MAKALAH
PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
KEGIATAN BELAJAR 1
Definisi, Penyebab, dan Jenis-jenis kesulitan Belajar
A.
DEFINISI KESULITAN BELAJAR
Istilah yang digunakan untuk menyebut Anak Berkesulitan Belajar
(ABB) cukup beragam. Keragaman istilah ini disebabkan
oleh sudut pandang ahli yang berbeda-beda. Kelompok
ahli bidang medis menyebutnya dengan istilah brain injured, dan minimal brain dysfunction, kelompok ahli psikolinguistik menggunakan istilah language
disorders, dan selanjutnya dalam bidang pendidikan ada
yang menyebutnya dengan istilah educationally
handicaped. Namun, istilah umum yang sering digunakan oleh para ahli
pendidikan adalah learning
disabilities (Donald, 1967:1) yang diartikan sebagai "Kesulitan Belajar".
Oleh karena sifat kelainannya yang
spesifik, kelompok anak yang mengalami kesulitan belajar ini, disebut Specific Learning Disabilities, yaitu
kesulitan belajar khusus (Painting,
1983: Kirk, 1989).
Dalam dunia
pendidikan digunakan istilah educationally handicapped karena anak- anak ini mengalami
kesulitan dalam mengikuti
proses pendidikan, sehingga
mereka memerlukan layanan
pendidikan secara khusus (special need education) sesuai dengan bentuk dan derajat
kesulitannya (Hallahan dan Kauffman, 1991). Layanan pendidikan khusus yang dimaksud tidak hanya berkaitan dengan
kesulitan yang dihadapinya, tetapi
juga dalam strategi atau pendekatan bantuannya.
Istilah yang digunakan oleh para medis adalah brain injured, minimal
brain dysfunction, dengan
alasan bahwa dari hasil deteksi secara medis anak anak berkesulitan belajar
mengalami penyimpangan dalam perkembangan otaknya
yang diakibatkan oleh adanya
masalah pada saat persalinan atau memang sejak dalam kandungan mengalami penyimpangan. Penyimpangan
PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Perkembangan otak bukan merupakan
kelainan struktural, akan tetapi penyimpangan merupakan gangguan fungsional
(Dikot. Y., 1992:6). Sementara itu para ahli
bahasa menyebutnya dengan istilah language de serders karena anak-anak
berkesulitan belajar mengalami
gangguan dalam berbahasa. Gangguan bahasa yang dimaksud meliputi berbahasa ekspresif yaitu kemampuan
mengemukakan ide atau pesan secara lisan, dan
berbahasa reseptif yaitu kemampuan menangkap
ide atau pesan orang lain yang disampaikan secara lisan
Adapun pengertian tentang anak berkesulitan belajar khusus. sebagaimana dijelaskan oleh Canadian Association for Children and Adults with Learning
Disabilities (1981) adalah
mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah meskipun tingkat kecerdasannya termasuk rata-rata, sedikit
di atas rata-rata, atau sedikit di bawah rata-rata, dan apabila kecerdasannya lebih rendah dari kondisi tersebut
bukan lagi termasuk learning disabilities.
Keadaan ini terjadi sebagai akibat disfungsi minimal otak (DMO), yaitu karena adanya penyimpangan dalam perkembangan
otak yang minimal. dapat berwujud dalam berbagai kombinasi
gangguan seperti: gangguan
persepsi, pembentukan konsep,
bahasa.
ingatan, gangguan perhatian atau gangguan motorik. Keadaan ini
tidak disebabkan oleh gangguan primer
pada penglihatan, pendengaran, gangguan motorik, gangguan emosional, retardasi
mental, atau akibat lingkungan (Wright,
dkk., 1985)
Public Law (Hallahan dan Kauffman, 1991: 126) menjelaskan tentang "Specific Learning Disabilities" sebagai
gangguan pada satu proses psikologis dasar, terlihat di dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis dengan wujud seperti
ketidaksempurnaan mendengarkan,
memikirkan, membicarakan, membacakan, menuliskan, mengucapkan atau melakukan penghitungan matematis. Di dalam
istilah kesulitan belajar tercakup kondisi- kondisi hambatan
persepsi, cedera otak, disfungsi minimal
otak, disleksia, dan aphasi perkembangan. Istilah ini tidak mencakup
anak yang kesulitan belajar yang diakibatkan
hambatan visual, pendengaran, tunagrahita, gangguan fisik, gangguan
emosi, lingkungan, budaya, ekonomi
yang kurang menguntungkan, atau hal yang diakibatkan faktor dari diri luar anak.
The National
Joint Committee for Learning Disabilities (NICLD) mengemukakan bahwa kesulitan belajar adalah istilah
umum yang digunakan untuk kelompok gangguan yang heterogen
yang berupa kesulitan
nyata dalam salah satu atau lebih dalam mendengarkan, mengucapkan, membaca,
menulis, berpikir dan kemampuan matematika. Gangguan ini terdapat
di dalam diri seseorang
yang disebabkan adanya disfungsi minimal pada sistem saraf di otak Anak yang mengalami
kesulitan belajar mungkin
dapat mengalami hambatan
lain (misalnya berkesulitan belajar vang diakibatkan
perbedaan budaya, ketidaksempurnaan pengajaran, atau faktor-faktor lain yang datang dari luar dari anak),
kesulitan belajar yang dimaksud di sini terjadi bukan akibat langsung dari kondisi atau pengaruh faktor-faktor tersebut
Merperhatikan
pandangan dari berbagai ahli. pengertian anak berkesulitan belajar khusus tersebut tergambar
bahwa sumber penyebabnya yaitu pada *disfungsi sistem persarafan di pusat". Kondisi
"disfungsi" menunjukkan adanya ketidakberfungsian dari sistem
persarafan di otak sehingga tidak berperan sebagaimana mestinya. Gangguan yang terjadi pada aspek organis, atau proses
psikologis dasar ini berupa gangguan berbahasa, pengucapan, membaca, menulis ekspresif dan berhitung dan gangguan
ini tidak bersifat permanen, apabila sedini mungkin memperoleh
layanan yang
Berdasarkan
gambaran di atas. Anda dapat membuat batasan yang lebih sederhana sebagai berikut "Anak berkesulitan
belajar adalah anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya, yang disebabkan oleh adanya ketidakberfungsian sistem persarafan yang minimal di otak, atau gangguan dalam psikologis dasar, sehingga mengakibatkan terhambatnya dalam
melaksanakan tugas-tugas akademik dan berdampak terhadap prestasi belajar
rendah. Untuk mengembangkan potensinya secara optimal
mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus".
B. KLASIFIKASI KESULITAN BELAJAR
Kesulitan belajar
merupakan kelompok kesulitan
yang heterogen, sehingga
sulit untuk diklasifikasikan secara spesifik. Namun demikian, pengklasifikasian itu diperlukan dalam menentukan strategi pembelajaran yang sesuai. Kirk dan Gallagher
(1989:187)
menjelaskan bahwa kesulitan
belajar dibedakan dalam dua kategori
besar, yaitu: (1) kesulitan belajar
yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities)
dan (2) kesulitan belajar
akademik (academic learning disabilities).
Kesulitan
belajar yang berhubungan dengan perkembangan, mencakup gangguan perhatian, ingatan, motorik, persepsi,
berbahasa, dan berpikir. Sedangkan kesulitan belajar akademik mencakup kesulitan belajar
membaca menulis, dan berhubung atau matematika
Kesulitan belajar
perkembangan dapat mempengaruhi proses penerimaan, menginterpretasikan dan merespon sumulus
dan lingkungan Dengan demikian masalah sering
terjadi dalam proses penerimaan informasi tetapi tidak selalu dihubungkan
dengan masalah prestasi akademik
sebagai contoh, ada beberapa anak yang mengalami gangguan perceptual motor tidak mampu menulis akan tetapi ada juga anak yang tidak mampu menulis tapi bukan diakibatkan oleh adanya
gangguan pada persepsi motoriknya melainkan diakibatkan
karena kurang latihan atau memang kecerdasannya berada di bawah rata-rata atau tunagrahita Jadı, memiliki masalah
yang sama yaitu tidak dapat menulis dengan penyebab
vang berbeda. Oleh karena penyebabnya berbeda maka strategi pendekatan pembelajarannya pun akan berbeda pula.
