TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SD
1.
KEGIATAN BELAJAR
1 (TEORI PIAGIET DALAM PEMBELAJARAN IPA DI
SD)
A.
TEORI PIAGIET
Teori Jean Piaget menyatakan bahwa kemampuan
intelektual anak berkembang secara bertingkat atau bertahap yaitu sensori motor (0-2 tahun),
pra operasional (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), dan operasional (>11 tahun). Teori ini
merekomendasikan perlunya mengamati
tingkatan perkembangan mental dan intelektual anak sebelum suatu
bahan pelajaran diberikan. Perkembangan mental atau kognisi anak terdiri dari empat tahapan.
1. Tahap sensori
motor
Ada tiga kemampuan penting yang dicapai anak pada masa sensori motor ini yaitu:
1. Kemampuan mengontrol secara internal, yaitu
terbentuknya kontrol dari dalam pikirannya terhadap
dunia nyata. Dengan kata lain, sampai dengan usia dua tahun anak mengalami pergantian persepsi dari motor murni
ke arah gambaran yang berupa simbol
(lambang).
2. Perkembangan konsep
kenyataan. Pada akhir tahap ini anak akan menyadari bahwa dunia ini ada dan tetap ada, sehingga anak akan mengetahui
bahwa suatu benda itu ada.
3. Perkembangan
pengertian beberapa sebab dan akibat.
2. Tahap pre-operasional
Tahapan ini merupakan tahapan yang amat
menakjubkan. Dimulai dari anak yang baru bisa mengatakan satu dua patah kata hingga menjadi anak yang dapat menyusun suatu kalimat.
Selain itu terjadi perkembangan mental yang luar biasa pula. Tahapan ini
disebut sebagai tahapan
pre-operasional karena anak tidak akan memiliki kemampuan berpikir yang operasional sampai anak mencapai
usia tujuh tahun dan kadang-kadang disebut sebagai tahapan intuisi. Dikatakan demikian karena
pada tahapan ini intuisi yang dipengaruhi oleh
persepsi dan egosentrisme berperan sangat penting dalam cara berpikir anak.
Pada usia ini anak belum mengerti bahwa bejana
yang pendek dan lebar memiliki lebih banyak
cairan dibanding dengan sebuah botol kecil dan tinggi. Piaget menyebutkan hal
ini sebagai konservasi volume cairan.
Anda dapat mencobakan permainan berikut dengan dua anak yang berbeda
usia pada tahapan ini.
Sumber Eiser dan Eiser 1993)
3. Tahap Konkret
Operasional
Tahapan ini berawal pada anak usia 6 atau 7
tahun dan berakhir padausia 11 tahun. Usia-usia
ini merupakan usia di mana anak menempuh pelajaran di SD. Tahap sebelumnya merupakan
tahap pre-operasional, seperti
telah
dikatakan di atas, bukan karena ketidakmampuan anak untuk berpikir, tetapi
disebabkan oleh cara berpikir mereka
yang masih terbatas. Keterbatasan-keterbatasannya telah dijelaskan di atas, di mana keterbatasan tersebut disebabkan oleh kepercayaan anak akan persepsi,
intuisi, dan egosentrismenya daripada alasan atau sebab-sebabnya. Pada
tahapan ini telah terjadi perubahan-perubahan walaupun masih ada juga keterbatasannya. Perubahan yang sangat penting dan mendasar adalah perubahan dari pemikiran yang kurang logis ke pemikiran
yang lebih logis.
Hal ini ditandai
dengan adanya ketentuan-ketentuan atau aturan yang telah diikuti.
Operasi yang mendasari
pemikirannya berdasarkan pada yang konkret
atau nyata; dapat
dilihat, diraba, atau dirasa, dari suatu benda atau kejadian,
sehingga tahapan ini disebut sebagai tahap konkret operasional. Tidak
seperti pada anak usia pre-operasional, anak konkret operasional sudah
dapat melakukan apa yang Piaget sebut sebagai konservasi
4. Tahap formal
operasional
Anak usia sekitar sebelas tahun memasuki tahap formal
operasional. Tahap ini berakhir pada usia
14 atau 15 tahun sebelum memasuki masa dewasa. Tahap ini dikatakan sebagai
tahap akhir dari perkembangan
struktur berpikir. Anak usia ini telah dapat secara penuh melakukan operasi secara logis tetapi masih
mempunyai pengalaman yang terbatas. Mereka sekarang dapat berhubungan dengan masalah-masalah yang bersifat hipotesis
dan cara berpikir mereka mungkin
telah termasuk suatu set yang formal dari ketentuan-ketentuan yang logis.
