MODUL 4
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tidak setiap anak yang dilahirkan di
dunia ini selalu mengalami perkembangan normal. Banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan,
kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai
perkembangan optimal diperlukan penanganan
atau intervensi khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan
khusus atau anak luar biasa.
Dalam memahami anak berkebutuhan
khusus atau anak luara biasa, sangat diperlukan adanya pemahaman mengenai
jenis-jenis kecacatan (anak
berkebutuhan khusus) dan akibat-akibat yang terjadi pada penderita. Anak berkebutuhan khusus disebut sebagai
anak yang cacat dikarenakan mereka termasuk anak yang pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
penyimpangan atau kelainan, baik dari segi fisik, mental,
emosi, serta sosialnya bila dibandingkan dengan
nak yang normal.
Karakteristik spesifik anak
berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik
tersebut meliputi tingkat
perkembangan sensorik motor, kognitif, kemampuan berbahasa,
keterampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi social, serta
kreatifitasnya.Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntut
memiliki kemampuan beraitan
dengan cara mengombinasikan kemampuan dan bakat setiap anak dalam
beberapa aspek. Aspek- aspek tersebut
meliputi kemampuan berpikir,
melihat, mendengar, berbicara, dan cara besosialisasikan. Hal-hal tersebut
diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu perubahan
perilaku kearah pendewasaan.
B.
Tujuan
1. Pengertian,klasifikasi, penyebab serta
cara pencegahan terjadinya ketunanetraan
2. Menjelaskan dampak ketunanetraan
3. Menjelaskan layanan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak tunanetra
BAB II PEMBAHASAN
MODUL 4 PENDIDIKAN ANAK TUNANETRA
Kegiatan
Belajar 1
Defenisi,
klasifikasi, penyebab, dan cara pencegahan terjadinya ketunanetraan
A.
Defenisi
dan Klasifikasi Tunanetra
Persatuan tunanetra Indonesia/Pertuni
(2004) mendefenisikan ketunanetraan sebagai berikut. Orang tunanetra adalah
mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka
yang masih memiliki sisa penglihatan, tetapi tidak mampu menggunakan
penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 poin dalam keadaan
cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas). Ini berarti
seseorang tunanetra mungkin tidak mempunyai penglihatan sama sekali meskipun
hanya untuk membedakan antara terang dan gelap. Orang dengan kondisi
penglihatan seperti ini kita katakana sebagai “buta total” .
Terdapat sejenis consensus internasional untuk menggunakan dua jenis
defenisi sehubungan dengan kehilangan penglihatan, yakni sebagai berikut.
1.
Defenisi legal
Defenisi legal terutama dipergunakan oleh
profesi medis untuk menentukan apakah seseorang berhak memperoleh akses
terhadap keuntungan-keuntungan tertentu sebagaimana diatur oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, seperti jenis asuransi tertentu, bebas bea
transportasi, atau menentukan perangkat alat bantu yang sesuai dengan
kebutuhannya, dan sebagainya. Dalam defenisi legal ini ada dua aspek yang di
ukur.
a.
Ketajaman penglihatan
(visual acuity) dan
b.
Medan pandang (visual
field)
Cara yang paling umum untuk
mengukur ketajaman penglihatan adalah dengan menggunakan Snellen Chart yang
terdiri dari huruf-huruf atau angka-angka atau gambar yang disusun berbaris
berdasarkan ukuran besarnya (lihat gambar 4.1 halaman 4.5)
2.
Defenisi
edukasional/fungsional
Defenisi edukasional mengenai
ketunanetraan lebih dapat memenuhi persyaratan tersebut dari pada defenisi
legal, dan oleh karenanya dapat menunjukkan:
a.
Metode membaca dan metode
pembelajaran membaca yang mana yang sebaiknya dipergunakan
b.
Alat bantu serta bahan ajar
yang sebaiknya dipergunakan
c.
Kebutuhan yang berkaitan
dengan orientasi dan mobilitas.
Berdasarkan cara
pembelajarannya, ketunanetraan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu buta
(blind) atau tunanetra berat dan kurang awas (low vision) atau tunanetra
ringan.