Sebagai contoh, bagi anak berkesulitan belajar
yang dimaksud di sini, sebelum anak dapat belajar menulis, ia harus
memiliki keterampilan atau kemampuan
tertentu (sebagai prasyarat) seperti koordinasi mata tangan, mengingat dan kemampuan mengurutkan. Sedangkan untuk
belajar membaca, anak membutuhkan kemampuan membedakan stimulus visual dan auditori, mengingat, asosiasi, dan mengonsentrasikan perhatiannya.
Kesulitan belajar
akademik merupakan suatu kondisi yang secara signifikan menghambat proses belajar membaca, menulis, dan operasi
berhitung. Kesulitan tersebut tampak ketika anak sudah masuk sekolah
dan prestasinya di bawah potensi
yang dimilikinya. Rendahnya
prestasi tersebut bukan disebabkan oleh keterbatasan mental (tunagrahita),
gangguan emosi yang serius, atau
gangguan sensori seperti pendengaran dan
penglihatan, atau keterasingan dari lingkungan, akan tetapi prestasi rendah itu
karena adanya suatu ketidakmampuan
tertentu yang diakibatkan oleh karena adanya gangguan pada sistem persarafan minimal di otak,
Oleh karena
modul ini merupakan pengantar pendidikan anak berkebutuhan khusus, maka materi kesulitan
belajar ini tidak dibahas secara keseluruhan, tetapi akan lebih ditekankan
pada kesulitan belajar akademik, yang lebih dekat kaitannya dengan pekerjaan yang akan
dihadapi oleh Anda.
C. PENYEBAB KESULITAN BELAJAR
Para ahli mempunyai pandangan yang berbeda mengenai faktor-faktor
yang menyebabkan timbulnya kesulitan belajar (learning disabilities),
Namun, secara tegas dikemukakan oleh Roos (1970),
Siegel dan Gold (1982), serta Painting (1983),
bahwa kesulitan belajar
khusus disebabkan oleh disfungsi sistem sarat yang disebabkan oleh: (1) cedera otak pada masa perkembangan otak. (2) ketidakseimbangan zat-zat kimiawi di dalam otak, (3) gangguan
perkembangan sarat, dan
(4) kelambatan proses
perkembangan individu.
Ahli lain,
yaitu Hallahan dan kauttman (1901: 127-128) mengemukakan tiga faktor penyebab
kesulitan belajar, yaitu (1) organis biologis.
(2) genetik, dan (3) lingkungan
1.
Faktor Organis Biologis
Banyak ahli
yang meyakini bahwa timbulnya kesulitan belajar khusus pada anak disebabkan oleh adanya disfungsi dari
sistem saraf pusat. Bukti adanya gangguan dari
sistem saraf pusat terlihat dari studi yang dilakukan oleh E. Roy John,
dan kawan-kawan (1989) dengan
menganalisis hasil electro encephalogram (EEG) dan ditemukan adanya kelainan pada gelombang otak. Demikian
pula penelitian dari Hynd dan Semrud-Clikeman
(1989) yang menggunakan computerized tomographie scans (CT Scans)
ditemukan adanya gangguan saraf pada anak yang mengalami kesulitan belajar khusus
2.
Faktor Genetis
Munculnya anak-anak
berkesulitan belajar khusus,
dapat disebabkan oleh faktor genetis atau keturunan sebagaimana
dikemukakan oleh Finucci dan Child, (1983) serta Owen, Adams, Forrest, Stoltz dan Fisher (1971). Sementara itu,
dari hasil penelitian Olson, Wise,
Conners, Rack, dan Fulker (1989), ditemukan bahwa pada anak-anak yang kembar identik
(kembar siam) banyak yang mengalami kesulitan membaca,
3.
Faktor Lingkungan
Anak
berkesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor lingkungan sangat sulit untuk didokumentasikan. Meskipun demikian sering
dijumpai adanya masalah dalam belajar yang disebabkan
oleh faktor lingkungan seperti guru-guru yang tidak mempersiapkan program pengajarannya dengan baik atau kondisi
keluar yang tidak menunjang. Dengan demikian,
lingkungan yang menyebabkan timbulnya kesulitan belajar pada anak,
bukanlah bersifat primer (utama),
tetapi lebih banyak bersifat sekunder. Hal tersebut
tidak masuk kategori anak yang
disebut berkesulitan belajar yang dimaksud dalam modul ini, akan tetapi dapat memperberat kesulitan yang dialami
anak berkesulitan belajar.
Dari hasil penelitian para ahli diagnostik, ditemukan empat faktor
yang dapat memperberat gangguan dalam
belajar. Keempat faktor ini sering ditemukan pada anak yang mengalami kesulitan dalam belajar (Kirk Gallagher,
1989:197). Adapun keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Kondisi fisik
Kondisi fisik, meliputi gangguan visual, gangguan pendengaran,
gangguan keseimbangan dan orientasi ruang, body image yang rendah, hiperaktif, serta kurang gizi.
b. Faktor lingkungan
Lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah yang kurang
menguntungkan bagi anak, akan
menghambat perkembangan sosial, psikologis, dan pencapaian prestasi akademis. Pengalaman yang mengguncangkan jiwa, perasaan tertekan
dalam keluarga, dan kesalahan dalam mengajar juga dapat memperberat kemajuan belajar. Kecuali
faktor
lingkungan yang tidak menguntungkan ini mengakibatkan adanya
gangguan konsentrasi, memori, dan proses berpikir.
c. Faktor Motivasi dan afeksi
Kedua faktor ini dapat memperberat anak yang mengalami berkesulitan
belajar. Anak yang selalu gagal pada
satu mata pelajaran atau beberapa mata pelajaran cenderung menjadi tidak percaya diri, mengabaikan tugas, dan
rendah diri. Sikap ini akan mengurangi motivasi belajar dan muncul perasaan-perasaan negatif terhadap hal-hal
yang berhubungan dengan sekolah.
Kegagalan ini dapat membentuk pribadi anak menjadi seorang pelajar yang pasif (tak berdaya).
d.
Kondisi Psikologis
Kondisi psikologis anak berkesulitan belajar
terganggu sebagai akibat dari gangguan
perhatian, persepsi visual,
persepsi pendengaran, persepsi
motorik, ketidakmampuan berpikirdan keterlambatan dalam kemampuan
berbahasa. Gangguan-gangguan tersebut
mengakibatkan adanya gangguan psikologis seperti: frustrasi, kurang
percaya diri, drop out, kurang motivasi
untuk belajar dan hal-hal
negatif lainnya.
Perbedaan
antara faktor penyebab (faktor primer)
dan faktor yang memperberat (faktor
sekunder) merupakan hal yang mendasar
dalam melakukan intervensi (pembelajaran). Dalam pelaksanaannya harus dilakukan asesmen
atau pengamatan secara cermat dari
berbagai aspek sehingga dapat memilah mana yang merupakan faktor primer dan mana yang merupakan faktor sekunder.
KEGIATAN BELAJAR 2
Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar
A.
KARAKTERISTIK ANAK BERKESULITAN BELAJAR
SECARA UMUM
Menurut Clement
yang dikutip oleh Hallahan dan Kauffman (1991:133) terdapat sepuluh
gejala yang sering dijumpai pada anak berkesulitan belajar, yaitu: (1)
hiperaktif, (2) gangguan persepsi
motorik, (3) emosi yang labil, (4) kurang koordinasi, (5) gangguan perhatian, (6) impulsif, (7) gangguan
memori dan berpikir, (8) kesulitan pada akademik khusus (membaca, matematika, dan menulis), (9) gangguan dalam berbicara dan mendengarkan, dan (10) hasil electroencephalogram (EEG) tidak teratur
serta tanda neurologis yang tidak jelas.