Mereka dapat secara mental dan
sistematik meneliti faktor-faktor yang beragam.
B.
PENERAPAN TEORI PIAGET DALAM PEMBELAJARAN IPADI SD
Dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk
menilai sumber ide- idenya akan memberikan
kesempatan pada mereka untuk menilai proses pemecahan masalah. Hal ini juga perlu dilakukan di dalam kelas. Sebagai contoh, apabila kelas telah menyelesaikan
suatu masalah, sebaiknya guru menanyakan kembali kepada siswa tentang cara mendapatkan jawaban tersebut. Misalnya dengan
‘Bagaimana kita bisa sampai pada jawaban ini?’
dan membantu kelas untuk
mengulas kembali tahapan-tahapan yang dilalui hingga menemukan jawaban atau kesimpulan itu. Dengan
demikian guru lebih membantu
anak dalam proses perkembangan intelektualnya.
C.
CONTOH PEMBELAJARAN IPA DI SD BERDASARKAN
TEORIPIAGET
Berikut akan disampaikan rancangan pembelajaran secara garis besar.
Konsep yang diajarkan : udara mempunyai sifat-sifat tertentu
dan banyak kegunaannya bagi kehidupan manusia
Sub konsep : Udara yang
bergerak mempunyai tekanan
yang lebih rendah
Metode yang dipakai :
eksperimen
Alat dan bahan
yang digunakan:
1. dua bola pingpong
(tenis meja);
2. benang;
3. kayu, kira-kira 30 cm.
Cara kerja:
1. Ikatlah kedua bola pingpong dengan
benang yang ada.
2. Ikatkan kedua ujung benang secara
berdekatan pada kayu yang telahdisediakan, sehingga tampak
seperti gambar berikut.
2. KEGIATAN BELAJAR 2 (MODEL BRUNER
DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN IPA DI SD
A. MODEL BELAJAR
BRUNER
Bruner menganggap bahwa belajar dan persepsi merupakan
suatu kegiatan pengolahan informasi yang menemukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengenal dan
menjelaskan gejala yang ada di
lingkungan kita. Kegiatan ini meliputi pembentukan kategori-kategori (konsep) yang dihasilkan melalui pengabstraksian
dari kesamaan kejadian-kejadian dan pengalaman- pengalaman. Suatu konsep merupakan suatu kategori. Dikatakan
demikian karena kategori atau konsep merupakan perwakilan benda atau kejadian
yang mempunyai persamaan. Misalnya konsep burung;
burung adalah suatu kategori yang mewakili binatang
yang mempunyai bulu, sayap,
dua kaki, dan paruh. Dengan demikian kategori dapat pula dipandang sebagai ketentuan atau hukum. Jadi
kategori adalah suatu ketentuan untuk mengelompokkan benda-benda atau kejadian
yang sama atau ekuivalen, sebab apabila dua buah objek dimasukkan
ke dalam kategori yang sama, implikasinya mereka itu sama, paling tidak kalau dipandang
dari beberapa segi.
Sebagai suatu ketentuan, kategori
mempunyai spesifikasi karakteristik yang penting dari benda-benda atau kejadian-kejadian yang ada di dalamnya. Spesifikasi tersebut adalah:
1. Atribut yang harus dimiliki
oleh suatu objek.
Atribut adalah ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh
suatu objek.
2. Cara penentuan atribut-atribut yang ada atau
penggabungan,
3.
Pentingnya ragam atribut,
ada yang sendiri atau kombinasi
dari atribut.
4. Batas bagi penerimaan nilai (value) dari atribut tersebut.
Nilai adalah keragaman
yang ada pada suatu
atribut.
Contoh penerapan ketentuan-ketentuan di atas terdapat pada halaman
1.24
Bruner beranggapan bahwa interaksi kita dengan lingkungan sekeliling kita selalu menggunakan kategori-kategori. Aktivitas-aktivitas seperti persepsi,
konseptualisasi, dan pengambilan keputusan, semuanya dapat
dijelaskan dari sudut pandang pembentukan dan
penggunaan kategori. Pembentukan dan penggunaan kategori ini bukan hanya
bermanfaat tetapi juga penting untuk
mempelajari dan berinteraksi dengan sekeliling kita. Sebagai contoh; apabila seseorang menemukan makhluk yang
bergerak orang itu akan berpikir bahwa benda
yang dia lihat itu bukanlah tumbuhan melainkan hewan karena atribut
bergerak tidak dimiliki oleh tumbuhan tetapi oleh
bewan. Kemudian lebih meningkat lagi, dilihat bahwa hewan tersebut mempunyai kaki empat. Dari kenyataan ini orang tersebut
akan berpikir bahwa
hewan ini tentu bukan ikan dan bukan burung karena baik ikan maupun burung tidak mempunyai empat kaki; yang mempunyai empat
kaki adalah hewan reptil atau mamalia; demikian
dan seterusnya, Cara seperti ini berlaku untuk semua objek dan kejadian
yang dijumpai.
