Monday 13 June 2022

HAKIKAT BAHASA DAN PEMROSESAN BAHASA

2 comments

 

HAKIKAT BAHASA DAN PEMROSESAN BAHASA

TUGAS RANGKUMAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

MODUL 1 dan 2

 


HAKIKAT BAHASA DAN PEMBELAJARAN BAHASA

KEGIATAN BELAJAR  1

1. Hakikat Bahasa

Tak ada yang memungkiri bahwa bahasa memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Tanpa bahasa, manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Jadi, bahasa ada karena manusia.

A.    Pengertian Bahasa

Kata bahasa kerap digunakan dalam berbagai konteks dengan bermacam makna. Kita sering mendengar ungkapan bahasa tubuh, bahasa isyarat, bahasa cinta, bahasa prokem, bahasa bunga, bahasa lisan, bahasa milliter serta berbagai ungkapan lain yang disandingkan dengan kata bahasa.

Berikut adalah beberapa pengertian bahasa menurut para ahli :

1.      Bahasa adalah sebuah simbol bunyi yang arbiter yang digunakan untuk komunikasi manusia (Wardhaugh, 1972).

2.      Bahasa adalah sebuah alat untuk mengkomunikasikan gagasan atau perasaan secara sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak atau tanda-tanda yang disepakati, yang memiliki makna yang dipahami (Webster’s New Collegiate Dictionary, 1981).

3.      Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang dipergunakan oleh para anggota sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri (Kentjono, Ed., 1984:2).

4.      Bahasa adalah salah satu dari sejumlah sistem makna yang secara bersama-sama membentuk budaya manusia (Halliday dan Hasan, 1991).

Rumusan definisi bahasa di atas mencerminkan minat dan sudut pandang penyusunnya. Ada yang menenkankan pada sistem, alat dan juga komunikasi.

Karakteristik konsep bahasa :

1.      Bahasa adalah sebuah sistem

Sebagai sebuah sistem, bahasa terdiri dari sejumlah unsur yang saling terkait dan tertata secara beraturan, serta memiliki makna. Unsur-unsur bahasa di atur, seperti pola yang berulang. Kalau salah satu bagian terdeteksi maka keseluruhan bagiannya dapat diramalkan. Misalnya, kita menemukan kalimat nenek sedang … kue … dapur, kita akan dapat menerka bunyi keseluruhan kalimat itu. Oleh karena itu, sebagai penutur bahasa Indonesia kita dapat menerima kalimat (1.a) Bunga itu sangat indah, (2.a) Kebaikan itu abadi, (3.a) Kematiannya membuat warga kampung berduka; tetapi tidak menerima kalimat (1.b) Itu indah sangat bunga atau uit abung ngasat dihan, (2.b) Membaikan itu abadi, (3.b) Kemampuannya berduka membuat warga kampong. Mengapa kalimat-kalimat 1.b, 2.b, dan 3.b tidak berterima? Sebab tidak sesuai dengan sistem bahasa Indonesia. Pola penataannya tidak dikenal, maknanya tidak jelas, bahkan tidak ada, serta imbuhan dan pilihan katanya tidak selaras.

Sebagai sebuah sistem bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu dapat diuraikan atas satuan-satuan terbatas yang berkombinasi dengan kaidah-kaidah yang dapat diramalkan seandainya bahasa itu tidak sistematik maka bahasa itu akan kacau, tidak bermakna, dan tidak dapat dipelajari. Sistemis artinya bahasa terdiri dari sejumlah sub sistem, yang satu sama lain saling terkait dan membentuk satu kesatuan utuh yang bermakna. Bahasa terdiri dari 3 sub sistem, yaitu sub sistem fonologi (bunyi-bunyi bahasa), sub sistem gramatika (morfologi sintaksis dan wacana), serta sub sistem leksikon (perbendaharaan kata). Ketiga sub sistem itu menghasilkan dunia bunyi dan dunia makna, yang membentuk sistem bahasa.

2.      Bahasa merupakan sistem lambang yang arbiter (manasuka) dan konvensional

Bahasa merupakan sistem simbol, baik berupa bunyi dan / atau tulisan yang dipergunakan dan disepakati oleh suatu kelompok sosial. Ikan adalah suatu binatang air yang bersirip dan bernafas dengan insang. Dalam peraturan hewan itu disimbolkan dengan bunyi /  ikan / dan secara tertulis ikan. Dengan menggunakan simbol tersebut maka interaksi berbahasa antar penutur lebih mudah. Dengan menggunakan simbol tersebut maka interaksi berbahasa antar penutur lebih mudah. Ketika seorang anak mengatakan, “Bu, mau ikan !” maka segera dalam benak si ibu tergambar apa yang diinginkan si anak. Kalau kita tidak memiliki simbol, terbayang sulitnya berbahasa. Mungkin anak itu akan mengatakan, “Bu, mau hewan yang suka berenang dan ada siripnya dan bisa dimakan !” (?)

            Sebagai sebuah simbol, bahasa memiliki arti. Simbol merupakan sistem maka untuk memahaminya harus dipelajari. Mengapa harus dipelajari ?

a.       Penamaan suatu objek atau peristiwa yang sama antara suatu masyarakat bahasa dengan masyarakat bahasa lainnya tidak sama.

b.      Bahasa terdiri dari aturan-aturan atau kaidah yang disepakati.

c.       Tidak ada hubungan langsung dan wajib antara lambang bahasa dengan objeknya.

Hubungan keduanya bersifat manasuka (arbiter).

 

3.      Bahasa bersifat produktif

Kita dapat membentuk ribuan kata, kalimat atau wacana dengan segala variasinya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat penggunanya. Oleh karena itu bahasa itu bersifat produktif.

4.      Bahasa memiliki fungsi dan variasi

Bahasa tercipta karena kebutuhan manusia dan sebagai upaya untuk mempertahankan kelangsungan dan eksistensi hidup manusia. Dengan bahasa kita dapat mengekspresikan pikiran, perasaan, dan nilai-nilai yang dianut sehingga dapat dipahami dan juga memahami orang lain. Dengan bahasa manusia dapat saling memahami dan bekerja sama. Dengan demikian bahasa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi.

            Suatu bahasa digunakan untuk berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks yang berbeda-beda. Oleh karena itu, suatu bahasa tidak pernah tampil seragam. Keragaman itu terjadi karena perbedaan kelompok atau setiap individu pemakainya. Kelompok manusia itu begitu banyak dan beragam. Perbedaan penggunaan bahasa oleh suatu kelompok itu disebut variasi atau ragam bahasa. Disadari atau tidak, masing-masing individu memiliki kekhasan tersendiri yang tercermin dalam bahasa yang digunakannya. Keseluruhan ciri bahasa orang per orang tersebut disebut idiolek .

