteladanan |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Tujuannya adalah menangkap nilai/sikap melalui analisis sampel
keteladanan dalam masyarakat dalam berbagai bidang, di berbagai tempat, dan
dalam berbagai era/kurun waktu, dan memotivasi peserta didik untuk
mengadaptasi keteladanan itu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Langkah-langkahnya : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
1) |
Guru mengambil sampel keteladanan dalam berbagai
bidang/tempat/era. contohnya: Nabi dan Rosul , pahlawan dll. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
2) |
Guru membaca dan menyediakan sumber informasi berupa buku,
majalah, clipping, koran dan lain lain mengenai teladan yang dipilih sebagai
teladan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
3) |
Guru memberikan pertanyaan mengapa. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
4) |
Secara berkelompok peserta didik mencari jawaban dengan
memanfaatkan sumber yang ada. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
5) |
Guru memimpin diskusi kelas setelah masing-masing kelompok
selesai mendapatkan jawaban dari sumber informasi yang tersedia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
6) |
Bersama peserta didik guru mengidentifikasi ciri-ciri
keteladanan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
7) |
Bersama peserta didik guru memilih ciri mana yang dapat
diterapkan oleh murid-murid sesuai dengan tingkat usia dan lingkungannya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
8) |
Guru menugaskan peserta didik untuk mencoba menerapkan ciri
keteladanan yang dipilihnya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
9) |
Pada kesempatan berikutnya guru meminta kesan-kesan penerapan
ciri keteladanan itu dari setiap peserta didik. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Sebagai catatan perlu ditambahkan hal-hal sebagai berikut. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
1) |
Sumber informasi keteladanan dapat
dikumpulkan bersama peserta didik. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
2) |
Teladan ang dipilih dapat berasal
dari pertimbangan guru atau peserta didik atau pilihan bersama. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
3) |
Janganlahmemilih sampel teladan
yang kontroversial (menimbulkan pertentangan pendapat). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
4) |
Dapat pula memilih teladan yang
masih hidup. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Pendekatan Kajian Nilai |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Tujuannya adalah menangkap nilai melalui kajian nilai secara
sistematis dan mendasar. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Langkah-langkahnya |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Langkah-langkah ini diadaptasi dari model Hunt and Metcalf’s
Decision Making. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
1) |
Membahas apa hakikat dari objek peristiwa atau kebijaksanaan yang
akan dinilai. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
2) |
Membahas konsekuensi penerapan kriteria dalam hal ini untuk
menilai masalah pemerataan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
3) |
Menguji keberlakuan kriteria dengan cara melihat kekurangan dan
kebaikan dari kriteria itu. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
4) |
Memberikan justifikasi kriteria dengan cara melihat apakah
kritera itu dapat diterapkan secara ajek/konsisten. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Pendekatan Integratif Konsep dan
Nilai |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Tujuannya adalah menangkap nilai yang melekat pada atau merupakan
implikasi dan suatu konsep melalui kajian akademis. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Langkah-langkah |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
1) |
Guru menetapkan suatu konsep yang akan dibahas yang memiliki
implikasi nilai atau mengandung nilai. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
2) |
Furu bersama peserta didik membahas sebab dan akibat secara
akademis melalui analisis pemecahan masalah dengan menggunakan matriks. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
3) |
Memusatkan perhatian pada sebab dan akibat dari sudut manusia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
4) |
Mengangkat isu nilai/sikap/moril dari masalah melalui dialog guru
dan peserta didik atau diskusi kelompok. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
5) |
Membahas secara analitis cara-cara dari sudut manusia dan
mengankat isue nilai/sikap/moral yang terkait pada cara-cara itu. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
6) |
Memusatkan perhatian pada faktor. Manusia termasuk pengetahuan
nilai/sikap/moral dalam menghadapi berbagai masalah yang terjadi dalam
kehidupan manusia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
7) |
Memberi penguasaan pentingnya unsur manusia khusus nilai, sikap,
moral dalam memelihara kelangsungan hidup agar lebih baik dan lebih
menenangkan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Keempat contoh pendekatan sosial, personal, dan perilaku pada
dasarnya merupakan sarana pembelajaran yang dapat dipakai oleh guru dalam
upaya mengembangkan dimensi sosial, personal, dan perilaku dalam pembelajaran
IPS di SD. Pendekatan ini secara utuh saling melengkapi dengan pendekatan
kognitif. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB III |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PENUTUPAN |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3.1 |
Kesimpulan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
a. |
Pendekatan mengandung arti cara pandang atau cara menyikapi
sesuatu dengan bertolak belakang dari asumsi tertentu. Pendekatan dalam
pembelajaran IPS di maksudkan sebagai cara pandang kita terhadap proses
belajar murid dalam mata pelajaran IPS, dan upaya menciptakan kondisi dan
iklim kelas yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Pendekatan sangat
penting bagi guru karena guru menjadi teladan actor sosial. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
b. |
Untuk SD sejarah dapat dibicarakan secara estetis diberikan untuk
manamkan rasa cinta kepada perjuangan,pahlawan, tanah air dan bangsa. Tujuan
pengajaran IPS adalah terbentuknya peserta didik sebagai aktor sosial yang
cerdas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
c. |
Terdapat beberapa pendekatan pembelajaran diantaranya,
ekspositeri/tradisional inquiry/discopery pendekatan interaksi sosial dan
pendekatan tingkah laku dalam strategi mengajar secara umum, terdapat tiga
tahapan pokok dalam strategi mengajar, yakni tahapan pemula, tahapan
mengajar, tahapan penilaian tindak lanjut. Tiga tahapan ini harus di tempuh. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3.2 |
Saran |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat mempelajari serta
memahami mareti yang disampaikan serta dapat mengambil manfaat nya. Mengingat
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun
dalam kesempurnaan penyususnan makalah ini sangat kami harapkan sehingga
materi yang disampaikan lebih mendalam dan mudah dipahami. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Daftar
Pustaka |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sadirjijo, Ischak. 2019. Pendidikan IPS di SD. Jakarta: PT
Gramedia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
0 comments:
Post a Comment