Defenisi edukasional, meskipun tidak
sempurna, namun dapat memberikan pandangan yang lebih holistic (menyeluruh)
mengenai kebutuhan anak serta orang dewasa penyandang ketunanetraan, baik
tunanetra sejak lahir maupun yang ketunanetraannya didapat setelah kelahiran
B. Penyebab terjadinya ketunanetraan
Sebab-sebab ketunanetraan itu kompleks,
bervariasi, dan selalu berubah-ubah. Sebagaimana halnya dengan kecacatan
lainnya, sebab-sebab ketunanetraan dapat bersifat genetic dan atau berkaitan dengan
lingkungannya. Ketunanetraan dapat etrjadi sebelum kelahiran, pada saat
kelahiran, tak lama sesudah kelahiran dan pada masa kanak-kanak hingga masa
dewasa.
Berikut ini adalah beberapa kondisi umum
yang dapat menyebabkan ketunanetraan, yang diurut secara alfabetis.
1.
Albinisme
2.
Amblyopia
3.
Buta Warna
4.
Cedera (trauma) dan
Radiasi
5.
Defisiensi Vitamin A-
Xerophthalmia
6.
Glaukoma
7.
Katarak
8.
Kelainan Mata Bawaan
9.
Myopia (penglihatan dekat)
10. Nistagmus
11. Ophthalmia Neonatorum
12. Penyakit kornea dan pencangkokan kornea
13. Retinitis pigmentosa (RP)
14. Retinopati Diabetika
15. Retinopathy of prematurity
16. Sobeknya dan lepasnya retina
17. Strabismus
18. Trakhoma
19. Tumor
20. Uveitis
C. Pencegahan Terjadinya Ketunanetraan
Untuk melakukan upaya terpadu diseluruh
dunia, WHO dan sebuah
Gugus tugas yang beranggotakan
organisasi-organisasi inetrnasional nonpemerintah secara bersama-sama telah
mempersiapkan dan meluncurkan sebuah agenda bersama bagi aksi global “VISION
2020- The Right to Sight” (hak untuk melihat), untuk memerangi kebutaan yang
dapat dihindari melalui:
1.
Pencegahan dan
pemberantasan penyakit
2.
Pelatihan personel
3.
Memperkuat infrastruktur
perawatan mata yang ada
4.
Penggunaan teknologi yang
tepat dan terjangkau dan
5.
Mobilisasi sumber-sumber
WHO mempunyai satu strategi yang terdiri
dari tiga langkah untuk memerangi kebutaan dan kurang awas. Ketiga langkah
tersebut adalah :
1.
Memperkuat program
kesehatan dasar mata
2.
Mengembangkan pelayanan
terapi dan pembedahan
3.
Mendirikan pusat pelayanan
optic
Strategi untuk mencegah
ketunanetraan pada anak dikembangkan atas tiga tingkatan sebagai berikut.
a.
Pencegahan primer
b.
Pencegahan sekunder
c.
Pencegahan tersie
Pemaparan sepuluh strategi
utama mungkin dapat menjelaskan bagaimana”perang modern” melawan banyak factor yang kompleks
yang menentukan terjadinya gangguan-gangguan yang mengakibatkan ketunanetraan
terus dilaksanakan.
1.
Prophylaxis
2.
Imunisasi
3.
Perawatan kehamilan yang
tepat
4.
Perawatan neonatal
5.
Perbaikan gizi
6.
Pendidikan
7.
Penyuluhan genetic
8.
Perundang-undangan
9.
Deteksi dan intervensi
dini
10. Meningkatkan hygiene dan perawatan.
D.
Kegiatan Belajar
2
Dampak Ketunanetraan thd kehidupan seseorang
A.
Proses Penginderaan
Organ pengindraan berfungsi
memperoleh informasi dari luar diproses
dalam otak. Semua
informasi yang akan diproses diotak melewati 3 prosesor dalam bentuk:
a.
Linguistik
b.
Non linguistic
c.
Afektif
B.
Latihan Keterampilan Penginderaan
1. Indra Pendengaran
Pengembangan ketrampilan mendengarkan secara bertahab akan membantu anda sadar pola perilaku tetangga anda dan kegiatan rutin mereka.
Jika dilatih anak tunanetra akan peka bunyi bunyi kecil di dalam rumahnya, seperti tetesan air, kran bocor dsb
2.
Indra perabaan
Anak tunanetra perlu dikenalkan indera peraba sehingga
ia dapat mengenal
berbagai bentuk benda
: kancing baju, uang, karpet,
tikar dsb. Dapat juga dibantu
dengan tongkat untuk mengetahui sekitarnya: tanah becek, rumput, got, trotoar dsb.
3. Indra Penciuman
Latihlah anak untuk membedakan barang, makanan, minuman dari baunya agar dapat diketahui barang/benda dihadapannya.
4. Sisa Indra Penglihatan
C.
