Monday 6 June 2022

PENDIDIKAN ANAK TUNANETRA

0 comments

 

MODUL 4 


PENDIDIKAN ANAK TUNANETRA




BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Tidak setiap anak yang dilahirkan di dunia ini selalu mengalami perkembangan normal. Banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa.

Dalam memahami anak berkebutuhan khusus atau anak luara biasa, sangat diperlukan adanya pemahaman mengenai jenis-jenis kecacatan (anak berkebutuhan khusus) dan akibat-akibat yang terjadi pada penderita. Anak berkebutuhan khusus disebut sebagai anak yang cacat dikarenakan mereka termasuk anak yang pertumbuhan dan perkembangannya mengalami penyimpangan atau kelainan, baik dari segi fisik, mental, emosi, serta sosialnya bila dibandingkan dengan nak yang normal.

Karakteristik spesifik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorik motor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi social, serta kreatifitasnya.Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntut memiliki kemampuan beraitan dengan cara mengombinasikan kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek- aspek tersebut meliputi kemampuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara besosialisasikan. Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu perubahan perilaku kearah pendewasaan.

 

B.        Tujuan

1.       Pengertian,klasifikasi, penyebab serta cara pencegahan terjadinya ketunanetraan

2.       Menjelaskan dampak ketunanetraan

3.       Menjelaskan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak tunanetra


BAB II PEMBAHASAN

 

MODUL 4 PENDIDIKAN ANAK TUNANETRA

 

 

 

Kegiatan Belajar 1

Defenisi, klasifikasi, penyebab, dan cara pencegahan terjadinya ketunanetraan

 

A.    Defenisi dan Klasifikasi Tunanetra

 

      Persatuan tunanetra Indonesia/Pertuni (2004) mendefenisikan ketunanetraan sebagai berikut. Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan, tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 poin dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas). Ini berarti seseorang tunanetra mungkin tidak mempunyai penglihatan sama sekali meskipun hanya untuk membedakan antara terang dan gelap. Orang dengan kondisi penglihatan seperti ini kita katakana sebagai “buta total” .

     Terdapat sejenis consensus internasional untuk menggunakan dua jenis defenisi sehubungan dengan kehilangan penglihatan, yakni sebagai berikut.

1.      Defenisi legal

     Defenisi legal terutama dipergunakan oleh profesi medis untuk menentukan apakah seseorang berhak memperoleh akses terhadap keuntungan-keuntungan tertentu sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti jenis asuransi tertentu, bebas bea transportasi, atau menentukan perangkat alat bantu yang sesuai dengan kebutuhannya, dan sebagainya. Dalam defenisi legal ini ada dua aspek yang di ukur.

a.       Ketajaman penglihatan (visual acuity) dan

b.      Medan pandang (visual field)

Cara yang paling umum untuk mengukur ketajaman penglihatan adalah dengan menggunakan Snellen Chart yang terdiri dari huruf-huruf atau angka-angka atau gambar yang disusun berbaris berdasarkan ukuran besarnya (lihat gambar 4.1 halaman 4.5)

2.      Defenisi edukasional/fungsional

     Defenisi edukasional mengenai ketunanetraan lebih dapat memenuhi persyaratan tersebut dari pada defenisi legal, dan oleh karenanya dapat menunjukkan:

a.       Metode membaca dan metode pembelajaran membaca yang mana yang sebaiknya dipergunakan

b.      Alat bantu serta bahan ajar yang sebaiknya dipergunakan

c.       Kebutuhan yang berkaitan dengan orientasi dan mobilitas.

Berdasarkan cara pembelajarannya, ketunanetraan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu buta (blind) atau tunanetra berat dan kurang awas (low vision) atau tunanetra ringan.

       Defenisi edukasional, meskipun tidak sempurna, namun dapat memberikan pandangan yang lebih holistic (menyeluruh) mengenai kebutuhan anak serta orang dewasa penyandang ketunanetraan, baik tunanetra sejak lahir maupun yang ketunanetraannya didapat setelah kelahiran

 

B.     Penyebab terjadinya ketunanetraan

     Sebab-sebab ketunanetraan itu kompleks, bervariasi, dan selalu berubah-ubah. Sebagaimana halnya dengan kecacatan lainnya, sebab-sebab ketunanetraan dapat bersifat genetic dan atau berkaitan dengan lingkungannya. Ketunanetraan dapat etrjadi sebelum kelahiran, pada saat kelahiran, tak lama sesudah kelahiran dan pada masa kanak-kanak hingga masa dewasa.