Hallahan
menjelaskan bahwa tidak semua gejala selalu ditemukan pada anak yang mengalami kesulitan belajar, adakalanya hanya beberapa ciri yang tampak. Selanjutnya para peneliti mengelompokkan kesepuluh ciri tersebut dengan
menggabungkan hal-hal yang dianggap sejenis.
Adapun pengelompokannya adalah sebagai
berikut.
1.
Masalah Persepsi dan Koordinasi
Hallahan (1975) mengemukakan bahwa beberapa anak berkesulitan belajar
menunjukkan gangguan dalam persepsi penglihatan dan pendengaran. Masalah
ini tidak sama dengan masalah
ketajaman penglihatan dan ketajaman pendengaran, seperti yang dialami oleh seorang tunanetra atau
tunarungu. Sebagai contoh, anak yang mengalami
gangguan persepsi visual, tidak dapat membedakan huruf atau kata-kata
yang bentuknya mirip, seperti huruf "d" dengan "b" atau membedakan kata "sabit" dengan "sakit".
Kemudian anak yang mengalami masalah persepsi pendengaran mengalami
kesulitan untuk mendengarkan kata yang bunyinya
hampir sama, seperti
kata “kopi" dengan
“topi”.
Di samping
mengalami masalah dalam persepsi, pada anak berkesulitan belajar ada yang mengalami masalah dalam koordinasi
motorik, yaitu gangguan keterampilan motorik
halus seperti gangguan dalam menulis dan keterampilan motorik kasar
seperti tidak dapat melompat dan menendang
bola secara tepat.
2. Gangguan dalam Perhatian
dan Hiperaktif
Sebagian anak
yang berkesulitan belajar mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian
dan mengalami hiperaktif. Meskipun terdapat anak yang mengalami
masalah dalam perhatian dan
hiperaktif tanpa disertai kesulitan belajar, munculnya kesulitan belajar sangat tinggi di antara anak yang mengalami masalah perhatian dan hiperaktif.
Para ahli menekankan bahwa dalam hal ini masalahnya bukan pada kelebihan
geraknya akan tetapi yang lebih mendasar adalah masalah sulitnya
berkonsentrasi. Walaupun anak
banyak melakukan gerakan dalam batas-batas tertentu gerakannya lebih terarah, belum tentu disebut hiperaktif.
Anak yang hiperaktif banyak bergerak, akan tetapi tidak mengarah dan tidak bisa tenang dalam waktu yang
ditetapkan, seperti menyelesaikan pekerjaan dalam waktu 2–3 menit. Di samping itu, anak yang hiperaktif sulit untuk melakukan
kontak mata dan sulit untuk mengonsentrasikan perhatiannya. Tampaknya segala
stimulus yang ada di dekatnya diresponnya tanpa ada seleksi. Sebagai contoh, apabila
anak diberi tugas untuk melakukan
sesuatu, ia tidak dapat menuntaskan pekerjaannya karena
perhatiannya segera beralih pada objek lainnya.
3. Mengalami Gangguan dalam Masalah Mengingat dan Berpikir
a. Masalah mengingat
1)
Anak berkesulitan belajar
kurang mampu menggunakan strategi untuk mengingat
sesuatu. Contoh: kepada beberapa anak diperlihatkan suatu daftar kata
untuk diingat. Anak pada umumnya
secara spontan dapat mengategorikan kata-kata
tersebut agar mudah diingat, sedangkan anak berkesulitan belajar
tidak mampu melakukan strategi
tersebut.
Kemudian anak yang mengalami masalah persepsi pendengaran mengalami
kesulitan untuk mendengarkan kata yang bunyinya
hampir sama, seperti
kata “kopi" dengan
“topi”.
Di samping mengalami masalah dalam persepsi, pada anak berkesulitan
belajar ada yang mengalami masalah
dalam koordinasi motorik, yaitu gangguan keterampilan motorik halus seperti
gangguan dalam menulis
dan keterampilan motorik
kasar seperti tidak dapat melompat
dan menendang bola secara tepat.
2)
Anak berkesulitan belajar mendapat kesulitan untuk mengingat materi
secara verbal. Hal ini terjadi karena
mereka mempunyai masalah dalam pemahaman bunyi bahasa, sehingga sulit memaknai kata atau kalimat. Apabila
anak salah menangkap bunyi bahasa, maka akan
menimbulkan kesalahan dalam memaknai kata tersebut. Misalnya anak sulit
membedakan bunyi huruf “k” dan “t”,
sehingga kata “kopi” kedengarannya seperti “topi”. Dengan demikian ia mengalami kesalahpahaman dalam memaknai
kata tersebut.
b. Masalah berpikir
Berpikir meliputi kemampuan untuk memecahkan masalah sampai kepada
pembentukan konsep atau pengertian.
Anak berkesulitan belajar mengalami kelemahan dalam masalah tersebut. Contoh: bagaimana menentukan
strategi untuk menemukan kembali barang yang
hilang. Contoh lain adalah bagaimana mengungkapkan kembali suatu cerita
yang telah dibacanya. Anak yang
berkesulitan belajar tidak mampu untuk menemukan strategi yang diperlukan untuk kepentingan itu.
4.
Kurang Mampu Menyesuaikan Diri
Anak berkesulitan belajar menunjukkan gejala
kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada umumnya, anak yang mengalami
kesulitan belajar sering
mengalami kegagalan sesuai dengan tingkat kesulitannya. Dampak dari
kegagalan tersebut yaitu anak menjadi
kurang percaya diri, merasa cemas,
dan takut melakukan kesalahan yang
akan menjadi bahan cemoohan teman-temannya, sehingga ia menjadi raguragu dalam berinteraksi dengan lingkungannya atau ia mengasingkan diri.
5.
Menunjukkan Gejala sebagai Siswa yang Tidak Aktif
Anak
berkesulitan belajar kurang mampu melakukan strategi untuk memecahkan masalah
akademis secara spontan.
Hal ini terjadi karena mereka sering mengalami
kegagalan. Contohnya, anak berkesulitan belajar tidak berani menjawab
pertanyaan guru atau menjawab soal di papan tulis secara spontan.
6.
Pencapaian Hasil Belajar
yang Rendah
Sebagian anak berkesulitan belajar
memiliki ketidakmampuan dalam berbagai bidang akademik, misalnya dalam membaca,
pengucapan, tulisan, berhitung, dan sebagian
anak lagi hanya pada satu atau dua aspek
saja.
B. KARAKTERISTIK
KHUSUS ANAK BERKESULITAN MEMBACA
Pada uraian berikut ini dibahas mengenai
kesulitan khusus dalam membaca berdasarkan hasil-hasil penelitian sebagai
berikut.
1.
Gangguan Membaca Lisan
Lovitt
(1989:198) mengemukakan bahwa Loper melakukan dua eksperimen untuk meneliti kemampuan anak berkesulitan
belajar dengan cara memprediksi dan mengevaluasi keterampilan mengucapkan kata-kata. Eksperimen pertama dilakukan
pada anak-anak berkesulitan belajar dan anak-anak yang bukan berkesulitan belajar usia sekolah
dasar,
apakah mereka dapat mengucapkan kata secara benar dengan berbagai
variasi pengucapan atau tidak.
Beberapa kata dikelompokkan dari kata yang mudah diucapkan, sampai pada nada tinggi, nada rendah, dan kata yang sulit diucapkan. Hasilnya menunjukkan
bahwa dari variasi nada tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti antara dua kelompok anak tersebut. Akan
tetapi, anak-anak berkesulitan belajar tertentu kurang percaya diri pada kemampuannya untuk mengucapkan
kata-kata pada daftar kata yang mudah diucapkan.