Visualisasi, Ingatan
Kinestetik, dan Persepsi
obyek
a.
Visualisasi
Perlu dilatih
dalam ingatan visualisasi agar ia dapat
mengenal :
1. Benda disekelilingnya
2. Mengingat letak benda
disekelilingnya
3. Jika masuk ke ruangan perlu
disampaikan gambaran tentang ruangan itu.
b.
Ingatan kinestetik
Perlu dilatih
gerakan mengenai jalan belok lurus dengan tepat tanpa memakai
tongkat
c.
Persepsi obyek
Yaitu kemampuan yang memungkinkan individu
tunanetra itu menyadari bahwa suatu benda hadir disampingnya meskipun tidak memiliki
penglihatannya.
D.
Bagaimana Membantu
seorang tunanetra
1. Cara menuntun orang tunanetra
-
Kontak pertama
-
Cara memegang
-
Posisi pegangan
-
Jalan sempit
-
Membuka/menutup pintu
-
Melewati tangga
-
Melangkahi lubang
-
Duduk di kursi
-
Naik ke dalam mobil
2. Cara mengorientasikan
Jika anda ingin menunjukkan arah kepada seorang
tunanetra, tidak bisa sekedar sambil mengatakan
“kesana” atau “kesini” tetapi harus lebih spesifik, misalnya 10 meter kedepan,
5 langkah kekanan dan sebagainya.
Kegiatan Belajar 3
Pendidikan Bagi Siswa Tunanetra Sekolah Umum dalam
Setting Pendidikan Inklusif
Penting
untuk diingat bahwa tujuan pendidikan bagi tunanetra pada dasarnya sama dengan
tujuan bagi anak - anak lain. Tujuan itu antara lain mencakup mampu
berkomunikasi secara efektif, memiliki kompetensi sosial, mampu belajar, dan
memiliki kemandirian pribadi. Akan tetapi, untuk dapat mencapai tujuan - tujuan
ini siswa tunanetra memerlukan intervensi khusus program pendidikannya perlu
dimodifikasi. Untuk dapat merumuskan program pendidikan yang telat, yang dapat
memenuhi kebutuhan pendidikan khusus anak itu, perlu dilakukan asesmen yang
tepat sehingga perlu dapat melakukan penyesuaian metode pengajaran secara tepat
A. Kebutuhan Khusus Pendidikan Siswa Tunanetra
1. Kehilangan penglihatan dapat mengakibatkan
terlambatnya perkembangan konsep yang apabila tidak mendapat intervensi yang
efektif, berdampak sangat buruk terhadap perkembangan sosial, emosi, akademik
dan vokasional ya
2. Siswa tunanetra sering harus belajar melalui media
alternatif, menggunakan indra - indra lain
3. Siswa tunanetra sering memerlukan pengajaran
individual karena pengajaran klasikal untuk belajar keterampilan - keterampilan
khusus mungkin tidak akan begitu bermakna baginya
4. Siswa tunanetra sering membutuhkan keterampilan -
keterampilan khusus serta buku materi dan peralatan khusus untuk belajar
melalui media alternatif
5. Siswa tunanetra terbatas dalam memperoleh informasi
melalui belajar secara insidental karena mereka sering tidak menyadari adanya
kegiatan - kegiatan kecil
1. Pengembangan Konsep
Konsep adalah simbol atau istilah yang menggambarkan
suatu objek, kejadian, atau keadaan tertentu. Susanto (2008) mengatakan bahwa
seseorang dikatakan memahami suatu konsep jika ia dapat mengenal istilah
simbol-nya serta dapet mendeskripsikan apa yang digambarkan oleh istilah
(simbol) tersebut.
2. Teknik alternatif dan alat bantu belajar khusus
Teknik alternatif adalah cara khusus (baik dengan
ataupun tanpa alat bantu khusus) yang memanfaatkan Indra - Indra nonvisual atau
sisa Indra penglihatan untuk melakukan suatu kegiatan yang normalnya dilakukan
dengan Indra penglihatan. Banyak alat bantu belajarA atau alat-alat bantu
kegiatan kehidupan sehari - haru lainnya yang dibuat timbul atau bersuara
3. Keterampilan sosial/emosional
Anak perlu
memiliki keterampilan - keterampilan tertentu, termasuk kemampuan untuk membaca
dan menafsirkan sinyal sosial dari orang lain dan untuk bertindak dengan tepat
dalam merespons sinyal tersebut. Untuk dapat diterima kelompok sosialnya, anak
tunanetra membutuhkan bantuan khusus untuk mengatasi kesulitannya dalam
memperoleh keterampilan sosial, seperti keterampilan untuk menunjukkan ekspresi
wajah yang tepat, menggelengkan kepala, melambaikan tangan atau bentuk- bentuk
bahasa tubuh lainnya. Dan tiga ekspresi bahasa nonverbal lainnya yang
diidentifikasi oleh Jandt, yaitu proxemics (jarak berkomunikasi), haptics
(sentuhan fisik) serta cara berpakaian dan berpenampilan, juga memerlukan cara
yang berbeda bagi anak tunanetra untuk mempelajarinya.