     Berikut ini adalah beberapa kondisi umum yang dapat menyebabkan ketunanetraan, yang diurut secara alfabetis.

1.      Albinisme

2.      Amblyopia

3.      Buta Warna

4.      Cedera (trauma) dan Radiasi

5.      Defisiensi Vitamin A- Xerophthalmia

6.      Glaukoma

7.      Katarak

8.      Kelainan Mata Bawaan

9.      Myopia (penglihatan dekat)

10.  Nistagmus

11.  Ophthalmia Neonatorum

12.  Penyakit kornea dan pencangkokan kornea

13.  Retinitis pigmentosa (RP)

14.  Retinopati Diabetika

15.  Retinopathy of prematurity

16.  Sobeknya dan lepasnya retina

17.  Strabismus

18.  Trakhoma

19.  Tumor

20.  Uveitis

 

C.     Pencegahan Terjadinya Ketunanetraan

       Untuk melakukan upaya terpadu diseluruh dunia, WHO dan sebuah

  Gugus tugas yang beranggotakan organisasi-organisasi inetrnasional nonpemerintah secara bersama-sama telah mempersiapkan dan meluncurkan sebuah agenda bersama bagi aksi global “VISION 2020- The Right to Sight” (hak untuk melihat), untuk memerangi kebutaan yang dapat dihindari melalui:

1.      Pencegahan dan pemberantasan penyakit

2.      Pelatihan personel

3.      Memperkuat infrastruktur perawatan mata yang ada

4.      Penggunaan teknologi yang tepat dan terjangkau dan

5.      Mobilisasi sumber-sumber

      WHO mempunyai satu strategi yang terdiri dari tiga langkah untuk memerangi kebutaan dan kurang awas. Ketiga langkah tersebut adalah :

1.      Memperkuat program kesehatan dasar mata

2.      Mengembangkan pelayanan terapi dan pembedahan

3.      Mendirikan pusat pelayanan optic

Strategi untuk mencegah ketunanetraan pada anak dikembangkan atas tiga tingkatan sebagai berikut.

a.       Pencegahan primer

b.      Pencegahan sekunder

c.       Pencegahan tersie

 

                Pemaparan sepuluh strategi utama mungkin dapat menjelaskan bagaimana”perang  modern” melawan banyak factor yang kompleks yang menentukan terjadinya gangguan-gangguan yang mengakibatkan ketunanetraan terus dilaksanakan.

1.      Prophylaxis

2.      Imunisasi

3.      Perawatan kehamilan yang tepat

4.      Perawatan neonatal

5.      Perbaikan gizi

6.      Pendidikan

7.      Penyuluhan genetic

8.      Perundang-undangan

9.      Deteksi dan intervensi dini

10.  Meningkatkan hygiene dan perawatan.

 

D.    Kegiatan Belajar 2

Dampak Ketunanetraan thd kehidupan seseorang

 

A.      Proses Penginderaan

Organ pengindraan berfungsi memperoleh informasi dari luar diproses dalam otak. Semua informasi yang akan diproses diotak melewati 3 prosesor dalam bentuk:

a.        Linguistik

b.       Non linguistic

c.        Afektif

B.        Latihan Keterampilan Penginderaan

1.       Indra Pendengaran

Pengembangan ketrampilan mendengarkan secara bertahab akan membantu anda sadar pola perilaku tetangga anda dan kegiatan rutin mereka. Jika dilatih anak tunanetra akan peka bunyi bunyi kecil di dalam rumahnya, seperti tetesan air, kran bocor dsb

2.       Indra perabaan

Anak tunanetra perlu dikenalkan indera peraba sehingga ia dapat mengenal berbagai bentuk benda

: kancing baju, uang, karpet, tikar dsb. Dapat juga dibantu dengan tongkat untuk mengetahui sekitarnya: tanah becek, rumput, got, trotoar dsb.

3.       Indra Penciuman

Latihlah anak untuk membedakan barang, makanan, minuman dari baunya agar dapat diketahui barang/benda dihadapannya.