 

B.     Fungsi Bahasa

Secara umum bahasa memiliki fungsi personal dan sosial. Fungsi personal mengacu pada peranan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan setiap diri manusia sebagai makhluk individu. Adapun fungsi sosial mengacu pada peranan bahasa sebagai alat komunikasi dan berinteraksi antar individu atau antar kelompok sosial.

Halliday (1975, dalam Tomkins dan Hoskisson, 1995) secara khusus mengidentifikasi fungsi-fungsi bahasa sebagai berikut :

1.      Fungsi personal, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan pendapat, pikiran, sikap, atau perasaan pemakainya.

2.      Fungsi regulator, yaitu penggunaan bahasa untuk mempengaruhi sikap atau pikiran / pendapat orang lain seperti bujukan, rayuan, permohonan atau perintah.

3.      Fungsi interaksional, yaitu penggunaan bahasa untuk menjalin kontak dan menjaga hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati atau penghiburan.

4.      Fungsi informative, yaitu penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi, ilmu pengetahuan atau budaya.

5.      Fungsi heuristik, yaitu penggunaan bahasa untuk belajar atau memperoleh informasi, seperti pertanyaan atau permintaan penjelasan atas sesuatu hal.

6.      Fungsi imajinatif, yaitu penggunaan bahasa untuk memenuhi dan menyalurkan rasa estetis (indah), seperti nyanyian dan karya sastra.

7.      Fungsi instrumental, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan keinginan atau kebutuhan pemakainya, seperti saya ingin …

 

C.    Ragam Bahasa

Ragam bahasa adalah variasi penggunaan bahasa yang disebabkan oleh pemakai dan pemakaian bahasa. Dari segi pemakai atau penutur bahasa, ragam bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan pada (1) daerah asal penutur atau pemakai bahasa, (2) kelompok sosial, (3) sikap berbahasa. Sementara itu, dari segi pemakaian bahasa, klasifikasi ragam bahasa dapat dilakukan berdasarkan pada (1) bidang atau pokok persoalan yang diperbincangkan, (2) sarana atau media yang dipakai, dan (3) situasi atau kondisi pemakaian bahasa.

Masyarakat pengguna bahasa Indonesia pada umumnya berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa dengan budaya dan bahasanya masing-masing yang berbeda-beda. Sejak kecil mereka telah mengenal, menguasai, dan menggunakan bahasa ibunya. Masing-masing dalam komunikasi keseharian. Ketika mereka belajar dan menggunakan bahasa Indonesia, tanpa disadari ciri atau warna bahasa daerahnya terbawa serta.Warna bahasa daerah itu tampak mewarnai hampir semua unsur bahasa Indonesia yang digunakan. Jelas dari pengaruhnya bahasa daerah itu adalah logat atau aksentuasi. Melalui logat atau aksen bahasanya kita dapat menerka bahwa seseorang penutur bahasa Indonesia itu dari Jawa barat, Jawa timur, Yogyakarta, Madura.

            Warna khas kedaerahan itu tampil dalam berbahasa Indonesia dalam bentuk tekanan, naik turunnya nada, pengucapan, serta cepat lambatnya membangun aksen yang berbeda-beda dalam melakukan bahasa Indonesia. Bagi sebagian orang, secara subjektif aksentuasi berbahasa Indonesia seseorang penutur dapat disukai karena kelemah lembutannya atau kadang tidak disukai karena keras dan terkesan kasar seolah-olah sedang marah. Warna atau ciri berbahasa Indonesia dari suatu kelompok masyarakat yang berasal dari suatu suku atau daerah tertentu menghasilkan suatu ragam bahasa Indonesia yang disebut dengan ragam bahasa daerah atau dialek geografis.

Dari segi kelompok sosial, ragam bahasa dapat dibedakan berdasarkan :

1.      Kedudukan pemakai bahasa

Konsep kedudukan mengacu pada status sosial yang disandang pemakai bahasa ditengah-tengah masyarakatnya.

2.      Jenis pekerjaan

3.      Pendidikan

Ragam bahasa orang terpelajar menampakkan keteraturan dan kerapian berbahasa Indonesia yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang kurang berpendidikan.

 

Ragam bahasa menurut keberadaan media atau sarana yang digunakan terbagi atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam bahasa lisan dipergunakan dalam situasi sesungguhnya, baik berhadapan secara tatap muka maupun menggunakan media. Ragam itu hadir secara langsung, utuh, dan lengkap dengan unsur-unsur non verbal. Tindakan berbahasa, baik pembicara maupun penyimak, cenderung bersifat spontan. Ragam bahasa tulis hadir secara visual. Penulis memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan dan menyempurnakan tulisannya, sementara pembacapun memiliki waktu yang leluasa untuk memahami dan mencerna tulisan itu.

 

Ragam bahasa berdasarkan situasi penggunaannya melahirkan istilah ragam resmi dan tak resmi. Ragam bahasa resmi digunakan dalam situasi formal seperti pidato kenegaraan, karya ilmiah, dan surat dinas. Ciri yang paling menonjol dari ragam bahasa resmi adalah penggunaan daya atau langgam berbahasa yang menunjukkan hubungan formal dan berjarak. Sementara itu ragam bahasa tak resmi digunakan dalam situasi berbahasa yang santai dan akrab, misalnya dalam percakapan antara penjual dan pembeli, anggota keluarga, dan teman sejawat.

 

Dalam memahami masalah ragam bahasa, ada tiga hal yang perlu diperhatikan :

1.   Batas antar ragam itu dalam kenyataan berbahasa tidaklah setegas dan sejelas seperti yang diuraikan pembedaan secara ekstrem antar ragam bahasa lebih dimaksudkan untuk memudahkan anda memahami karakteristik dari masing-masing ragam bahasa.

2.   Dalam suatu peristiwa bahasa, hampir tidak pernah seorang pemakai bahasa hanya menggunakan satu ragam bahasa. Dengan kata lain, suatu tindakan berbahasa dapat dilabeli dengan berbagai ragam tergantung dari sudut mana kita melihatnya.

3.   Tak ada suatu ragampun yang lebih baik atau lebih buruk. Semua ragam bahasa itu baik, justru anda harus dapat memilih ragam bahasa yang paling sesuai dengan kebutuhan dan tujuan berbahasa anda.

KEGIATAN BELAJAR 2

2. Hakikat pembelajaran bahasa

A.   Konsep Belajar

Anak-anak secara terus-menerus akan membangun makna baru (pengetahuan, sikap, dan keterampilan). Karena anak atau peserta didik adalah orang yang membangun. Belajar adalah seuah proses penambahan bagian demi bagian informasi baru terhadap apa yang telah mereka ketahui dan kuasai sebelumnya.