Lebih lanjut Bruner mengatakan bahwa pengkategorisasian mempunyai
beberapa keuntungan, antara
lain mengurangi kompleksitas dari benda atau kejadian di sekitar kita Kategorisasi mengurangi keharusan untuk
selalu belajar. Pengkategorisasian juga memberikan arahan dan tujuan terhadap aktivitas kita, dan memberikan
kesempatan kepada kita untuk menghubungkan
objek dengan kelas dari kejadian alam. Hal ini akan menurunkan jumlah ciri- ciri khusus dan meningkatnya ciri-ciri
yang lebih umum (general). Dalam hal
ini Bruner menyebutnya sebagai koding. Kalau diumpamakan mental kita
merupakan suatu filing system (sistem pengarsipan) di dalam suatu
almari yang di dalamnya terdapat banyak map.
Menurut
Eisler dan Eisler (1993) Bruner merupakn salah
satu ahli psikolog yang paling berhasil dalam menerapkan arsip-arsip yang
dikembangkan oleh Piaget. Teori Bruner tentang
cara seorang anak memperoleh dan memproses informasi baru sejajar dengan
apa yang Piaget kemukakan. Yaitu anak tumbuh melalui tahapan-tahapan yang berbeda.
Ada tiga
tahap penampilan mental yaitu tahap penampilan mental enaktif, tahap ikonik,
dan tahap simbolik. Tahap penampilan
enaktif sejajar dengan tahap sensori motor pada Piaget. Pada tahap ikonik,
penampilan mental anak sangat dipengaruhi oleh persepsinya. Ketika
mekanisme control dari dirinya berkembang, anak tersebut telah masuk ke
tahap penampilan simbolik. Inti dari
tahap penamilan simbolik adalah pengembangan keterampilan berbahasa dan kemampuan
untuk mengartikan dunia luar dengan kata-kata
dan idenya.
Berdasarkan teori yang dikemukakan, Bruner
menyusun suatu model belajar yang disebut sebagai model belajar
penemuan (discovery learning). Bruner beranggapan bahwa model belajar penemuan sesuai dengan hakikat
manusia yang mempunyai sifat selalu ingin mencari ilmu pengetahuan secara aktif. Dalam model belajar
penemuan siswa dituntut
untuk mengelola dan melakukan penemuan sehingga menemukan konsep atau teori tersebut.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar
penemuan mempunyai kelebihan-kelebihan, seperti
pengetahuan yang diperolehbakan bertahan lama. Sampai ada istilah popular yaitu siapa yang mengerjakan maka dia yang
mengerti dan mengingatnya. Sebagai contoh tertera pada halaman 1.26
paragraf paling terakhir.
Model penemuan ini juga dapat mengubah motivasi
belajar pencarian pujian dari luar (motivasi luar) ke kepuasan
batin (motivasi dari dalam diri). Model belajar
penemuan membekali siswa dengan prosedur
yang pratis untuk memecahkan
masalah.
B. PENERAPAN MODEL
BRUNER PADA PEMBELAJARAN IPA di
SD
Dikatakan di atas bahwa Bruner mengemukakan model belajar yang disebut model belajar
penemuan. Sesuai dengan teori belajar penemuan, tujuan pembelajaran penemuan
ini bukan hanya untuk memperoleh
pengetahuan saja melainkan untuk memberikan motivasi kepada siswa, melatih
kemampuan berpikir intelektual, dan merangsang
keingintahuan siswa.
Dalam proses pembelajaran di kelas menurut
Bruner bukan untuk menghasilkan perpustakaan hidup, melainkan untuk
melatih siswa berfikir secara kritis untuk dirinya serta berpartisipasi secara aktif dalam proses mendapatkan
pengetahuan. Satu ciri utama dari proses pembelajaran penemuan
ini adalah keterlibatan guru yang jauh lebih sedikit
dibandingkan
dengan
metode pembelajaran lainnya. Tapi bukan berarti guru tidak membimbing siswa,
maka dari itu Bruner memberikan tiga ciri
pemebelajaran penemuan, yaitu :
1. Keterlibatan
siswa dalam proses
belajar.
2. Peran guru adalah sebagai
seorang penunjuk (guide) dan pengarah bagi siswanya yang
mencari informasi. Jadi guru bukan sebagai penyampai informasi.