Pada eksperimen
kedua, siswa-siswa diminta untuk memprediksikan tampilan kata- kata yang tidak punya arti dari tes
membaca di mana butirbutir pertanyaannya disusun berdasarkan tingkat kesulitan. Setelah itu mereka diberi tugas
untuk membaca kata-kata, dengan
urutan kegiatan sebagai berikut. Daftar kata-kata disusun untuk setiap peserta. Daftar itu meliputi rentangan kata yang
mudah sekali sampai yang paling sukar. Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang tidak berkesulitan belajar
dalam keterampilan pengucapannya menunjukkan perbedaan di
antara kedua kelompok itu terutama pada level
melaksanakan tugas-tugas tertentu.
Berbeda dengan anak yang bukan berkesulitan belajar, anak yang berkesulitan belajar kurang mampu membedakan
kata-kata yang berbeda secara ortografis. Akan tetapi, jika daftar kata tersebut tulisannya disamakan dan diklasifikasikan menurut tingkat kesulitannya, ternyata tidak ada perbedaan
di antara kelompok tersebut dalam hal ketepatan membaca.
2. Gangguan Ingatan Jangka
Pendek
Ingatan jangka
pendek merupakan sesuatu hal yang diperlukan untuk memahami isi bacaan. Anak yang mengalami kesulitan
membaca mengalami kesulitan merekam huruf yaitu mengeja
huruf secara teratur.
Baddeley
(Lovitt, 1989:199) menjelaskan bahwa dengan ingatan jangka pendek yang stabil, seseorang dapat menguasai huruf
secara stabil. Dengan demikian kemampuan untuk
membentuk kode fonologi
yang stabil dalam ingatan jangka pendek berkaitan
dengan kecakapan memahami isi
bacaan. Hasil tersebut sejalan dengan hipotesis bahwa pembaca yang terampil tampaknya lebih banyak
menyimpan kata-kata dalam bentuk fonologis dalam memori jangka pendek. Hal itu ditampakkan dalam kemampuan
membentuk fonologi secara cepat, yang membawa keuntungan tambahan untuk membantu
mengingat bunyi-bunyi huruf. Keuntungan kedua tampaknya memberikan tanda-tanda yang lebih stabil, yang membantu pembaca
memahami informasi di dalam ingatan
jangka pendek. Ketidakmampuan menghubungkan huruf dengan bunyi huruf secara cepat akan menghalangi pemahaman dan
penyimpanan informasi dalam ingatan jangka
pendek.
Pada anak
berkesulitan membaca, proses perekaman fonologi dalam ingatan jangka pendek tidak dapat berlangsung secara
sempurna. Beberapa pembaca berkesulitan belajar cenderung mengalami kekurangan dalam menghafal dan dalam
strategi mengingat yang dapat memberi
kemudahan dalam membaca.
3. Gangguan Pemahaman
Selain kesulitan
dalam kemampuan menyusun kata ke dalam kalimat, ada sejumlah bukti bahwa anak yang kesulitan
membaca kurang mahir dalam
menggunakan strategi dalam menulis teks. Kesulitan itu berhubungan dengan strategi kognitif
yang berbeda.
Anak-anak berkesulitan membaca menampakkan kelemahan
dalam pemahaman dan pendekatan melalui teks akan membuat
anak menjadi lebih pasif (Bransford, Stein, dan Vye, 1982). Selanjutnya mereka kurang efisien dalam strategi
membaca sepintas (Garner dan Reis, 1981). Pada anak berkesulitan membaca, perbedaan strategi
di dalam pemahaman teks dapat disebabkan oleh
kekurangan dalam penguasaan bahasa. (Downing,
1980).
Anak berkesulitan membaca mengalami kekurangan atau ketidakmampuan menemukan
teknik-teknik untuk memahami
teks (bacaan). Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan
menghubungkan kata dalam kalimat dan kelemahan dalam melakukan strategi, serta menunjukkan kekurangan
dalam memahami apa yang didengar. Beberapa peneliti
seperti Smiley, Oakley, Worthen, Campione, dan Brown (1977), menemukan bahwa pemahaman pendengaran pada anak-anak yang
mengalami kesulitan membaca mengalami gangguan.
Hasil penelitian tersebut mendukung hipotesis bahwa ada hubungan yang erat antara
pemahaman melalui pendengaran dengan keterampilan
membaca.
C. KARAKTERISTIK
KHUSUS ANAK BERKESULITAN MENULIS
Lovitt
(1989:225) mengemukakan bahwa pelajaran menulis meliputi menulis dengan tangan, mengeja, dan menulis ekspresif.
Oleh karena itu, dalam membahas karakteristik
khusus mengenai anak berkesulitan menulis ini mengacu pada pendapat tersebut.
1. Menulis dengan Tangan
Menulis dengan tangan disebut
juga menulis permulaan. Lovitt (1989:237) mengemukakan bahwa anak berkesulitan
belajar memiliki berbagai masalah dalam menulis tangan, seperti: 1) menulis dengan lambat; 2) salah dalam
menulis huruf dan angka; 3) tulisannya terlalu miring; 4) jarak tulisannya
terlalu rapat; 5) kesulitan mengikuti
garis lurus;
6) tulisan tidak terbaca; 7) tekanan pensil
yang terlalu kuat atau terlalu
lemah; serta 8) tulisan
yang berbayang. Sedangkan Lerner (1985:402) mengemukakan bahwa kemampuan menulis
dipengaruhi oleh faktor motorik, perilaku,
persepsi, memori, kemampuan
melaksanakan cross modal, penggunaan tangan yang dominan,
serta kemampuan memahami
instruksi. Karakteristik gangguan
menulis permulaan sebagai
akibat perkembangan motorik
yang belum matang atau mengalami
gangguan, antara lain: tulisannya tidak jelas, terputus-putus, atau tidak mengikuti
garis. Akibat dari gangguan perilaku seperti hiperaktif atau perhatian yang mudah teralihkan, dapat menyebabkan kegiatan menulisnya terhambat. Gangguan
dalam persepsi visual menyebabkan anak sulit
membedakan huruf, seperti d dengan b, h dengan n, dsb. Sedangkan
gangguan persepsi auditoris dapat
menyebabkan anak kesulitan dalam menuliskan kata-kata yang diucapkan guru atau orang lain. Gangguan
memori visual menyebabkan anak kesulitan untuk mengingat
huruf atau kata, sedangkan gangguan memori auditoris menyebabkan anak sulit menulis kata-kata yang baru saja diucapkan
guru atau orang lain. Gangguan melaksanakan cross modal (menyangkut kemampuan
mentransfer dan mengorganisasikan fungsi visual ke
motorik) menyebabkan gangguan koordinasi mata dan tangan sehingga
tulisannya menjadi tidak jelas, terputusputus, atau tidak mengikuti
garis lurus. Kemudian
anak yang kidal tulisannya sering terbalik-balik. Sedangkan
gangguan memahami instruksi
dapat menyebabkan anak keliru dalam
menulis kata-kata yang sesuai perintah guru.
2.
Mengeja
Pada hakikatnya mengeja adalah memproduksi urutan huruf secara
benar dari suatu kata, baik dalam
bentuk ucapan maupun tulisan. Perbedaan urutan huruf akan menghasilkan kata yang berbeda makna atau mungkin tidak
bermakna. Kesulitan mengeja terjadi apabila anak tidak memiliki memori yang baik tentang huruf-huruf, baik memori
visual maupun memori auditif. Kesulitan
mengeja dalam bentuk tulisan ditandai dengan adanya:
a. penambahan huruf yang tidak
diperlukan (Bandung-bandunga);
b.
penghilangan huruf (Bandung-badung); muncul pola-pola bicara dialektis (Bandung-
embandung);
d. muncul penggantian huruf seperti kesalahan ucapan (roti-wroti);
e. memutar balikkan huruf dalam kata seperti ibu ditulis ubi;
f.
memutar balikkan penempatan konsonan atau vokal dalam kata, seperti berjalan
ditulis bejrlan;
g. memutar balikkan suku kata dalam kata seperti laba ditulis bala;
h. kombinasi dari kesalahan-kesalahan di atas.