Pengetahuan dibangun siswa melalui keterlobatan mereka secara aktif dalam belajar atau apa yang anda kenal dengan istilah John Dewey “belajar sambal berbuat” (learning by doing). Contoh: siswa belajar menyimak dengan cara menyimak, belajar berbicara dengan kegiatan berbicara. Tetapi, untuk siswa SD teori itu diajarkan secara terpadu melalui kegiatan belajar bahas yang sesuai dalam konteks yang bermakna. Siswa diposisikan hanya sebagai penerima informasi dari gurunya melalui ceramah dari awal hingga akhir pelajaran. Padahal, ukuran utama keberhasilan pembelajaran terletak pada seberapa jauh guru dapat melibatkan siswa secara aktif dalam belajar (Tyler, 194 Reece dan Walker, 1997, Kemp, 1985; serta Glover dan Law, 2002).

Siswa belajar dengan menggunakan tiga cara, yaitu melalui pengalaman (dengan kegiatan langsung atau tidak langsung), pengamatan (melihat contoh atau model), dan bahasa. Dengan cara-cara itu, siswa belajar melalui kehidupan mereka dengan menggali dan menemukan sesuatu yang baru secara aktif. Sesibuk apa pun yang dilakuka guru jika anak tidak belajar maka sebenarnya pembelajaran tidak pernah terjadi. Oleh karena itu, tugas guru dalam pembelajaran adalah melakukan berbagai upaya agar siswa termotivasi dan terlibat secara aktif dalam belajar.

Proses belajar terjadi ketika siswa dapat menghubungkan apa yang telah mereka ketahui dengan apa yang mereka temukan melalui pengalaman belajar yang dilaluinya Pengalaman belajar itu terjadi melalui interaksi yang bermakna antara siswa dengan siswa, guru, bahan pelajaran, dan lingkungan belajarnya.

Ada tiga Implikasi guru dalam pembelajaran yaitu : Pertama karena siswa belajar berdasarkan apa yang telah dipahami atau dikuasa sebelumnya maka guru hendaknya mengupayakan agar pembelajaran bertolak dari apa yang telah diketahui siswa. Ketika kita akan mengajarkan menulis surat, misalnya ajaklah siswa untuk berbagi pengetahuan dan pengalamannya tentang surat dan cara membuat surat. Karena agar pembelajaran yang disajikan terlalu sulit bagi siswa. Yang mana akan menimbulkan kemalasan pada siswa karena ingin menghindar dari pelajarean yang sulit dan tidak menarik.

Kedua karena belajar dilakukan secara aktif oleh siswa melalui kegiatan atau pengalaman belajar yang dilaluinya maka siswalah yang berperan sebagai pusat pembelajaran. Bukan guru. Guru perlu melakukan, seperti memilih, merancang, dan mengorganisasikan kegiatan/pengalaman belajar yang menarik dan bermakna. Menarik, artinya kegiatan belajar itu dapat dilakukan dan menantang sehingga siswa tidak merasa terbebani. Dimana siswa tidak merasa terbebani dengan keterlibatannya dalam proses belajar. Bermakna artinya kegiatan belajar itu sesuai dengan kebutuhan anak dan tujuan pembelajaran.

Ketiga, dalam belajar siswa perlu berinteraksi dengan yang lain serta dukungan guru dan temannya maka guru perlu merancang kegiatan belajar bukan hanya dalam bentuk klasikal atau individual, tetapi juga dalam bentuk kelompok. Bahkan dapat. pula guru melibatkan sumber lain dalam pembelajaran, misalnya orang tua murid yang memiliki keahlian atau profesi tertentu atau mengajak siswa untuk mewawancarai petani, pedagang atau tukang becak.

 

B.     Belajar Bahasa

Sebelum masuk ke sekolah dasar, anak belajar melalui komunitasnya yaitu keluarga, teman, media radio atau televisi, dan lingkungannya. Anak-anak velajar dan menguasai Bahasa tanpa disadari dan tanpa beban. Mereka belajar Bahasa melalui pola berikut.

1.      Semua komponen, system, dan keterampilan Bahasa dipelajari secara terpadu.

Ketika anak belajar berbicara, dia sekaligus belajar menyimak. Pada saat itu pula tanpa disadari, mereka pun mempelajari dan menguasai komponen dan aturan bunyi

2.      Belajar Bahasa dilakukan secara Alami dan Langsung dalam konteks yang Otentik.

Anak-anak belajar bahasa tanpa terlebih dulu belajar teori bahasa, melainka melalui pengalaman langsung dalam kegiatan berbahasa (immersion). Komponen, sistem, dan keterampilan berbahasa yang dikuasai anak tidak beraal dan teori yang dipelajari secara khusus. Mereka memahaminya berdasarkan simpulan sendiri yang secara tidak sadar dilakukannya berdasarkan pengalaman bahasa yang dilaluinya. Mereka belajar bahasa secara langsung dalam kegiatan berbahasa dan interaksi dengan keluarga, pengasuh, teman bermain, dan lingkungannya dalam konteks nyata, alami, dan tidak dibuat-buat (otentik).

3.      Belajar Bahasa dilakukan secara bertahap, sesuai dengan kebutuhannya.

Tahapan belajar Bahasa anak terjadi sering dengan kebutuhan anak berkomunikasi serta pertumbuhan fisik, intelektual, dan social mereka. Jika dilihat anak biasanya akan lebih dahulu menguasai kata (a) baru kata lainnya.

4.      Belajar Bahasa dilakukan melalui Strategi Uji Coba (Trial-Error) dan strategi lainnya.

Mencontoh adalah salah satu cara yang dilakukan anak dalam belajar bahasa Namun demikian, perilaku mencontoh yang dilakukan anak tidak, seperti halnya beo yang mengikuti apa saja yang diajarkan orang kepadanya. Anak meniru atau mencontoh perilaku berbahasa yang disediakan lingkungannya secara kreatif. Sebaliknya, apabila anak merasa apa yang disampaikannya tidak pas maka ia akan menghentikan dan memperbaikinya. Oleh karena itu, kesalahan dalam belajar bahasa harus disikapi secara wajar, sebagai bagian penting dari belajar bahasa itu sendiri.

Anak belajar bahasa bukan demi bahasa itu sendiri. Ia belajar bahasa tidak untuk mengetahui apa itu fonem, morfem, kalimat atau makna. Anak belajar bahasa karena ia memerlukan untuk keberlangsungan hidupnya. la ingin apa yang disampaikan dapat dipahami orang lain.

C.    Pembelajaran Bahasa

Saudara, Halliday (1979, dalam Goodman, dkk, 1987) menyatakan ada tiga belajar yang melibatkan bahasa.