3. Umumnya dalam proses pembelajaran digunakan
barang-barang nyata.
Ada dua macam model pembelajaran penemuan,
yaitu model pembelajaran penemuan murni dan model pembelajaran penemuan terarah.
-
Model pembelajaran penemuan murni merupakan model pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk atau arahan. Guru
tidak memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan
oleh siswa. Bagi guru yang menerapkan pembelajaran penemuan ini harus toleran
terhadap kebisingan, karena setiap siswa akan berdiskusi dan mencoba berbagai
hal.
-
Model pembelajaran penemuan terarah sedikit
berbeda dari pembelajaran penemuan murni. Guru sedikit lebih banyak berperan
disbanding dengan pembelajaran penemuan murni. Disini ada kemungkinan guru mengingibkan seluruh
siswa melakukan kegiatan yang hampir sama.
Yang
perlu diingat adalah banyaknya bantuan dan bimbingan yang diberikan guru kepada siswanya tidak membatasi kebebasan siswa
untuk melakukan penemuan sendiri. Tidak sedikit guru yang masih ragu untuk menerapkan pembelajaran penemuan di
kelasnya. Salah satu penyebabnya
adalah adanya kekhawatiran akan kelas yang tidak kondusif. Untuk mengatasi hal tersebut ada beberapa saran dari guru
yang sudah berpengalaman dalam
menerapkan pembelajaran penemuan, yaitu :
1. Membagi siswa di dalam kelas menjadi beberapa grup.
2. Berikan
tugas kepada setiap grup dengan menunjuk satu siswa dalam kelompok untuk mejadi ketua dan siswa lain menjadi
penanggung jawab masing-masing tugas.
3. Bicarakan secara klasikal terlebih
dahulu tanggung jawab masing-masing petugas
di dalam grupnya.
4. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan aturan
yang akan digunakan dalam kelas atau grupnya.
5. Berikan arahan
terhadap aktivitas yang akan dilakukan sebelum alat dan bahan diberikan kepada siswa.
6. Hanya penanggung jawab material yang boleh mengambilkan material yang dipakai.
7. Guru berkeliling mendekati setiap grup secara bergantian untuk memberikan bantuan
yang diperlukan.
8. Jika guru ingin memindahkan siswa dari dan ke suatu grup, lakukan
sedikit demi sedikit. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi kebisingan dan keributan.
C. CONTOH PEMBELAJARAN IPA di SD BERDASARKAN MODEL BRUNER
Berikut dua contoh pembelajaran IPA di kelas III dan kelas IV berdasarkan teori Bruner. Kedua
contoh ini merupakan garis besar pembelajaran,
jadi dapat dikembangkan lebih rinci.
1. Kelas III
Tujuan Umum : Siswa mengenali
bagian-bagian tumbuhan dan mampu mengelompokkan tumbuhan berdasarkan
ciri-ciri dan kegunaannya dengan pengamatan dan penafsiran.
Topik : Tumbuhan mempunyai bagian-bagian tertentu
Cara pelaksanaan
a. Ambillah satu tanaman
yang lengkap, terdiri dari akar, batang, daun, dan bunga.
b.
Berilah kesempatan kepada siswa untuk mengamati, kemudian
berilah pertanyaan seperti
berikut : Menurut kalian, bagaiaman akar dapat
berfungsi pada tumbuhan?
c.
Terima seluruh idea tau tanggapan
siswa. Berilah kesempatan
kepada siswa untuk mengajukan dan menguji idenya sendiri.
d. Berilah pertanyaan lain untuk menanyakan bagian tumbuhan yang lainnya.
2. Kelas IV
Tujuan Umum :
Siswa memahami susunan,
sifat dan kegunaan udara dengan
melakukan percobaan dan
menafsirkan informasi.
Topik : Udara dioerlukan bagi pembakaran.
Alat dan bahan : a. gelas kecil
b. gelas besar
c. toples kira-kira berukuran
2 liter
d. lilin pendek 3 buah
e. korek api
Cara pelaksanaan
1. Sebelum memperbolehkan siswa untuk melakukan
percobaan, berilah pertanyaan
seperti:
a.
Apa yang akan terjadi
apabila lilin yang menyala
ditutup dengan gelas?
b.
Bagaimana kemungkinan yang akan terjadi
apabila tiga lilin yang menyala
ditutup dengan penutup yang
berbeda besarnya?
2. Berilah kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan idenya (sebagai hipotesis) dan kemudian mengujinya
melalui percobaan.
3. Setelah selesai melakukan percobaan, berilah pertanyaan seperti:
a.
Apakah hasil percobaan sesuai dengan perkiraan semula?
b.