3. Menulis Ekspresif
Menulis
ekspresif adalah mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui tulisan yang dapat dipahami oleh para pembaca yang
sebahasa. Anak yang mengalami kesulitan dalam
menulis ekspresif, ditandai
dengan kurang terampilnya mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui
tulisan, baik ditinjau
dari segi panjang
karangan, keindahan tulisan,
penulisan ejaan, penggunaan tata bahasa, maupun dari segi ideasi (antara
lain menyangkut substansi dan keterpahaman tulisan).
4.
Karakteristik Khusus Anak Berkesulitan Matematika/Berhitung
Anak
berkesulitan belajar matematika/berhitung, memiliki masalah dalam memahami istilah
matematika dasar atau belajar operasi
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, serta simbol-simbol dalam matematika. Anak yang mengalami
kesulitan tersebut, antara lain menunjukkan karakteristik sebagai
berikut.
1.
Kesulitan mengenal
dan memahami simbol
seperti +, -, X, :, >,<,),
dsb.
2. Kesulitan mengoperasikan hitungan/bilangan.
3. Sering salah membilang secara urut.
4.
Ketidaksesuaian dalam menghitung benda secara berurutan
sambil menyebutkan bilangannya. Misalnya anak telah
mengucapkan “empat”, tetapi tangannya menunjuk pada benda urutan ke tiga, atau sebaliknya, tangannya menunjuk benda
urutan ke enam, namun anak baru mengucapkan bilangan
”lima”.
5.
Sering salah membedakan
angka, seperti angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan
8, dan sebagainya.
6. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
Di samping
karakteristik di atas, Bley & Thornton (Lovitt, 1989:287) mengemukakan sebelas kategori perilaku utama pada anak
yang mengalami kesulitan belajar matematika.
Setiap kategori adalah contoh dari bagaimana suatu masalah bisa dicatat sebagai salah satu kekurangan visual atau pendengaran.
Namun, karakteristik tersebut tidak terdapat pada semua anak berkesulitan belajar dan sebaliknya beberapa di
antaranya mungkin terdapat pada anak
yang tidak berkesulitan belajar. Kesebelas kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.1.
1.
Keterkaitan Kegagalan
Kemampuan dalam matematika, sudah tentu berhubungan dengan kemampuan membaca.
Siswa berkesulitan membaca
akan memiliki masalah
dalam matematika, terutama dalam soal cerita. Demikian juga
masalah dalam menulis permulaan atau kesulitan
dalam menggambar bentuk sederhana, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan
matematika. Kemampuan matematika juga rendah, apabila
siswa memiliki kesulitan
memahami konsep seperti
konsep waktu, ruang, arah, dan jumlah. Dengan demikian, keberhasilan atau kegagalan siswa dalam matematika sangat berkaitan dengan kemampuannya dalam bidang lain.
2.
Kegagalan Pembelajaran
Sebagian besar
anak berkesulitan belajar menerima layanan pembelajarannya di ruang khusus. Namun, sering kali guru
tidak siap untuk memberikan pembelajaran kepada siswa tentang perhitungan sederhana. Berkaitan dengan hal tersebut,
Cawley mengidentifikasi empat tipe kegagalan dalam pembelajaran.
a.
Pembelajaran merupakan ketidaktepatan atau keterbatasan dalam mengembangkan keterampilan berpikir.
b.
Siswa harus melewati satu keterampilan menuju keterampilan lainnya, sebelum mencapai tingkat
mampu.
c. Kadang-kadang guru membetulkan konsep anak terlalu
cepat, ketika mereka seharusnya membantu
siswa dalam matematika..
d. Asesmen
terhadap kemampuan siswa tidak lengkap, sedangkan kemampuan siswa harus dianalisis (dipelajari) dari pada dinilai.
3.
Kegagalan Individu
Di antara
karakteristik siswa yang dipercaya telah berkontribusi terhadap kegagalan dalam aspek matematika adalah kekurangan
perhatian dan masalah dalam menuliskan atau
membaca tanda (encoding), memori, atau
pengorganisasian.
KEGIATAN BELAJAR 3
Intervensi Anak Berkesulitan Belajar
A. INTERVENSI TERHADAP
ANAK BERKESULITAN MEMBACA
Uraian tentang
intervensi terhadap siswa berl tan mei ca akan membahas tentang: tipe (bentuk) kesulitan
membaca, asesmen kemampuan
membaca, prosedur intervensi kesulitan membaca, dan pendekatan, serta teknik
dalam intervensi kesulitan membaca.
1.
Tipe (Bentuk) Kesulitan
Membaca
Secara umum, M. Monroe (dalam
Permanarian, 1992:7) membagi
kesulitan membaca menjadi
delapan bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Kurang mengenal huruf.
b. Bingung urutan letak
huruf. Contoh: "a-na" dibaca "a-an".
c. Menambah suara yang tidak ada. Contoh: "saya" dibaca "sayah".
d. Menghilangkan huruf yang ada
Contoh: "sudah" dibaca "udah", "ekspor" dibaca "espor",
dan sebagainya.
e. Mengganti kata. Contoh: "itu" dibaca "ini".
e.
f. Mengulang kata
Contoh: "Ali
pergi ke Jakarta" dibaca "Ali A..A..
Ali pergi ke Jakarta".
g. Menambahkan kata yang tidak ada dalam bacaan.
Contoh: "Ini rumah Didi" dibaca "Ini rumah si
Didi". h. Menghilangkan kata yang ada dalam bacaan.
Contoh: "Ini
rumah si Mamat" dibaca "Ini rumah Mamat".
Hasil pengamatan di lapangan terhadap
beberapa kasus (siswa kelas empat SD), ditemukan
berbagai tipe gangguan
dalam membaca, yaitu sebagai berikut.
a.
Menghilangkan huruf
Contoh: “Hujan lebat disertai angin kencang menimpa desa keluarga
Ani”. dibaca ”Hujan lebat disertai angin kencang
mempa desa keluarga Ani”.
b.
Menghilangkan kata
c.
Contoh: “Tahun 1942, negara kita dijajah Jepang”.
dibaca “Tahun 1942 kita dijajah
Jepang“. Kata negara
tidak terbaca. Menambah huruf
Contoh: “saya“ dibaca “sayah”; “sebelum” dibaca “sebelumnya”; dan
“pendaratan” dibaca “pendaratannya”
d. Penggantian huruf dan kata
Contoh : “Ada apa kamu datang?” dibaca “Ada-ada kamu patang?” “Sampaikan
salamku” dibaca “sampikan salahku”
“Supaya lalu lintas aman dan tertib, sepanjang jalan dipasang rambu lalu lintas”, dibaca “Supaya lalu
lintas aman dan damai sepanjang jalan dipasang
rambu lalu lintas”. Kurang memperhatikan tanda baca
e.
Tanda baca berupa tanda titik (.), koma (,), dan tanda tanya (?)
sering diabaikan, sehingga intonasi
kalimat tidak dapat dirasakan. Penghentian sementara dalam membaca dilakukan melalui pemindahan baris yang dibacanya.
Anak akan berhenti membaca dengan intonasi yang
benar apabila dalam pemindahan baris, kalimatnya selesai atau titik (.). f.
Pemahaman isi bacaan
Anak sering kali tidak dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan
dengan isi bacaan. Hal ini diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan yang dia lakukan
(seperti contoh yang telah disebutkan di atas), mempersulit pemahaman isi bacaan.
Di samping itu dalam menjawab pertanyaan, kata kunci dari setiap
jenis pertanyaan belum dipahami
dengan baik. Kata kunci tersebut antara lain siapa, di mana, kapan, dan
mengapa. Pertanyaan dengan kata
kunci siapa berkaitan dengan nama orang; di mana berkaitan dengan tempat; kapan berkaitan dengan saat
terjadinya, dan mengapa berkaitan dengan sebab
akibat. Hal tersebut tidak dipahami benar oleh anak, sehingga ia tidak
dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
2.