1.      Belajar Bahasa

Seseorang mempelajari suatu bahasa dengan fokus pada penguasaan kemampum berbahasa atau kemampuan berkomunikasi melalui bahasa yang digunakannya Kemampuan ini melibatkan dua hal, yaitu (1) kemampuan untuk menyampaikan pesan, baik secara lisan (melalui berbicara) maupun tertulis (melalui menulis), serta (2) kemampuan memahami, menafsirkan, dan menerima pesan, baik yang disampaikas secara lisan (melalui kegiatan menyimak) maupun tertulis (melalui kegiatan membaca.

2.      Belajar melalui Bahasa

Seseorang menggunakan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, sikap. keterampilan. Dalam konteks ini bahasa berfungsi sebagai alat untuk mempelajan sesuatu, seperti Matematika, IPA. Sejarah, dan Kewarganegaraan.

3.      Belajar tentang Bahasa

Seseorang mempelajar bahasa untuk mengetahui segala hal yang terdapat pada suatu bahasa, seperti sejarah, sistem bahasa, kaidah berbahasa, dan produk bahasa seperti sastra.

 

Wujud dari kemampuan berbahasa maka kemampuan itu lazimnya diklasifikasikan menjadi empat macam.

1.      Kemampuan Menyimak atau Mendengarkan

Kemampuan memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara lisan oleh orang lain.

2.      Kemampuan Berbahasa

Kemampuan untuk menyampaikan pesan secara lisan kepada orang lain.

3.      Kemampuan Membaca

Kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara tertulis oleh pihak lain.

4.      Kemampuan Menulis

Kemampuan menyampaikan pesan kepada pihak lain secara tertulis.

 

Pemilahan keempat kemampuan berbahasa itu menyiratkan bahwa masing masing keterampilan itu terkesan berdiri sendiri. Sebenarnya, tidak. Kenyataan memanjukkan bahwa suatu aktivitas berbahasa melibatkan lebih dari satu jenis kegiatan berbahasa. Ketika anak berbicara dengan temannya maka sebetulnya ia pun menyimak respons lawan bicaranya. Sewaktu anak membaca, sebenarnya tanpa disadari in pun melakukan kegiatan menulis, apakah mencatat hal-hal yang dianggap penting atau belajar bagaimana penulis menata tulisannya. Bahkan dalam pembelajaran bahasa, keempat kegiatan berbahasa itu dapat dilakukan bersamaan. Contoh, belajar cerita dapat dilakukan sebagai berikut. (pada gambar 1.2)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1.2

 

            Dari penelitiannya, Walter Loban (1976, dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995) menyimpulkan adanya hubungan antarketerampilan berbahasa siswa dan keterampilan berbahasa dengan belajar.

Pertama, siswa dengan kemampuan berbahasa lisan (menyimak dan berbicara) yang kurang efektif cenderung kurang efektif pula kemampuan berbahasa tulisnya (membaca dan menulis).

Kedua, terdapat hubungan yang kuat antara kemampuan berbahasa siswa dengan kemampuan akademik yang diperolehnya.

Selaras dengan uraian sebelumnya tentang belajar dan belajar bahasa maka paradigma atau cara pandang pembelajaran bahasa di sekolah dasar malah sebagai berikut.

1.      Imersi, yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan menerjunkan siswa secara langsung dalam kegiatan berbahasa yang dipelajarinya.

2.      Pengerjaan (employment), yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan berbahasa yang bermakna, fungsional, dan otentik.

3.      Demonstrasi, yaitu siswa belajar bahasa melalui demonstrasi-dengan pemodelan dan dukungan yang disediakan guru.

4.      Tanggung jawab (responsibility), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih aktivitas berbahasa yang akan dilakukannya.

5.      Uji coba (trial-error), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan dari perspektif atau sudut pandang siswa.

6.      Pengharapan (expectation), artinya siswa akan berupaya untuk sukses atau berhasil dalam belajar jika dia merasa bahwa gurunya mengharapkan dia menjadi sukses.

 

MODUL 2

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK

 

KEGIATAN BELAJAR 1

1. Pemerolehan Bahasa Pertama

A.    Pengertian Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa secara alamiah. Proses pemerolehan bahasa memiliki karakteristik berikut:

1.      Berjalan secara spontan, tanpa sadar, dan tanpa beban.

2.      Terjadi secara langsung dalam situasi informal, tanpa melalui pembelajaran formal.

3.       Didorong oleh kebutuhan, baik kebutuhan untuk memahami maupun dipahami

4.      Berlangsung secara terus-menerus dalam konteks berbahasa yang nyata dan

bermakna.

5.      Diperoleh secara lisan melalui tindak berbahasa menyimak/mendengarkan dan berbicara.

Kegiatan pemerolehan bahasa melibatkan dua kemampuan. Pertama, kemampuan reseptif, yaitu kemampuan menyerap, menerima, dan memahami tuturan orang lain. Kedua, kemampuan produktif, yaitu kemampuan menghasilkan tuturan, untuk mengekspresikan diri atau menanggapi rangsang bahasa yang disampaikan oleh orang lain. Ketika anak melakukan kegiatan berbahasa secara langsung, secara perlahan dan tentu saja tanpa disadari, telah terbangun unsur dan kaidah bahasa (kosakata, struktur, dan makna) dan kaidah berbahasa.

 

B.     Teori Pemerolehan bahasa

1. Pandangan Nativistis

Menurut pandangan nativistis, setiap anak yang lahir telah dilengkapi dengan kemampuan bawaan atau alami untuk dapat berbahasa. Bukan lingkungan yang membuat anak mampu berbahasa. Juga bukan karena meniru orang lain karena banyak juga ungkapan kreatif yang dimunculkan anak ketika berbahasa, yang belum pernah dicontohkan sebelumnya. Jadi, kalau bukan karena kemampuan bawaan, mustahil anak dapat mempelajari dan menguasai suatu bahasa yang komponen dan aturannya begitu rumit hanya dalam waktu yang begitu singkat. Hanya dalam waktu sekitar empat tahun anak telah dapat berbahasa dengan rapi dan komunikatif. Selama belajar bahasa, sedikit demi sedikit potensi berbahasa yang secara genetis telah terprogram menjadi terbuka dan berkembang.

1.      Pandangan Behavioristis

Menurut behavioris, penguasaan bahasa anak ditentukan oleh rangsangan yang diberikan lingkungannya. Anak tidak memiliki peranan aktif, hanya sebagai penerima pasif. Perkembangan bahasa anak terutama ditentukan oleh kekayaan dan lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungan, serta peniruan yang dilakukan anak terhadap tindak berbahasa lingkungannya.