Mengapa diperlukan waktu yang bersamaan saat menutup ketiga
lilin?
Gambar bisa
dilihat pada gambar 1.7 halaman
1.31
3. KEGIATAN BELAJAR 3 (Teori
Belajar Gagne dan Penerapannya dalam
Pembelajaran IPA SD)
Menurut Gagne, belajar merupakan
suatu proses yang memungkinkan seseorang
untuk mengubah tingkah lakunya
cukup cepat, dan perubahan tersebut bersifat relatif tetap, sehingga perubahan yang serupa tidak
perlu terjadi berulang
kali setiap menghadapi situasi yang baru.
Sebagai
contoh : Siswa kelas IV SD yang bernama Harun yang memahami proses fotosintesis pada daun setelah mendapat penjelasan
berulang dari guru dan dapat menjelaskan kembali dengan mandiri
setelah kenaikan kelas yang lebih tinggi.
Information Processing Model (Model Pemrosesan Informasi)
Model
ini dikemukakan oleh Gagne bertitik
tolak dari suatu analogi antara manusia dan komputer.
Proses belajar dianggap sebagai transformasi input menjadi output seperti yang lazim terlihat pada sebuah komputer.
Model ini dapat dilihat pada modul 1.37 bagan gambar
1.8 .
Model yang digambarkan dalam gambar 1.8 tersebut menunjukkan bagaimana aliran informasi dari input yang bergerak ke
output serta menunjukkan bagaimana pengendalian internal dari aliran informasi oleh kontrol utama (exeutive control)
dan harapan-harapan (expectancies). Excecutive control terdiri
atas strategi-strategi kognitif,
dan expectancies mengaktifkan dan memodifikasi aliran informasi.
Berdasarkan
uraian pada modul 1.38 terkait bagan gambar 1.8 dapat disimpulkan bahwa model belajar
mencakup dua aspek, yaitu aspek tentang aliran informasi dan aspek pengontrolan aliran informasi. Cara belajar sangat dipengaruhi oleh proses-proses yang dimulai dalam kedua struktur pengontrolan itu.
Level dan Hasil Belajar
Menurut Gagne
A. LEVEL BELAJAR
MENURUT ROBERT M.GAGNE
Menurut Gagne, tingkatan atau level belajar
dimulai dari yang sederhana ke yang lebih
kompleks. Tahapan atau level belajar menurut Gangne dapat dilihat pada tabel di modul 1.39
– 1.40.
Level belajar tersebut antara
lain :
1.
Level 1
Tanda-tanda belajar (tanpa ada bantuan tindakan
terhadap emosi, ketakutan,
kesenangan, dan lain-lain.
2.
Level 2
Stimulus-Response (S-R) / Bantuan
belajar.
3. Level 3
Merangkai (chaining) / menggabungkan bersama
tingkah laku S-R sederhana untuk
membentuk tahap-tahap
tindakan individu.
4.
Level 4
Verbal Chaining (menamai
benda, menggunakan sifat untuk menamai
benda).
5. Level 5
Beragam perbedaan
belajar (menempatkan objek dan kejadian
dengan satu atau lebih sifat-
sifat umum dalam satu set).
6.
Level 6
Konsep belajar
(mengidentifikasi objek dan kejadian yang kelihatannya berbeda
dari khasnya).
7.
Level 7
Prinsip belajar (mengkombinasikan konsep-konsep yang telah
dimiliki).
8. Level 8
Problem solving.
B. HASIL-HASIL BELAJAR
MENURUT GAGNE
Gagne memberikan lima macam hasil belajar, tiga yang pertama
bersifat kognitif, yang keempat
bersifat afektif, dan yang kelima bersifat psikomotorik. Adapun Taksonomi Gagne tentang
hasil-hasil belajar meliputi :
1.
Informasi verbal (verbal
information).
Ialah
informasi yang diperoleh dari kata yang diucapkan seseorang dari membaca, dari
radio, televisi, computer, dan
sebagainya. Informasi ini meliputi
nama-nama, fakta-fakta, prinsip- prinsip, dan generalisasi-generalisasi. Informasi tertuju pada apa yang ingin diketahui.
2.
Keterampilan-keterampilan intelektual (intellectual skills).
Keterampilan
intelektual terungkap dari pertanyaan yang dimulai dengan istilah bagaimana. Untuk membuktikan seorang
siswa telah memiliki
keterampilan intelektual dalam pembelajaran yaitu :
·
Diskriminasi (discrimination).
·
Konsep-konsep konkret
(concrete concepts).
·
Konsep-konsep terdefinisi (defined concepts).
· Aturan-aturan
(rules).