 

4.       Sisa Indra Penglihatan

C.        Visualisasi, Ingatan Kinestetik, dan Persepsi obyek

a.        Visualisasi

Perlu dilatih dalam ingatan visualisasi agar ia dapat mengenal :

1.       Benda disekelilingnya

2.       Mengingat letak benda disekelilingnya

3.       Jika masuk ke ruangan perlu disampaikan gambaran tentang ruangan itu.

b.       Ingatan kinestetik

Perlu dilatih gerakan mengenai jalan belok lurus dengan tepat tanpa memakai tongkat

c.        Persepsi obyek

Yaitu kemampuan yang memungkinkan individu tunanetra itu menyadari bahwa suatu benda hadir disampingnya meskipun tidak memiliki penglihatannya.

D.       Bagaimana Membantu seorang tunanetra

1.       Cara menuntun orang tunanetra

-            Kontak pertama

-            Cara memegang

-            Posisi pegangan

-            Jalan sempit

-            Membuka/menutup pintu

-            Melewati tangga

-            Melangkahi lubang

-            Duduk di kursi

-            Naik ke dalam mobil

2.       Cara mengorientasikan

Jika anda ingin menunjukkan arah kepada seorang tunanetra, tidak bisa sekedar sambil mengatakan “kesana” atau “kesini” tetapi harus lebih spesifik, misalnya 10 meter kedepan, 5 langkah kekanan dan sebagainya.

Kegiatan Belajar 3

Pendidikan Bagi Siswa Tunanetra Sekolah Umum dalam Setting Pendidikan Inklusif

 

      Penting untuk diingat bahwa tujuan pendidikan bagi tunanetra pada dasarnya sama dengan tujuan bagi anak - anak lain. Tujuan itu antara lain mencakup mampu berkomunikasi secara efektif, memiliki kompetensi sosial, mampu belajar, dan memiliki kemandirian pribadi. Akan tetapi, untuk dapat mencapai tujuan - tujuan ini siswa tunanetra memerlukan intervensi khusus program pendidikannya perlu dimodifikasi. Untuk dapat merumuskan program pendidikan yang telat, yang dapat memenuhi kebutuhan pendidikan khusus anak itu, perlu dilakukan asesmen yang tepat sehingga perlu dapat melakukan penyesuaian metode pengajaran secara tepat

 

A. Kebutuhan Khusus Pendidikan Siswa Tunanetra

1. Kehilangan penglihatan dapat mengakibatkan terlambatnya perkembangan konsep yang apabila tidak mendapat intervensi yang efektif, berdampak sangat buruk terhadap perkembangan sosial, emosi, akademik dan vokasional ya

2. Siswa tunanetra sering harus belajar melalui media alternatif, menggunakan indra - indra lain

3. Siswa tunanetra sering memerlukan pengajaran individual karena pengajaran klasikal untuk belajar keterampilan - keterampilan khusus mungkin tidak akan begitu bermakna baginya

4. Siswa tunanetra sering membutuhkan keterampilan - keterampilan khusus serta buku materi dan peralatan khusus untuk belajar melalui media alternatif

5. Siswa tunanetra terbatas dalam memperoleh informasi melalui belajar secara insidental karena mereka sering tidak menyadari adanya kegiatan - kegiatan kecil

 

1. Pengembangan Konsep

Konsep adalah simbol atau istilah yang menggambarkan suatu objek, kejadian, atau keadaan tertentu. Susanto (2008) mengatakan bahwa seseorang dikatakan memahami suatu konsep jika ia dapat mengenal istilah simbol-nya serta dapet mendeskripsikan apa yang digambarkan oleh istilah (simbol) tersebut.

 

2. Teknik alternatif dan alat bantu belajar khusus

Teknik alternatif adalah cara khusus (baik dengan ataupun tanpa alat bantu khusus) yang memanfaatkan Indra - Indra nonvisual atau sisa Indra penglihatan untuk melakukan suatu kegiatan yang normalnya dilakukan dengan Indra penglihatan. Banyak alat bantu belajarA atau alat-alat bantu kegiatan kehidupan sehari - haru lainnya yang dibuat timbul atau bersuara

 

3. Keterampilan sosial/emosional

  Anak perlu memiliki keterampilan - keterampilan tertentu, termasuk kemampuan untuk membaca dan menafsirkan sinyal sosial dari orang lain dan untuk bertindak dengan tepat dalam merespons sinyal tersebut. Untuk dapat diterima kelompok sosialnya, anak tunanetra membutuhkan bantuan khusus untuk mengatasi kesulitannya dalam memperoleh keterampilan sosial, seperti keterampilan untuk menunjukkan ekspresi wajah yang tepat, menggelengkan kepala, melambaikan tangan atau bentuk- bentuk bahasa tubuh lainnya. Dan tiga ekspresi bahasa nonverbal lainnya yang diidentifikasi oleh Jandt, yaitu proxemics (jarak berkomunikasi), haptics (sentuhan fisik) serta cara berpakaian dan berpenampilan, juga memerlukan cara yang berbeda bagi anak tunanetra untuk mempelajarinya.