2.      Pandangan Kognitif

Menurut pandangan kognitif, penguasaan dan perkembangan bahasa anak ditentukan oleh daya kognitifnya. Lingkungan tidak serta merta memberikan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan bahasa anak, kalau si anak sendin tidak melibatkan secara aktif dengan lingkungannya. Dengan kata lain, anaklah yang berperan aktif untuk terlibat dengan lingkungannya agar penguasaan bahasanya dapat berkembang secara optimal.

 

C.    Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Anak

1. Faktor Biologis

Sebagaimana dikemukan di muka, setiap anak telah dilengkapi dengan kemampuan kodrati atau potensi bawaan yang memungkinkannya mampu berbahasa. Perangkat biologis yang menentukan penguasaan bahasa anak adalah otak (sistem syaraf), alat dengar, dan alat ucap. Ketergantungan pada salah satu, apalagi ketiganya, akan menghambat kemampuan berbahasa anak.

Dalam proses berbahasa, seorang anak dikendalikan oleh sistem syaraf pusat yang berada di otak. Pada belahan otak sebelah kiri terdapat wilayah Broca yang mempengaruhi dan mengontrol produksi bahasa, seperti berbicara. Sementara itu, pada belahan otak kanan terdapat wilayah Wernicke yang mempengaruhi dan mengendalikan penerimaan atau pemahaman bahasa, seperti menyimak. Di antara kedua bagian otak tersebut terdapat wilayah motor suplementer yang berfungsi mengendalikan unsur fisik penghasil ujaran.

Berdasarkan tugas ketiga bagian otak tersebut, bahasa didengarkan dan dipaham melalui wilayah Wernicke. Isyarat bahasa itu, kemudian disalurkan ke wilayah Brock untuk mempersiapkan produksi berbahasa sebagai tanggapan atas apa yang didengar dan dipahaminya. Selanjutnya, isyarat tanggapan Bahasa itu dikirimkan ke daerah motor supplementer, seperti alat ucap untuk mengahsilkan Bahasa secara fisik.

2.      Faktor lingkungan social

Lingkungan sosial di sini adalah perilaku berbahasa orang tua, saudara, kerabat, keluarga, teman atau anggota masyarakat. Lingkungan yang kaya sumber, mendukung, dan aktif dalam berinteraksi dengan anak, akan membuat pemerolehan bahasa anak semakin beraneka dan cepat. Sebaliknya, lingkungan yang miskin dengan aktivitas berbahasa, terlalu banyak menekan dengan melakukan pelarangan dan menyalahkan, dan rendah dalam berinteraksi, akan menjadikan pemerolehan bahasa anak pun tidak beragam, miskin, dan lambat. Dukungan dan keterlibatan sosial begitu penting bagi anak dalam belajar bahasa. Inilah yang disebut dengan 'Sistem Pendukung Pemerolehan Bahasa' atau Language Acquisition Support System atau LASS (Bruner dalam Santroc, 1994).

3.      Faktor Inteligensi

Inteligensi adalah kemampuan seseorang dalam berpikir atau bernalar, termasuk memecahkan suatu masalah. Inteligensi bersifat abstrak dan tak dapat diamati langsung, kecuali melalui perilaku. Dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa, anak-anak yang bernalar tinggi tingkat pencapaiannya cenderung lebih cepat, lebih kaya, dan lebih bervariasi khasanah bahasanya, daripada anak yang bernalar sedang atau rendah. Jadi, pengaruh inteligensi terletak pada jangka waktu dan tingkat kreativitas perkembangan bahasanya.

4.      Faktor Motivasi

Sebagaimana kita ketahui, motivasi itu bersumber dari dalam dan luar diri anak, Dalam belajar bahasa, anak tidak melakukannya demi bahasa itu sendiri. Anak belajar bahasa karena adanya kebutuhan dasar yang bersifat praktis, seperti lapar, haus, sakit, serta perhatian dan kasih sayang. Inilah yang disebut dengan motivasi intrinsik, yang berasal dari diri anak itu sendiri (Goodman, 1986; Tompkinn dan Hoskisson, 1994).

Untuk kebutuhan hidupnya dan kepentingan dirinya, anak perlu memahami dan dipahami sekitarnya melalui belajar bahasa. Dalam perkembangan selanjutnya, anak merasa bahwa tindak berbahasa yang dilakukannya membuat orang lain memberikan respons yang positif: pujian serta ekspresi rasa senang, gembira, dan ceria. Kondisi ini memacu anak untuk terus belajar dan menguasai bahasanya lebih baik lagi. Nah, dorongan belajar bahasa anak dari luar dirinya disebut dengan motivasi ekstrinsik.

 

pemberian motivasi dari lingkungan sosial sangat berarti bagi anak untuk membuatnya kian bergairah belajar bahasa. Anak yang dibesarkan dengan motivasi belajar bahasa yang tinggi akan kian memicu proses belajar bahasa anak. Pemicuan motivasi itu, di antaranya dengan cara merespons dengan bijak pertanyaan dan komentar anak, memperbaiki tindak berbahasa anak secara halus dan tidak langsung, dan tidak segera menyalahkan bila anak melakukan suatu kesalahan.

D.    Strategi Akuisisi Bahasa

Anak - anak akan cenderung lebih cepat menguasai bahasa daripada orang dewasa karena masa anak-anak sampai dengan usia pubertas otak berada dalam keadaan paling siap untuk mempelajari bahasa tertentu. Usia hingga 12 tahun itu disebut 'periode penting' (critical period). Pada usia tersebut berbagai piranti atau kelengkapan kebahasaanya telah benar - benar siap dan matang. Lalu, apakah setelah usia tersebut, seseorang tidak dapat mempelajari dan menguasai suatu bahasa dengan baik? Tidak juga. Tetapi kecepatan dan kefasihannya akan berbeda (Asher dan Garcia dalam Santrock 1991, Lennaberg salam Calyono, 1995).

   Ternyata anak melakukan sejumlah strategi dalam belajar suatu bahasa, di antaranya adalah sebagai berikut

1. Mengingat

 Mengingat memainkan peranan yang cukup penting dalam belajar bahasa atau belajar apa pun setiap pengalaman indrawi yang dilalui anak. dicatat dalam benaknya. Ketika dia menyentuh, menyerap, mencium, mendengar, dan melihat sesuatu, memori anak merekamnya.