3. Strategi-strategi kognitif (cognitive strategies).
Adalah
kemampuan-kemampuan internal yang terorganisasi. Strategi ini berupa
pengendalian tingkah laku pelajar itu sendiri dalam mengendalikan lingkungannya. Peserta didik memikirkan apa yang telah dipelajarinya dan memecahkan
masalah secara kreatif.
4.
Sikap-sikap (attitudes).
Sikap
merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat
mempengaruhi tingkah laku kita
terhadap benda-benda, kejadian-kejadian atau makhluk hidup. Sekelompok sikap
yang penting ialah sikap terhadap orang lain / sikap sosial.
5.
Keterampilan-keterampilan (motor
skills).
Keterampilan
yang disebut keterampilan motorik yang mencakup kegiatan fisik dan kegiatan keterampilan intelektual. Misalnya menggunakan alat peraga sebagai
media pembelajaran.
C. Menerapkan Teori Gagne dalam Mengajarkan IPA di SD
Model
mengajar menurut Gagne meliputi delapan langkah, yang sering disebut kejadian- kejadian
instruksional (instructional events), meliputi :
a)
Mengaktifkan motivasi
(activating motivation)
Expectany
dapat dianggap sebagai motivasi khusus dari pelajar untuk mencapai tujuan belajar. Expectancy dapat mengaktifkan
motif-motif belajar siswa misalnya motif untuk
ingin tahu (curiosity), motif untuk menyelidiki dan motif untuk mencapainya.
b)
Memberi tahu pelajar tentang
tujuan-tujuan belajar (Instructional information)
Menurut
Gagne, guru sebaiknya memberi tahu siswa secara komprehensif tentang tujuan instruksional khusus yang akan dicapainya setelah
suatu pelajaran telah selesai diajarkan/dipelajari. Dengan mengetahui model belajar Gagne, diharapkan guru mempunyai dasar yang kuat bagaimana TPK (Tujuan Pembelajaran Khusus) atau indikator
itu dirumuskan agar dapat mempengaruhi
seluruh aliran informasi.
c)
Mengarahkan perhatian (directing attention)
Gagne mengemukakan ada dua bentuk perhatian. Yang pertama berfungsi
untuk membuat siswa siap menerima
stimuli atau rangsangan belajar. Yang kedua disebut persepsi selektif yaitu seleksi atau
pemilihan stimulant yang sesuai.
d)
Merangsang ingatan
(stimulating recall)
Menurut Gagne,
bagian yang paling kritis dalam proses belajar
yaitu pemberian kode
pada informasi yang berasal dari memori jangka pendek yang disimpan
dalam memori jangka panjang.
e)
Menyediakan bimbingan
belajar
Diperlukan adanya bimbingan langsung untuk pemberian kode pada informasi untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka panjang, baik secara verbal maupun nonverbal.
f)
Meningkatkan retensi
(enchancing retention)
Yaitu
upaya yang dilakukan agar materi yang dipelajari dapat bertahan dalam memori jangka panjang. Upaya bisa dilakukan
dengan cara mengulang materi yang sama secara
terus-menerus.
g)
Membantu transfer
belajar
Tujuan
transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi yang
baru. Penerapan ini dapat dilakukan
melalui tugas pemecahan masalah dan diskusi kelompok. Guru dapat membantu
transfer belajar kepada para siswa.
h)
Memperlihatkan/perbuatan dan memberikan umpan balik
Hasil
belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara agar guru dan siswa dapat
mengetahui apakah tujuan
belajar telah tercapai.
Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk memperlihatkan
hasil belajar mereka sebagai umpan balik dengan
cara memberikan tes atau mengamati tingkah laku siswa (student’s performance). Umpan balik, bila sifatnya positif, merupakan pertanda bahwa siswa telah mencapai tujuan belajar, dengan demikian harapan
(expectancies) yang muncul pada permulaan tindakan belajar
adalah terpenuhi. Dalam hal ini umpan balik dapat menghasilkan penguatan (reinformencement) pada siswa yang belajar.
4. KEGIATAN BELAJAR
4 (TEORI AUSUBEL DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SD)
Sebelum membahas apa yang dengan belajar oleh Ausubel, ada baiknya Anda mempelajar
beberapa teori belajar. Ada beberapa teori belajar yang akan dib sepintas
sebagai bahan perbandingan. Teori belajar
tersebut meliputi: 1) belajar hanya menerima saja (reception learning), 2) belajar penemuan
( discovery learning), 3) belajar hapalan
(rote learning), 4) dan belajar bermakna (meaningful
learning).