Asesmen Kemampuan Membaca
Asesmen kemampuan membaca bertujuan untuk: (a) menentukan
pengelompokan anak secara tepat untuk pengajaran, (b) menunjukkan secara tepat kebutuhan
belajar anak secara spesifik, (c) menilai kekuatan
dan kelemahan dari program pengajaran, (d) mengakses perkembangan membaca seseorang, dan (e) pertanggungjawaban kepada orang tua/masyarakat.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, ada dua bentuk asesmen yang
dapat digunakan, yaitu asesmen
formal dan informal.
Asesmen secara formal dilakukan dengan tes-tes standar
(sudah dibakukan), sedangkan
asesmen informal tidak menggunakan norma sebagai
alat untuk menafsirkan kualitas dan performance siswa. Keterampilan anak
dinilai semata-mata didasarkan kepada kriteria yang
ditetapkan terlebih dahulu.
Asesmen formal
Tes yang dipergunakan untuk melakukan asesmen secara formal,
meliputi: tes survei, tes diagnostik, dan tes prestasi.
1) Tes Survei
Tes survei diberikan
untuk mengukur kemampuan
kelompok; cara ini digunakan untuk
mengukur kemampuan secara umum dalam bidang tertentu dan bukan untuk
mengukur sesuatu tentang kemampuan
individual. Tes survei kebanyakan digunakan pada permulaan ajaran untuk mengidentifikasi siswa yang
memiliki masalah-masalah secara global, seperti analisis kata, perbendaharaan kata, dan pemahaman.
Teknik ini tidak dapat digunakan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan khusus
yang dialami anak.
2) Tes Diagnostik
Tes diagnostik menghasilkan informasi yang lebih tepat. Secara
ideal tes diagnostik tidak hanya
menyajikan kelemahan-kelemahan individu secara spesifik, tetapi juga memberi
tahu apa yang harus dilakukan untuk
membantu memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut. Tes seperti ini
mengasesmen sub-sub keterampilan yang luas seperti
identifikasi huruf, bunyi huruf, analisis struktur, pemahaman tentang kata, kombinasi bunyi
dan pemahaman isi bacaan.
Salah satu tes diagnostik adalah Woodcock Reading Mastery Test (Woodcock,
1973). Seri tes ini dikembangkan
untuk anak taman kanak-kanak sampai sekolah dasar kelas enam. Tes ini didesain
untuk digunakan secara individual, yang terdiri dari 5 sub tes secara
berurutan dari yang mudah sampai ke yang sulit. Kelima sub tes tersebut
adalah sebagai berikut.
a) Pengenalan Huruf
Sub tes ini mengukur kemampuan
menyebut huruf dalam alfabet. Kepada anak diperlihatkan 5 - 10 huruf dalam kartu
kemudian anak disuruh menyebutkan nama-nama huruf tersebut.
Pada akhir kelas empat, siswa seyogianya sudah dapat menyebutkan seluruh huruf dalam alfabet secara sempurna.
b) Pengenalan Kata
Sub tes ini terdiri dari 150 kata yang ditulis
dalam kartu, setiap kartu berisi 10 kata. Rentangan
kesulitan mulai dari kata-kata yang mudah seperti kata: bola, topi, dan
berakhir dengan kata-kata yang sulit
diucapkan ataupun sulit dimengerti seperti: kualitas, psikologi, dan sebagainya. Tugas anak adalah menyebutkan kata-kata tersebut.
c)
Menganalisis Kata
Sub tes ini mengukur kemampuan untuk mengidentifikasi dan
mengucapkan kata-kata yang tidak mempunyai
arti dengan menerapkan bunyi huruf dan menganalisis struktur
bunyi huruf. Tes ini terdiri
dari 50 item dan setiap kartu berisi 10 item meliputi konsonan dan vokal. Contoh:
Kepada anak diperlihatkan kata “bele” (tidak mempunyai arti). Anak tersebut
ditugaskan untuk mengucapkan bunyi-bunyi huruf tersebut dalam kesatuan kata.
d) Pemahaman Kata
Sub tes ini mengukur pengetahuan arti kata dalam bentuk analogi.
Setiap analogi terdiri dari satu
pasang kata. Sebagai contoh: kata yang pertama berhubungan dengan kata yang kedua, dan siswa harus mengisi kata yang
kedua setelah penguji mengucapkan kata yang pertama. dingin,
matahari.....
misalnya; salju
Untuk kelas-kelas rendah soalnya dibacakan oleh penguji dan untuk
kelas lebih tinggi soal dibaca oleh siswa sendiri secara
perlahan, kemudian
melengkapi analoginya dengan ucapan yang keras.
e) Pemahaman bagian bacaan
Sub tes ini terdiri dari 85 bagian untuk mengukur
kemampuan memahami bacaan,
menganalisis kata, dan keterampilan mengartikan kata. Pada setiap bagian
ada kata-kata yang hilang,
dan siswa bertugas
untuk mengisi bagian yang hilang
itu. Tes ini merupakan tes baku, namun Anda dapat membuat
sendiri tes seperti ini (sebagai asesmen informal) dengan menggunakan teknik cloze
procedure.
3) Tes hasil belajar
Tes hasil belajar
dalam membaca sering digunakan pada akhir tahun ajaran untuk mengukur apakah siswa telah menguasai keterampilanketerampilan tertentu
dalam membaca.
Asesmen informal
Asesmen informal yang dapat Anda pergunakan, antara lain sebagai
berikut. 1) Informal Reading Inventories (IRI)
Kebanyakan IRI dibuat oleh guru dengan menggunakan bahan-bahan yang
biasa diajarkan di kelas. Keuntungan
dari tes ini adalah berhubungan secara langsung dengan kurikulum. Tahapan
tes ini adalah sebagai berikut.
(a) Siswa diminta untuk membaca satu set daftar
kata.
(b)
Siswa mulai membaca
suatu wacana yang terdiri dari beberapa bagian,
yang keseluruhan kata dalam
wacana tersebut berkaitan dengan daftar kata yang telah dibaca siswa.
(c)
Setelah setiap bagian dibaca, siswa harus menjawab
pertanyaan yang bersifat
pemahaman.
(d)
Kemampuan membaca lisan dan kesesuaian dalam menjawab pertanyaan
pemahaman ditentukan dengan
kesuksesan pada 95% untuk ketepatan pengucapan kata dan 75% untuk pertanyaan pemahaman. Namun, proses
tersebut masih bisa dilanjutkan hingga mencapai kriteria ketidaktergantungan dalam membaca, yaitu 99% untuk
ketepatan pengucapan kata dan 95%
untuk pertanyaan pemahaman.
Sedangkan jangkauan dengan kriteria frustrasi
atau ketidakberhasilan dalam membaca, adalah apabila jangkauannya kurang
dari 90% untuk ketepatan kata dan 50%
untuk pertanyaan pemahaman. (e) Membaca dalam hati dan lisan dilakukan
berganti-ganti dari
satu bagian ke bagian berikutnya.
Membaca daftar kata dan wacana (tahap a dan b), dilakukan baik
secara lisan maupun dalam hati.
Demikian juga pertanyaan diberikan secara lisan dan tertulis. Bentuk asesmen seperti ini dikembangkan oleh Goodman
(1973), yang menyarankan bahwa kualitas dari
kesalahan membaca siswa dapat ditentukan dengan mempertanyakan di mana batas
kesalahan dari pemahaman
pembaca terhadap suatu bacaan. Melakukan
kesalahan merupakan hal yang
sangat serius, karena dengan melakukan kesalahan tersebut dapat mengakibatkan kesalahan arti yang dibaca.
Apabila sudah ditemukan 25 kesalahan, maka analisis
kesalahan siswa dapat dilakukan.
Anda dapat menyusun
sendiri tes ini, yaitu dengan menyusun daftar kata, kemudian
membuat suatu wacana dengan menggunakan katakata yang ada dalam daftar kata tersebut.