Pada tahap awal pembelajaran bahasa, anak mulai mengembangkan pengetahuan tentang bunyi dan kombinasi bunyi-bunyi tertentu yang merujuk pada sesuatu yang didengar atau dialaminya. Ingatan akan semakin kuat bila penyebutan suatu benda atau peristiwa terjadi berulang-ulang, dengan cara ini anak akan mengingat bunyi - bunyi atau kata, tentang sesuatu sekaligus mengingat pula cara mengungkapkanya. Hanya saja, ketika diungkapkan bunyinya tidak selalu tepat. Mungkin lafalnya tidak pas strukturnya terbalik atau hanya suku kata awal atau akhir yang terucapkan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan otak dan kelengkapan fisik berbahasa anak masih sedang berkembang. Oleh karena itu, dalam berbahasa anak-anak biasanya dibantu oleh ekspreisi muka, gerak tangan, gerak tubuh, dan konteks. Inilah versi bahasa anak

Mengingat kondisi yang seperti itu maka dalam komunikasi dengan anak, orang tua tanpa selalu disadari biasanya melakukan penyederhanaan bahasa melalui cara tutur yang pelan dan lembut, pengulangan atau modifikasi kata-kata yang mudah diingat dan digunakan anak (seperti maem untuk 'makan', pus untuk 'kucing', bobo untuk tidur

2. Meniru

   Dalam belajar bahasa anak pun menggunakan strategi peniruan. Peniruan di sini bisa berarti mencontoh secara kreatif atau menginspirasi. Pada dasarnya, peniruan yang dilakukan anak tidak selalu berupa pengulangan yang persis sama atas apa saja yang didengarnya. Anda akan menemukan bahwa untuk maksud yang sama, tuturanan cenderung berubah, mungkin berupa pengurangan, penambahan atau penggantian kata atau susunan kata dan intonasinya. Setidaknya ada dua penyebab. Penyebab pertama, berkaitan deng perkembangan otak dan alat ucap. penguasaan kaidah bahasa, serta adanya masukan bahasa dari sumber lain. Dengan demikian, anak hanya akan mengucapkan tuturan yang telah dikuasainya saja Penyebab kedua, berkenaan dengan kreativitas berbahasa anak

Di satu sisi, anak secara bertahap dapat memahami dan menggunakan tuturan yang lebih rumit. Di sisi lain, secara bersamaan anak pun membangun suatu sistem bahasa yang memungkinkan dia mengerti dan memproduksi tuturan dalam bentuk dan jumlah yang tak terbatas. Keadaan ini mendorong anak senang melakukan uji coba atau eksperimen dalam berbahasa. Percobaan ini terus berlangsung hingga kemampuan berbahasanya berpindah pada kemampuan yang lebih kompleks. Atas dasar itu pula, peniruan bulat-bulat atas apa yang dituturkan orang dewasa tampaknya sulit dilakukan anak. Karena di samping memori anak terbatas untuk mengingat semua yang dia dengar, juga bila anak terus-menerus berkonsentrasi pada tuturan yang didengarnya maka perkembangan kemampuan anak akan terhambat dengan hasil yang sangat terbatas (MaCaulay, 1980). Tak heran apabila suatu ketika Anda mendengar anak mampu memproduksi tuturan yang belum pernah Anda dengar sebelumnya. Hal ini karena dalam belajar bahasa, seorang anak tidak sekadar menangkap kata-kata. Dia juga mencerna dan mengolah prinsip-prinsip organisasi bahasa secara alarmi. Dengan demikian, peniruan yang dilakukan anak bersifat dinamis dan kreatif. Karena strategi peniruan itu pula maka orang yang menjadi model (memberikan contoh dan masukan) berbahasa akan sangat mempengaruhi corak bahasa yang dimiliki anak. Kalau modelnya baik maka anak akan mempelajari versi bahasa yang baik, santun dan logis. Begitupun sebaliknya.

3. Mengalami Langsung

  Strategi lain yang mempercepat anak menguasai bahasa pertamanya adalah mengalami langsung kegiatan berbahasa dalam konteks yang nyata. Anak menggunakan bahasanya baik ketika berkomunikasi dengan orang lain, maupun sewaktu sendirian. Dia menyimak dan berbicara langsung, dan sekaligus memperoleh tanggapan dari mitra bicaranya. Dari tanggapan yang diperolehnya, secara tidak sadar anak memperoleh masukan tentang kewajaran dan ketepatan perilaku berbahasanya, dan dalam waktu yang sama juga si anak mendapat masukan dari tindak berbahasa yang dilakukan mitra berbicaranya. Anak melakukan kegiatan berbahasa dalam situasi formal, tanpa disadari, dan tanpa beban. Dia pun melakukan eksperimen atau uji coba dalam berbahasa tanpa takut salah, untuk memperkaya dan mempermantap sistem bahasa yang dipelajarinya. Melalui latihan dan uji coba tersebut, secara perlahan dan bertahap si anak mengubah, memperbaiki, dan menyimpulkan aturan bahasa itu sampai tuturannya dirasakan benar dan mantap.

Karena itu pula, kesalahan berbahasa bagi anak dalam belajar bahasa adalah hal yang biasa. Orang tua tidak boleh serta merta mengkritik atau menyalahkannya. Kesalahan itu menunjukkan adanya proses pemantapan aturan bahasa yang dipelajarinya. Kegiatan berbahasa yang dilakukan anak sekaligus menggiringnya untuk melakukan generalisasi, apakah kesimpulannya benar atau salah. Sebagai contoh, ketika melihat bus ber-AC berhenti dan pada bagian bawah bus menetes-neteskan air, Fajar berkata kepada ibunya, "Mah, itu pipis," sambil tangannya menunjuk pada bagian bawah bus. Dalam benaknya mungkin Fajar berkesimpulan bahwa segala sesuatu yang bagian bawahnya mengeluarkan air disebut 'pipis' (kencing).

 

 

 4. Bermain

  Dunia anak memang dunia bermain. Kegiatan bermain sangat penting untuk mendorong pengembangan kemampuan berbahasa anak. Dalam bermain, si anak kadang berperan sebagai orang dewasa; sebagai penjual atau pembeli dalam bermain dagang-dagangan; ibu, bapak atau anak dalam bermain rumah-rumahan; sebagai dokter, perawat atau pasien; atau sebagai guru dan murid dalam bermain sekolah-sekolahan. Tanpa disadari, mereka sedang bermain drama, sekaligus mereka berlatih berbicara dan menyimak.

5. Penyederhanaan

 Bandingkan contoh kedua tuturan berikut.

Tuturan anak-anak

Tuturan anak - anak

1. Ma acih

2. Mah uweh

3. Mam ayam, Mah

Tuturan orang dewasa

1. Terima kasih

2. Mah minta kue

3. Mah makan dengan daging ayam

 

Anda dapat memperkirakan tuturan anak usia berapa yang terdapat pada kotak sebelah kiri? Ya, tuturan anak berusia sekitar 15-24 bulan. Kalau kita cermati tuturan anak-anak tersebut maka kita akan berkesimpulan bahwa:

a. pada tuturan 1 ada bunyi yang hilang, tuturan 2 ada kata dan fonem yang hilang. dan pada tuturan 3 ada beberapa kata yang hilang,

b. bahasa yang digunakan anak cenderung langsung pada objeknya atau pada sasarannya (perhatikan tuturan 2 dan 3).