Jika kita kaji ke-4 model belajar yang akan
kita bahas, maka kita bermakna . mencoba untuk
melihat persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tiap-tiap model belajar
tadi. Misalnya, perbedaan
antara belajar penerima
dan belaiar penemuan
tidaklah sulit untuk dipahami.
Dalam hal penerimaan, isi utama dari apa yang akan dipelajari, disajikan pada
sisw dalam bentuk final. Siswa sama
sekali tidak menemukan sesuatu. Siswa hanya diminta untuk menerima
pelajaran yang disajikan
padanya dan menggunakannya di kemudian hari. Sedangkan
sifat utama dari belaja penemuan ialah bahwa materi utama yang akan dipelajari tidak diberikan
tetapi harus ditemukan oleh menggunakannya.
Sebenarnya ada empat macam belajar dengan dua
dimensi yang terpisah, Dimensi yang pertama berhubungan dengan cara informasi
(materi pelajaran itu disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi
ked ialah menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif
yang telah ada. Struktur kognitif
meliputi fakta-fakta konsep-konsep dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi
dapat dikomunikasikan pada pelajar baik dalam
bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final,
maupun dalam bentuk belajar penemuan
yang mengharuskan siswa untuk menemukan
sendiri sebagian atau selur informasi
itu. Dalam tingkat
kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan
informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep, prinsip, dan sebagainya) yang telah
dimilikinya. Ini disebut belajar bermakna.
Akan tetapi siswa itu dapat juga hanya
mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu
tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada pada struktur
kognitifnya. Hal ini disebut belajar hapalan.
Kedua dimensi, yaitu penerimaan/penemuan dan
hapalan/bermakna tidak menunjukkan dikotomi
sederhana, melainkan merupakan suatu kontinum Kontinum mendatar dari kiri ke kanan memperlihatkan berkurangnya belajar penerimaan dan bertambahnya belajar
penemuan. Sedangkan arah kontinum vertikal
yaitu dari bawah ke atas, menunjukkan berkurangnya belajar hapalan dan bertambahnya belajar bermakna.
Ausubel menyatakan bahwa banyak ahli pendidikan
menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hapalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna
hanya terjadi bila
si pelajar
menemukan sendiri pengetahuan. Pada pembahasan berikutnya, Anda akan diajak
untuk lebih memfokuskan diri
pada konsep belajar.
A. BELAJAR BERMAKNA
Ausubel adalah seorang
ahli psikologi kognitif. Inti dari teori belajar
adalah belajar bermakna. Bagi Ausubel belajar bermakna
merupakan sa proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif
seseorang. Seperti telah kita ketahui
bahw informasi yang baru kita terima akan disimpan di daerah tertentu dalam
otak Banyak sel otak yang terlibat
dalam penyimpanan pengetahuan tersebut.
Peristiwa psikologi belajar
bermakna menyangkut asimilasi
informas baru ke dalam pengetahuan yang telah ada dalam
struktur kognitif seseorang Jadi dalam belajar bermakna, informasi baru diasimilasikan pada subsumer. subsumer relevan
yang telah ada dalam struktur kognitif
seseorang. Sebaga hasil belajar menyebabkan pertumbuhan dan modifikasi
subsumer- subsumer yang telah ada.
Sebagai contoh Pada anak-anak, pembentukan
konsep merupakan proses utama untuk memperoleh konsep.
Pembentukan konsep adalah semacam belajar
penemuan yang menyangkut baik pembentukan hipotesis
dan pengujian hipotesis, maupun pembentukan generalisasi-generalisasi dari hal-hal
yang khusus. Misalnya dengan berkali-kali dihadapkan pada kucing, burung,
ikan atau pada kursi, meja, maka lambat laun anak-anak
akan menemukan kriteria
bagi konsep kucing, burung, ikan, kursi, atau meja.
B. MENERAPKAN TEORI AUSUBEL
DALAM PENGAJARAN IPA SD
Ausubel dalam bukunya Educational Psychology: A
Cognitive View, menyatakan bahwa faktor
yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui
siswa. Pernyataan Ausubel
inilah yang menjadi inti teori belajarnya, yaitu
belajar bermakna.
Belajar secara verbal diajarkan melalui
pengajaran langsung seperti ceramah dan sudah
berlangsung selama bertahun-tahun. Penelitian tentang cara mengajar yang
efektif yang baru saja dilakukan
mengindikasikan bahwa jika informasi yang diinginkan dapat masuk ke dalam memori atau ingatan,
maka model pengajaran secara langsung adalah cara yang terbaik. Belajar
secara verbal atau langsung adalah lebih efektif untuk diberikan
di kelas kelas bawah
yaitu
kelas I sampai dengan kelas III, sedangkan untuk kelas atas yaitu mulai kelas
IV sampai dengan kelas VI, maka pengajaran secara
verbal keefektifannya akan semakin
berkurang.