 

4. Keterampilan orientasi dan mobilitas

Keterampilan mobilitas yaitu keterampilan untuj bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya. Hill dan Ponder (1976) mengatakan bahwa keterampilan mobilitas ini sangat terkait dengan kemampuan orientasi yaitu kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara satu obyek dan obyek lainnya di dalam lingkungan. Untuk membantu mobilitas itu, alat bantu yang umum dipergunakan oleh orang tunanetra di Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak negara Barat penggunaan anjing penuntun (guide dog) juga populer, dan penggunaan alat elektronik untuk membantu orientasi dan mobilitas individu tunanetra masih terus berkembang.

5. Keterampilan menggunakan sisa penglihatan

Sebagian besar orang tunanetra masih memiliki sisa penglihatan yang fungsional dan banyak diantara mereka masih dapat membaca dan menulis menggunakan tulisan biasa dengan pengaturan lada satu atau tiga aspek berikut. Pencahayaan, penggunaan kaca mata dan mognifikasi (pembesaran tampilan tulisan). Cahaya merupakan alat bantu low vision pertama yang harus dipertimbangkan. Jika tingkat pencahayaan lingkungan rendah dan cahaya lampu yang ada tidak cukup terang sebaiknya menggunakan lampu belajar yang dapat diputar ke segala arah.

B. STRATEGI DAN MEDIA PEMBELAJARAN

1. Strategi pembelajaran

   Strategi pembelajaran adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar, dan evaluasi sehingga proses pembelajaran tersebut berjalan dengan efektif dan efisien.

Proses pembelajaran dapat digunakan berbagai macam strategi pembelajaran didasarkan pada pertimbangan tertentu yaitu

1. Pertimbangan pengolahan pesan (Deduktif dan induktif), pada pembelajaran deduktif, pesan atau materi pelajaran diolah mulai dari yang umum yaitu generalisasi atau rumusan konsep, dilanjutkan kepada yang khusus yaitu penjelasan bagian-bagiannya atau ciri-cirinya. Sedangkan dalam strategi pembelajaran induktif itu sebaliknya

2. Pihak pengolah pesan (ekspositorik dan heuristik), ekspositorik adalah guru yang mencari dan mengolah pesan yang akan disampaikan dan siswa hanya tinggal menerimanya, lalu heuristik yaitu siswa harus mencari mencari dan mengolah pesan (materi pembelajaran) dan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing

3. Berdasarkan pertimbangan pengaturan guru ada dua macam strategi yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru atau beregu (team teaching)

4. Berdasarkan pertimbangan jumlah siswa, terdapat strategi pembelajaran klasikal, kelompok kecil, dan individual

5. Berdasarkan interaksi guru dan siswa terdapat strategi pembelajaran tatap muka dan melalui media

Selain itu, ada strategi lain yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunanetra yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.

Berikut prinsip - prinsip dasar dalam dalam pembelajaran siswa tunanetra siapa ya lebih mudah melakukan modifikasi dalam strategi pembelajaran prinsip individual, prinsip kekongkritan/pengalaman pengindraan langsung, prinsip totalitas dan prinsip aktivitas mandiri

 

2. Media pembelajaran

- alat peraga

- alat bantu pembelajaran

 

C. EVALUASIS PEMBELAJARAN

ta-ad-client="ca-pub-4394891337809022" data-ad-slot="8357285713" data-ad-format="auto" data-full-width-responsive="true">

Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada siswa tunanetra pada dasarnya sana dengan yang dilakukan terhadap siswa awas, namun ada sedikit perbedaan yang menyangkut materi tes/soal dan teknik pelaksanaan tes. Materi tes atau pertanyaan yang diberikan kepada siswa tunanetra yaitu tidak mengandung unsur - unsur yang memerlukan persepsi visual.

0 comments:

Post a Comment