Selanjutnya ikuti tahapan tes
yang sudah dijelaskan di atas.
2) Cloze procedure
Teknik ini dikembangkan oleh Taylor (1983), adapun
langkahlangkahnya adalah sebagai berikut:
(a) Pilih sebuah
wacana yang terdiri
dari 250-500 kata (sumber lain menyebutkan antara
100-250).
(b) Hilangkan kata-kata pada setiap kata yang kelima.
(c) Pada kata yang hilang diberi
garis panjang.
(d) Jangan menghilangkan kata-kata dari kalimat yang pertama dan terakhir.
(e) Siswa diminta
untuk membaca paragraf itu dan menebak kata apa yang harus diisi pada titik-titik itu.
(f) Hitunglah jumlah
kata-kata yang benar,
kemudian buat persentase dari kata yang diisi dengan
benar itu. Keuntungan cloze procedure, sebagai berikut.
(a) Dapat mengukur proses
membaca.
(b) Mensyaratkan level pikir tinggi dari pada pertanyaan yang bersifat biasa.
kemampuannya. Farr dan Roser dalam Lovitt (1989:205) mengemukakan
empat cara untuk memperoleh informasi
tentang minat baca, yaitu: observasi, inventori minat, wawancara dengan anak, dan wawancara dengan orang
tua. Para pengamat hendaknya memperoleh gambaran
tentang tingkah laku dan sifat-sifat anak untuk menentukan kapan sebaiknya observasi
terhadap kegiatan membaca dilakukan.
Dalam melakukan observasi, terlebih dahulu Anda harus
mempertanyakan dalam pikiran Anda antara lain tentang:
bagaimana sikap siswa terhadap membaca,
apakah siswa memiliki
minat membaca secara khusus, apakah siswa memperoleh kemajuan dalam membaca,
apakah siswa memiliki
semangat dalam membaca,
kelebihan dan kelemahan apa yang ditunjukkan siswa dalam membaca, apakah anak membaca
lisan dengan kata demi kata atau
dengan lancar, kesalahan apa yang dilakukan siswa secara konsisten, serta apakah siswa menunjukkan perhatian yang
berharga terhadap arti dan makna (Mercer &
Mercer, 1989:346).
Inventori minat merupakan
suatu bentuk asesmen
dengan mengemukakan pernyataan- pernyataan yang berhubungan dengan kegiatan membaca. Anak
diminta untuk memilih pernyataan-pernyataan
yang sesuai dengan minatnya. Selanjutnya dilakukan pencatatan tentang
minat anak tersebut.
Demikian juga wawancara dapat dilakukan terhadap orang tua maupun anak itu sendiri untuk
memperoleh informasi tentang minat dan kebiasaan anak dalam membaca.
3. Prosedur Intervensi Kesulitan Membaca
Intervensi terhadap siswa yang berkesulitan membaca dilakukan melalui
tahapan berikut.
Identifikasi masalah a.
Identifikasi masalah dilakukan
dengan mencari, menandai,
dan menemukan tipe-tipe
kesulitan membaca. Untuk mengidentifikasi masalah ini Anda dapat
melakukan asesmen kemudian
menganalisisnya. Jenis asesmen yang digunakan dapat berupa asesmen formal maupun informal, sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dalam melakukan
tahapan ini, Anda juga dapat mengacu pada delapan tipe-tipe kesulitan
membaca yang dikemukakan oleh M. Monroe dengan mengamati perilaku membaca
siswa.
b. Diagnosis
Langkah ini dimaksudkan untuk menemukan sebab-sebab kesulitan
membaca pada diri siswa. Tahapan ini
memiliki peran yang penting karena untuk menentukan program layanan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Penyusunan program
layanan
Program layanan intervensi dalam belajar membaca dibedakan atas
program delivery dan kurikuler. Program
delivery merupakan layanan bantuan belajar membaca yang dilakukan dengan mendatangkan guru ahli dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus untuk mengintervensi kesulitan membaca, menata
kelas sehingga dapat merangsang anak untuk belajar
membaca atau mengirim siswa yang memiliki kesulitan untuk memperoleh layanan bimbingan
membaca. Sedangkan program
kurikuler, dilakukan dengan memberikan pengajaran remedi (remedial teaching) pada siswa-siswa yang berkesulitan membaca.
d. Evaluasi
Kegiatan evaluasi ditujukan pada dua sasaran, yaitu hasil dan
proses bantuan. Keberhasilan layanan bantuan
belajar membaca terlihat
dari berkurangnya kesulitan
atau kesalahan dalam membaca dan memahami bacaan.
Sedangkan penilaian proses dimaksudkan untuk
menganalisis pelaksanaan bantuan mulai dari tahap perencanaan,
penyusunan program, sampai pada kegiatan layanan
bantuan. Melalui penilaian
proses akan dapat dideteksi kelemahan-kelemahan ataupun
hal-hal yang menunjang kegiatan layanan bantuan.
Dari
hasil penilaian tersebut,
guru dapat menyusun
program baru berdasarkan pada permasalahan kesulitan membaca yang belum terselesaikan dengan tuntas.
4.
Pendekatan dan Teknik
dalam Intervensi Kesulitan Membaca
Siswa yang mengalami kesulitan membaca memiliki bentuk dan tingkat
kesulitan yang beragam.
Oleh karena itu, model-model pendekatan yang dipergunakan untuk mengintervensi kesulitan
membaca bervariasi pula. Carnine & Silbert dalam Mercer & Mercer (1989:366) mengemukakan dua pendekatan pokok dalam mengajar
membaca permulaan. Kedua pendekatan tersebut
adalah, pendekatan dengan penekanan pada lambang
atau yang menekankan pada bunyi huruf dan pendekatan dengan penekanan pada makna, atau yang menekankan pada
penggunaan kata. Teknik yang diklasifikasikan ke dalam pendekatan dengan penekanan pada lambangantara lain adalah
teknik Gillingham dan Stilman
serta teknik fernald berikut ini.
Teknik Gillingham dan Stillman
Gillingham dan Stillman
berpendapat bahwa siswa yang mengalami
hambatan bahasa secara khusus, hanya dapat belajar
membaca secara baik jika metode yang dipilih sesuai dengan perkembangan fungsi bahasa yang digunakan
Teknik ini dimulai dari sebuah cerita yang mengikuti perkembangan
komunikasi mulai dari bahasa lisan
sampai ke penulisan alfabet. Sejalan dengan cerita tadi instruktur menjelaskan kepada siswa bahwa kesulitan yang dialami
tidak bersifat unik, artinya dialami oleh semua orang. Setelah pendahuluan diberikan, latihan diberikan
secara berurutan mulai dari mengenalkan huruf dan bunyinya,
menyambungkan bunyi huruf menjadi kata dan berakhir dengan membaca kalimat dan cerita.
1) Mengenal huruf
Siswa diberikan pelajaran tentang bunyi yang berwujud huruf, lalu
menyambungkan huruf- huruf tersebut
menjadi kata. Rumpun kata diajarkan
melalui asosiasi yang melibatkan proses visual dan kinestetik. Guru menunjukkan huruf dan mengucapkannya, siswa mengulangnya.
Proses ini digunakan untuk bunyi yang berwujud huruf. Untuk mengajarkan pola huruf guru menulis dan menjelaskan pola-pola huruf, siswa menelusuri garis-garis huruf,
meniru huruf, menulis huruf dari ingatan, dan menulis huruf tanpa melihat apa
yang ditulisnya. Beberapa petunjuk pelaksanaan adalah sebagai berikut.
a) Huruf diperkenalkan melalui
kata lembaga, misalnya
huruf "b" dalam kata "bola".
b)
Menggunakan kartu latihan untuk mengenalkan setiap huruf. c) Siswa
membedakan vokal dan konsonan
dengan mengucapkannya dan mengasosiasikan dengan kartu latihan yang diwarnai.