4. Keterampilan orientasi dan mobilitas
Keterampilan mobilitas yaitu keterampilan untuj bergerak
secara leluasa di dalam lingkungannya. Hill dan Ponder (1976) mengatakan bahwa
keterampilan mobilitas ini sangat terkait dengan kemampuan orientasi yaitu
kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara satu obyek dan obyek lainnya di
dalam lingkungan. Untuk membantu mobilitas itu, alat bantu yang umum
dipergunakan oleh orang tunanetra di Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak
negara Barat penggunaan anjing penuntun (guide dog) juga populer, dan
penggunaan alat elektronik untuk membantu orientasi dan mobilitas individu
tunanetra masih terus berkembang.
5. Keterampilan menggunakan sisa penglihatan
Sebagian besar orang tunanetra masih memiliki sisa
penglihatan yang fungsional dan banyak diantara mereka masih dapat membaca dan
menulis menggunakan tulisan biasa dengan pengaturan lada satu atau tiga aspek
berikut. Pencahayaan, penggunaan kaca mata dan mognifikasi (pembesaran tampilan
tulisan). Cahaya merupakan alat bantu low vision pertama yang harus
dipertimbangkan. Jika tingkat pencahayaan lingkungan rendah dan cahaya lampu
yang ada tidak cukup terang sebaiknya menggunakan lampu belajar yang dapat
diputar ke segala arah.
B. STRATEGI DAN MEDIA PEMBELAJARAN
1. Strategi pembelajaran
Strategi
pembelajaran adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen
yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran,
media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar, dan evaluasi sehingga proses
pembelajaran tersebut berjalan dengan efektif dan efisien.
Proses pembelajaran dapat digunakan berbagai macam
strategi pembelajaran didasarkan pada pertimbangan tertentu yaitu
1. Pertimbangan pengolahan pesan (Deduktif dan
induktif), pada pembelajaran deduktif, pesan atau materi pelajaran diolah mulai
dari yang umum yaitu generalisasi atau rumusan konsep, dilanjutkan kepada yang
khusus yaitu penjelasan bagian-bagiannya atau ciri-cirinya. Sedangkan dalam strategi
pembelajaran induktif itu sebaliknya
2. Pihak pengolah pesan (ekspositorik dan heuristik),
ekspositorik adalah guru yang mencari dan mengolah pesan yang akan disampaikan
dan siswa hanya tinggal menerimanya, lalu heuristik yaitu siswa harus mencari mencari
dan mengolah pesan (materi pembelajaran) dan guru berperan sebagai fasilitator
dan pembimbing
3. Berdasarkan pertimbangan pengaturan guru ada dua
macam strategi yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru atau beregu
(team teaching)
4. Berdasarkan pertimbangan jumlah siswa, terdapat
strategi pembelajaran klasikal, kelompok kecil, dan individual
5. Berdasarkan interaksi guru dan siswa terdapat
strategi pembelajaran tatap muka dan melalui media
Selain itu, ada strategi lain yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran anak tunanetra yaitu strategi individualisasi, kooperatif
dan modifikasi perilaku.
Berikut prinsip - prinsip dasar dalam dalam pembelajaran
siswa tunanetra siapa ya lebih mudah melakukan modifikasi dalam strategi
pembelajaran prinsip individual, prinsip kekongkritan/pengalaman pengindraan
langsung, prinsip totalitas dan prinsip aktivitas mandiri
2. Media pembelajaran
- alat peraga
- alat bantu pembelajaran
C. EVALUASIS PEMBELAJARAN
Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada siswa
tunanetra pada dasarnya sana dengan yang dilakukan terhadap siswa awas, namun
ada sedikit perbedaan yang menyangkut materi tes/soal dan teknik pelaksanaan
tes. Materi tes atau pertanyaan yang diberikan kepada siswa tunanetra yaitu
tidak mengandung unsur - unsur yang memerlukan persepsi visual.
0 comments:
Post a Comment