Mengapa bisa begitu? Di samping perbuatan anak bersifat egosentris (berpusat pada dirinya, perkembangan kemampuan anak yang bertahap yang membuat tuturan yang digunakannya lebih sederhana dan langsung. Satu atau dua kata mewakili satu kalimat. Ciri berbahasa anak seperti itu disebut penyederhanaan atau reduksi. Strategi itu tentu saja tidak disadari si anak. Meskipun sederhana, kita sebagai orang dewasa akan memahaminya karena dibantu oleh konteks terjadinya perilaku berbahasa anak.

E. Tahap-tahap pemerolehan Bahasa

Telah diuraikan sebelumnya bahwa pemerolen bahasa anak tidaklah tiba-tiba, tidak pula sekaligus, melainkan bertahap Perkembangan kemampuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, mielektual, dan sosialnya. Lalu. Bagaimana tahap-tahap perkembangan bahasa anak?

1. Tahap pralinguistik

   Di tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan akan semakin mendekati bunyi vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, umumnya bunyi-bunyi tersebut belumlah mengacu pada kata atau kalimat dengan makna tertentu. Oleh karena itu, perkembangan bahasa anak pada fase ini disebut tahap pralinguistik. Cobalah Anda perhatikan ketika anak-anak mendekut atau berceloteh. Fase ini  berlangsung sejak anak lahir sampai berumur sekitar 12 bulan.

a. Pada umur 0 - 2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksif untuk menyatakan rasa lapar, haus, sakit atau ketidaknyamanan, serta bunyi-bunyi vegetatif yang berkaitan dengan aktivitas tubuh, seperti batuk, bersin, sendawa. telanan (ketika makan), dan tegukan (ketika menyusu atau minum). Meskipun bunyi-bunyi itu tidak bermakna secara bahasa, tetapi merupakan jembatan perkembangan bagi tuturan selanjutnya.

b. Pada umur 2 - 5 bulan, anak mulai mendekut dan mengeluarkan bunyi-bunyi vokal yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi itu biasanya muncul sebagai respons terhadap senyum atau ucapan orang tuanya.

c  Pada umur 4-7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi yang agak utuh dengan rentang waktu yang lebih lama. Bunyi mirip vokal dan konsonannya lebih bervariasi. Konsonan nasal /m/ dan /n/ sudah mulai muncul.

d. Pada umur 6-12 bulan, anak mulai berceloteh. Celotehannya berupa reduplikasi atau pengulangan konsonan dan vokal yang sama, seperti ba-ba-ba!, /ma-ma ma/, dan /da-da-da/. Vokal yang muncul adalah vokal dasar /a/ dengan konsonan hambat labial p, b/, nasal /m, n, n, dan alveolar /L, d. Selanjutnya, celotehan reduplikasi tersebut berubah lebih bervariasi. Vokalnya sudah mulai menuju vokal /u/ dan /. Konsonan frikatif pun, seperti /s/ sudah mulai muncul (McNeil, 1970: Crystal, 1987, Stark dalam Dardjowidjojo, 1995).

 2. Tahap Satu-Kata atau Holofrasis

  Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12 - 18 bulan. Pada tahap ini, anak menggunakan satu kata yang bermakna mewakili keseluruhan ide yang disampaikannya. Tegasnya, satu kata yang diucapkan anak mewakili satu frasa, kalimat atau wacana. Karena itu, fase ini disebut juga tahap holofrasis Contohnya, berikut ini. "Mimi!" sambil menunjuk cangkir. (Saya mau minum), "Akut!" sambil menunjuk laba-laba. (Saya takut laba-laba), "Akit!" sambil mengacungkan jarinya. (Jari saya sakit). Pada umumnya, mitra komunikasi anak menafsirkan maksud bicara anak melalui konteks dan aktivitas lain yang dilakukan anak, seperti gerak, isyarat atau benda yang ditunjuk anak. Kata-kata yang diucapkan anak adalah kata-kata yang telah dikenal dan dikuasainya. Kata-kata itu biasanya sering muncul dalam tuturan keseharian di lingkungan anak Kata-kata itu umumnya berkaitan dengan kegiatan rutin anak, pemanggilan orang-orang sekitar, dan benda atau objek yang dekat dengan anak (Nelson dalam Owens, 1984).

3. Tahap Dua-Kata

  Fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18-24 bulan. Pada tahap ini kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat, seiring dengan kematangan otak dan alat ucapnya. Dalam bertutur anak-anak mulai menggunakan dua kata: papa ikut, mamah main, mau bobo, dan sebagainya. Hanya kata-kata pokok yang diucapkan anak, seperti kata benda, kata kerja (dasar), dan/atau kata sifat. Tak ada kata tugas seperti kata depan atau kata penghubung.

4. Tahap telegrafis

Antara usia 2-3 tahun anak telah menghasilkan ujaran dalam bentuk kalimat kalimat pendek. Ciri yang paling mencolok pada fase ini bukanlah pada jumlah kata yang dihasilkan anak, tetapi pada variasi bentuk kata yang sudah mulai muncul. Namun demikian, pada fase ini, anak belum menggunakan kata tugas dalam bertutur. Oleh karena itu, perkembangan bahasa anak pada fase ini disebut dengan tahap telegrafis. Seiring dengan bertambahnya usia dan perkembangan otak dan perangkat biologis lainnya maka kemampuan anak pun (kaidah bahasa dan kaidah berbahasa) akan semakin meningkat hingga mendekati tuturan orang dewasa. Begitulah seterusnya. Bayi dalam usia 2-4 bulan ternyata telah memahami dan merespons maksud tuturan orang tuanya, melalui berbagai nada suara tertentu. Sekitar enam bulan, anak mulai mengaitkan tuturan yang didengarnya dengan konteks yang menyertainya, seperti ucapan dadah (disertai dengan lambaian tangan), tepuk tangan atau gurauan. Dalam suatu studi yang dilakukan terhadap delapan anak, ternyata kedelapan anak itu telah memahami 20-30 kata sebelum mereka dapat mengucapkan 10 kata. Melalui studi ini ditemukan pula bahwa kemampuan memahami anak lebih cepat satu bulan sebelum mereka dapat mengucapkan kata pertamanya. Dengan demikian, kemampuan anak dalam memahami tuturan muncul lebih awal daripada kemampuan mengucapkan (Ingram, 1974; Benedict, 1979; Owens, 1984; Crystal, 1987). Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh dialog seorang Ibu dengan anaknya Fajar, yang berusia 24 tahun. Ibu : "Fajar, minum susu, ya sayang?" Fajar :"Nga!" (Enggak 'tidak').