David P. Ausubel menyebutkan bahwa pengajaran
secara verbal adalah lebih efisien dari segi
waktu yang diperlukan untuk menyajikan pelajaran dan menjanjikan bahwa
pebelajar dapat mempelajari materi
pelajaran dalam jumlah yang lebih banyak Pengajaran secara verbal biasanya digunakan pada pengajaran secara
tradisional. Misalnya guru kelas II SD menyuruh siswa untuk melengkapi lembar
kerja yang berisikan kata-kata baru dengan dibantu oleh kamus untuk mencari definisi dari kata-kata baru tersebut dan
kemudian menuliskan ke dalam lembar kerja. Contoh yang lainnya, guru kelas III, menugaskan siswa siswanya untuk membaca
satu bab dari sebuah buku IPA dan
kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam buku yang dibacanya. Beberapa contoh yang disebutkan di atas dapat dianggap sebagai belajar secara verbal.
C.
DIFERENSIASI
PROGRESIF DAN REKONSOLIASI INTEGRATIF
Seperti apa yang telah kita bahas tadi
disebutkan bahwa Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa.
Pernyataan inilah yang menjadi inti dari teori belajar
Ausubel agar terjadi
belajar bermakna maka konsep baru atau pengetahuan baru harus dikaitkan
dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur
kognitif siswa. Dalam mengaitkan konsep-konsep ini dikemukakan 2 prinsip
oleh Ausubel yaitu prinsip
diferensiasi progresif (progressive differentiation) dan prinsip
rekonsiliasi integratif (integrative reconciliation).
Dalam suatu seri pelajaran hendaknya siswa
diperkenalkan terlebih dahulu pada konsep- konsep yang paling umum sesudah itu materi pelajaran
disusun secara berangsur-angsur menjadi konsep-konsep yang lebih khusus. Dengan perkataan lain
model belajar menurut Ausubel pada
umumnya berlangsung dari yang umum ke yang khusus. Dalam hal ini guru dalam mengajar terlebih
dahulu mengajarkan konsep-konsep umum kemudian secara perlahan-lahan
menuju pada konsep-konsep yang lebih sederhana. Contoh penyusunan konsep seperti ini disebut diferensiasi
progresif yang merupakan salah satu dari sekian banyak macam urutan
belajar.
Prinsip kedua yang dikemukakan oleh Ausubel ialah prinsip rekonsiliasi integratif atau penyesuaian integratif. Menurut prinsip
ini dalam mengajarkan konsep-konsep, atau gagasan- gagasan perlu diintegrasikan dan disesuaikan dengan
konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya.
Dengan kata lain guru hendaknya mampu menunjukkan kepada siswa bagaimana konsep
konsep dan prinsip-prinsip itu saling berkaitan.
Peta
konsep memperlihatkan bagaimana konsep-konsep saling dikaitkan. Untuk menyusun suatu peta konsep
diperlukan konsep-konsep atau kejadian kejadian
dan kata penghubung. Bila dua konsep dihubungkan oleh satu atau lebih kata
penghubung maka terjadilah suatu preposisi.
Dalam bentuknya yang paling sederhana suatu peta konsep adalah dua konsep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung
membentuk suatu preposisi. Misalnya, tumbuhan itu hijau merupakan suatu peta konsep yang sederhana sekali, yang
terdiri dari konsep tumbuhan dan hijau, dihubungkan oleh kata itu.
Belajar bermakna lebih mudah berlangsung bila konsep-konsep baru dikaitkan pada konsep
yang lebih umum, maka peta konsep biasanya disusun secara hierarki. Ini berarti bahwa konsep yang lebih umum berada pada
puncak dan semakin ke bawah konsep-konsep diurutkan
menjadi lebih khusus. Sebagai contoh dapat Anda lihat di bawah ini, di mana air adalah
sebagai konsep yang paling umum dan diletakkan di puncak skema.
Air diperlukan oleh makhluk hidup. Makhluk hidup
dikelompokkan menjadi manusia, hewan, dan tumbuhan. Contoh manusia misalnya Amir. Contoh hewan misalnya ayam,
kucing. Contoh tumbuhan padi, kacang.
Menurut
wujudnya, air dibedakan menjadi padat, cair, dan gas. Wujud padat misalnya
salju, es. Wujud cair yaitu air, wujud gas yaitu uap.
DAFTAR PUSTAKA
Sapriati, Amalia.
(2021). Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
0 comments:
Post a Comment