Misalnya warna biru untuk konsonan dan merah untuk vokal.
d) Huruf-huruf pertama yang diperkenalkan hendaknya yang
menimbulkan bunyi yang jelas dan menggambarkan pola-pola yang jelas.
2) Merangkai huruf menjadi kata
Setelah siswa menguasai sepuluh huruf, huruf-huruf itu disambungkan
menjadi kata. Dalam latihan ini siswa
melihat beberapa kartu latihan huruf dan menyambungkan bunyi-bunyinya sehingga menjadi kata. Kata-kata ini
dicetak pada kartu berwarna dan ditempelkan pada papan kata. Apabila siswa sudah memiliki sejumlah kata dalam
lemari kata, diadakan latihan kebalikannya
yaitu siswa diminta menguraikan kata-kata menjadi unsur bunyi. Pada saat itu juga siswa menulis kata-kata sambil
menyebutkan tiap-tiap huruf yang ditulis. Anda dapat membandingkan cara ini dengan metode SAS yang mungkin sudah sering Anda gunakan.
3) Membaca kalimat dan cerita
Latihan membaca kalimat
dan cerita dapat dimulai setelah
siswa dapat membaca
dan menulis kata yang lebih
dari tiga huruf. Cerita pertama yang dibaca dan ditulis hendaknya sederhana tetapi struktur katanya tepat.
Cerita ini dibaca dalam hati, lalu dibaca keras di depan guru.
b. Teknik
fernald
Teknik ini terdiri dari empat tahapan berikut. Tahap
satu
Pada tahap ini siswa memilih kata-kata yang dipelajari, tiap kata
dituliskan dengan krayon pada kertas
dengan tulisan miring. Siswa menelusuri
kata dengan jari dan membunyikan tiap
bagian kata sesuai dengan perjalanan selusur. Penelusuran diulangi berkali-kali
sampai siswa dapat menulis kata pada
secarik kertas lain tanpa melihat contoh. Kata yang telah dipelajari dimasukkan ke dalam file sesuai dengan alfabetnya. Setelah mempelajari beberapa kata diharapkan siswa menyadari
bahwa dirinya dapat membaca dan menulis. Pada
saat itu diperkenalkan cara menulis cerita. Siswa mempelajari kosakata baru
untuk menyampaikan jalannya
cerita. Sebelum cerita dapat ditulis
oleh siswa, ia harus mempelajari kembali kata demi kata dengan teknik selusur.
Sesudah belajar kata dan menuliskan cerita, kemudian
siswa membaca cerita dan menyimpan
kata pada file kata.
Tahap dua
Siswa masuk tahap ini jika sudah terbukti
tidak memerlukan selusur
lagi. Kata yang dipelajari
berasal dari kata-kata yang tidak dikenal yang telah ditulis oleh siswa. Siswa mempelajari kata-kata cukup dengan melihat
dan mengatakannya berkali-kali. Proses ini berlangsung sampai siswa dapat menuliskan kata dari ingatan.
Tahap tiga
Pada tahap ini siswa mempelajari kata dengan melihat dan
mengucapkannya. Mereka boleh membaca
kata yang mereka kehendaki. Apabila
menemukan kata yang belum mereka ketahui, siswa hendaknya diberi tahu. Pada tahap ini siswa
mempelajarinya langsung dari buku
bacaan. Kata-kata baru tidak perlu lagi ditulis pada kartu. Siswa melihat
kata-kata tercetak, kemudian
mengucapkannya berkali-kali dan mengingatnya lalu menuliskannya.
Tahap empat
Siswa diharapkan mengenal kembali kata-kata baru dan memahaminya setiap
kali kata itu muncul. Kata-kata dapat
dipelajari dari konteks atau dari keseluruhan kata atau bagian- bagian dari kata. Siswa diminta menuliskan
kata yang sulit baginya sebagai latihan. Pada
fase ini siswa didorong sampai kepada satu paragraf untuk memperjelas
makna dari kata- kata yang belum dikenal sebelum mulai
membaca.
Fernald tidak menghendaki penjelasan kata ketika membaca, baik oleh
guru maupun siswa. Ia menghendaki agar kata-kata baru ditemukan
sendiri oleh anak.
Pendekatan Gillingham dan Fernald memang sama, tetapi memiliki
perbedaan. Gillingham menekankan huruf demi huruf, sedangkan Fernald
tidak menganjurkan seperti
itu, melainkan siswa memilih
kata untuk dipelajari dengan memanfaatkan alat dria. Silakan Anda memilih
teknik mana yang akan digunakan sesuai dengan kondisi
siswa yang dihadapi.
C. Pendekatan untuk membantu siswa dalam membaca
pemahaman
Pendekatan yang dapat digunakan dalam membantu siswa membaca
pemahaman adalah pendekatan dengan
penekanan pada makna (meaningemphasis approach). Pendekatan ini dimulai dengan kata yang sering dihadapkan
kepada siswa, dengan asumsi bahwa kata yang sering ditemukan oleh siswa, akan dikenal oleh siswa sehingga
ia mudah mempelajarinya. Mercer & Mercer (1989:366) mengemukakan dua pendekatan yang diklasifikasikan
ke dalam pendekatan penekanan makna, yaitu pendekatan pengalaman berbahasa
(language experience approach)
dan pendekatan membaca
yang diindividualisasikan (individualized reading approach).
Pendekatan pengalaman berbahasa, mengintegrasikan perkembangan keterampilan membaca dengan kemampuan mendengar, berbicara, dan keterampilan
menulis. Dalam pendekatan ini, apa yang dipikirkan dan diucapkan anak merupakan suatu materi. Pengalaman anak dalam bermain sangat
berperan dalam menentukan materi bacaannya. Melalui pendekatan ini, anak mendiktekan suatu cerita kepada Anda; kemudian
Anda mencatat cerita tersebut. Catatan
tersebut menjadi dasar bagi anak dalam membaca
permulaan. Selanjutnya anak
membaca tulisan dari pikirannya
sendiri.
Pendekatan membaca yang diindividualisasikan merupakan
suatu pendekatan yang memperhatikan
adanya perbedaan secara individual. Dalam pendekatan ini, setiap anak memilih sendiri materi membacanya menurut
minat dan kemampuannya, serta kemajuannya sesuai
dengan kecepatannya sendiri. Oleh karena itu, sangat penting bagi Anda untuk menyediakan koleksi buku yang banyak
dengan berbagai tingkatan membaca. Setelah anak memilih materi membacanya, ia membaca dan membuat catatan
sesuai dengan kemajuannya. Anda dapat mengajarkan
pengenalan kata dan keterampilan pemahaman sesuai
dengan kebutuhan tiap-tiap siswa. Anda dan siswa dapat bertemu satu atau dua
kali seminggu dan Anda dapat memberi tugas pada siswa untuk membaca
keras, dan mendiskusikan materi bacaannya. Anda dapat
mencatat kesalahan siswa dalam membaca serta mengecek
perbendaharaan kata siswa dan
pemahaman arti kata.
Dengan berbagai pendekatan yang sudah dijelaskan di atas, diharapkan Anda dapat menerapkannya dalam upaya memberikan
pengajaran remedi terhadap anak berkesulitan
belajar, khususnya dalam bidang membaca.
B. INTERVENSI TERHADAP ANAK BERKESULITAN MENULIS
Dalam uraian ini akan dibahas tentang intervensi bagi anak-anak
yang mengalami kesulitan belajar
menulis, khususnya menulis dengan tangan atau menulis permulaan, mengeja, dan menulis ekspresif. Adapun pembahasannya
meliputi: tipe-tipe kesulitan menulis, asesmen, diagnostik, dan remediasi.
1. Tipe-tipe
Kesulitan Menulis
Ada berbagai tipe/bentuk kesulitan menulis, di antaranya sebagai
berikut. Kesalahan dalam menuliskan bentuk huruf, seperti dalam Tabel 8.1 berikut
ini. a
0 comments:
Post a Comment