Tiba - tiba datang tantenya dan memberi Fajar kue dan Fajar pun menerimanya. Ibu : "Fajar, hilang apa sama tante?". Fajar : "Maacih!" (Terimakasih).  Fajar baru dapat mengucapkan satu kata, tetapi ia dapat memahami tuturan yang lebih panjang. Namun demikian, anak hanya akan memperhatikan dan merespons tuturan orang lain apabila materi tuturan itu berada dalam jangkauan pengetahuannya. Kalau tidak maka anak akan mengabaikannya

 

 

KEGIATAN BELAJAR 2

2. Pemerolehan Bahasa Kedua

  1. Pengertian dan Cara Pemerolehan Bahasa Kedua

Bahasa kedua (B2) adalah Bahasa lain yang dimiliki oleh anak dan digunakan selain Bahasa utamanya. Suatu Bahasa disebut Bahasa kedua apabila dipelajari lewat Pendidikan formal. Pemerolehan Bahasa kedua adalah Bahasa yang dipelajari dan dikuasai anak setelah menguasai satu Bahasa. Dalam konteks anak Indonesia, yang menyandang status B2 itu adalah Bahasa daerah, Bahasa Indonesia atau bahasa asing. Belajar B2 dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (1) terpimpin, (2) melalui pembelajaran khusus, alamiah, melalui kegiatan langsung berbahasa dalam suasana nyata atau (3) terpimpin dan alamiah. Dari ketiga cara ini, yang paling efektif mempercepat penguasaan B2 adalah cara ketiga.

  1. Teori Pemerolehan Bahasa Kedua

Elis (19986) telah mengidentifikasi 7 teori pemerelehan B2 yaitu:

1.      Model Akulturasi

Akulturasi adalah proses adaptasi dengan kebudayaan baru. Akulturasi ditentukan oleh jarak social dan jarak psikologis. Jarak social adalah pengaruh factor-faktor pembelajar sebagai anggota masyarakat yang harus berhubungan dengan masyarakat pemilik B2. Sementara jarak psikologis adalah pengaruh factor afeksi pembelajar sebagao pribadi pembelajar.

 

Factor-faktor yang menentukan jarak social antara kelompok B1 dan B2

a.       kesamaan derajat social

b.      timbulnya keinginan asimilasi

c.       saling terlibatnya antar 2 kelompok

d.      kelompok belajar B2 kecil tidak kohesif

e.       kesesuaian budaya

f.       saling memiliki sikap positif

g.      lama tidaknya berasimilasi antara kelompok B1 dan B2

 

2.      Teori Akomodasi

Teori ini mengatakan bahwa hubungan masyarakat B1 dengan B2dalam berinteraksi dangat menentukan pemerolehan B2. Factor-faktor yang mempermudah keberhasilan mempelajari B2

a.       Anggapan pembelajar B2 bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat B2

b.      Tidak memandang rendah kelompok masyarakat B2

c.       Persepsi pembelajar tentang pentingnya etnolinguistil

d.      Terbuka dan tidak ketat dalam mempersepsikan batas B1 dan B2

e.       Pembelajar B1 sama  kuat dan memuaskan dengan kelompok social lainnya.

 

3.      Teori wacana

Menekanlan pentingnya pembelajar B2 menemukan makna Bahasa melalui keterlibatannya dalam berkomunikasi. Teori wacana mempunyai beberapa prinsip;

a.       Pemerolehan B2 mengikuti urutan alamiah dalam perkembangan sintaksis

b.      Penutur asli akan menyesuaikna tuturannya untuk mencapai makna yang disepakati dan masukan mempengaryhi kecepatan dan urutan pemerolehan B2.

c.       Strategi percakapan yang ditempuh untuk mencapai makna yang disepakati dan masukan mempengaruhi kecepatan dan urutan pemerolehan B2.

 

4.      Model monitor

Monitor adalah proses konstruksi kreatif dalam berbahasa. Model ini memiliki 5 hipotesis berikut yang mempengaruhi pemerolehan B2

a.       Hipotesis pemerolehan pembelajaran

b.      Hipotesis urutan alamiah

c.       Hipotesis monitor

d.      Hipotesis masukan

e.       Hipotesis saringan afektif

 

5.      Model kompetensi variable

Model ini berpendapat bahwa cara seseorang mempelajari Bahasa akan mencerminkan cara orang itu menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Produk penggunaan bahasa terdiri atas berbagai macam produk bahasa (wacana) yang tidak terencana sampai yang terencana.

Model kompetensi variable menyampaikan prinsip-prinsib sebagai berikut:

a.       Pembelajar menyimpan pengetahuan tunggal yang berisi kaidah-kaidah  bahasa antara (interlangue). Secara otomatis penyimpan ini akan aktif apabila dirangsang, didorong, dan dipocu untuk berlatih menggunakan B2.

b.      Pembelajar memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa. Kemampuan itu berbentuk proses wacana primer, proses wacana sekunder, dan proses wacana kognitif.

c.       Terampil B2 merupakan variable yang dihasilkan melalui proses primer dalam wacana yang tidak terencana atau proses sekunder dalam wacana yang direncanakan.

d.      Perkembangan pemerolehan B2 terjadi akibat

(1)   pemerolehan kaidah-kaidah baru dari B2  melalui keterlibatan pembelajar dalam berbagai tipe wacana.

(2)   Pengaktifan kaidah-kaidah B2 yang sudah ada pada dalam bentuk tidak teranalisis dan tidak otomatis atau teranalisis sehingga dapat digunakan untuk wacana yang tidak direncakan.

 

6.      Hipotesis universal

Hipotesis ini menyatakan bahwa bahasa antara anak (interlangue) akan terisi dengan kaidah-kaidah bahasa yang bersifat yang bersifat universal. Pola-pola bahasa yang sesuai dengan kesemestaan bahasa akan lebih mudah dipahami daripada pola-pola khusus. Penguasaan struktur B1 akan membantu pembelajar dalam pemerolehan B2.

 

7.      Teori neofungsional

Teori ini menyatakan adanya hubungan antara bahasa dengan anatomi syaraf . dua daerah dalam otak, yaitu belahan  otak kanan (daerah wernikcle) dan belahan kiri (daerah Brocka), menentukan pemerolehan B2.  belahan otak kanan berkaitan dengan proses menyeluruh  dan berfungsi untuk merekam dan memproses ujaran yang berpola.

DAFTAR PUSTAKA

 

Soichan T. W, dkk. (2021). Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

 

 

2 comments:

Muhammad Iqbal said...

Thank you for nice information. Please visit our web: Click Here Click Here

Kampusnya politisi said...

very interesting information
Kampusnya politisi

Post a Comment