PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN
PEMBELAJARAN DI SD
MODUL 10
PERUMUSAN INDIKATOR DANPENYUSUNAN ALAT EVALUASI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam mengembangkan rencana pembelajaran langkah pertama yang harus
dilakukan adalah perumusan tujuan pembelajaran. Tjuan pembelajaran adalah
rumusan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti
pembelajaran. Dengan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi, kemampuan
yang diharapkan dikuasai sisw dinyatakan dalam bentuk rumusan kompetensi.
Tugas guru selanjutnya adalah menjabarkan rumusan kompetensi dasar ke
dalam rumusan indikator pencapaian kompetensi. Untuk mengetahui penguasaan
siswa terhadap kompetensi yang diterapkan, guru melaksanakan evaluasi. Dalam
menentukan alat evaluasi guru perlu memperhatikan kompetensi yang diharapkan
dikuasai siswa yang dinyatakan dalam indikator pencapaian kompetensi.
Mengingat pentingnya kemampuan guru dalam merumuskan indikator pencapaian
kompetensi dan mengembangkan alat evaluasi, oleh karena itu dalam modul ini
akan mengkaji berbagai konsep yang berkaitan dengan perumusan indikator
pencapaian kompetensi dan mengembangkan alat evaluasi berdasarkan indikator
yang sudah dirumuskan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah pengertian indikator
dan tujuan evaluasi?
2.
Bagaimana cara merumuskan
indikator?
3.
Bagaimana hasil belajar menurut
Bloom?
4.
Jenis-jenis evaluasi seperti
apa yang dapat dilakukan oleh guru?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui pengertian
indikator dan tujuan evaluasi
2.
Untuk mengetahui cara
merumuskan indikator
3.
Untuk mengetahui hasil
belajar menurut Bloom
4.
Untuk mengetahui jenis-jenis
evaluasi yang dapat dilakukan guru
BAB II
PEMBAHASAN
MODUL 10
PERUMUSAN INDIKATOR DAN PENYUSUNAN ALAT EVALUASI
KEGIATAN BELAJAR 1
A. PENGERTIAN INDIKATOR
Dalam Kurikulum 2006, indikator merupakan penanda
pencapaian kompetensi dasar yang ditunjukkan oleh perubahan perilaku yang dapat
diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Badan Standar
Nasional Pendidikan, 2006).
Istilah Hasil Belajar dikenal dalam Kurikulum 2004
atau Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, Hasil
Belajar berkenaan dengan "apa yang harus diketahui dan dilakukan siswa
yang dapat ditunjukkan sebagai hasil pembelajaran pada level tertentu"
(Pusat Kurikulum, 2002). Sementara itu, Tujuan Pembelajaran atau dikenal juga
dengan Tujuan Instruksional dikenal dalam kurikulum yang berlaku sebelum
Kurikulum 2004. Tujuan Pembelajaran atau Tujuan Instruksional merupakan rumusan
kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah mempelajari suatu topik atau
pokok bahasan tertentu. Tujuan Instruksional biasanya dibagi menjadi Tujuan
Pembelajaran Umum (TPU) atau Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan
Pembelajaran Khusus (TPK) atau Tujuan Instruksional Khusus (TIK).
Dari uraian tersebut dapat kita simpulkan bahwa
ketiga istilah tersebut, Tujuan Pembelajaran, Hasil Belajar, dan Indikator,
memiliki makna yang sama. Ketiga istilah tersebut menyatakan rumusan kemampuan
yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Untuk
selanjutnya, mari kita kaji prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam
merumuskan indikator.
B. PRINSIP-PRINSIP PERUMUSAN INDIKATOR
Langkah pertama yang harus dilakukan guru dalam
merancang pembelajaran adalah merumuskan indikator pencapaian kompetensi, yaitu
kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran.
Keberhasilan siswa dalam pembelajaran ditunjukkan oleh dikuasainya Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang telah dirumuskan secara nasional. Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa indikator merupakan penanda pencapaian
kompetensi dasar. Oleh karena itu, indikator yang dirumuskan harus merupakan
jabaran dari Kompetensi Dasar. Dengan menguasai indikator yang merupakan
penjabaran atau rincian dari kompetensi dasar, kita mengharapkan siswa akan
menguasai kompetensi dasar tersebut. Hal ini menunjukkan salah satu prinsip
yang harus diperhatikan guru dalam merumuskan indikator, yaitu indikator
dijabarkan dari kompetensi dasar.
Kita ambil contoh salah satu kompetensi dasar dalam
mata pelajaran Matematika di kelas V sebagai berikut.
"5.2 menjumlahkan dan mengurangkan berbagai
bentuk pecahan"
Kompetensi dasar tersebut harus dijabarkan ke dalam
banyak indikator agar guru dapat menentukan apakah siswa sudah atau belum
mencapai kompetensi dasar tersebut. Banyak indikator yang dapat dijabarkan dari
kompetensi dasar tersebut, di antaranya berikut ini.
a menjumlahkan
pecahan biasa berpenyebut sama;
b.
menjumlahkan pecahan biasa berpenyebut beda;
c. menjumlahkan
pecahan campuran berpenyebut sama;
d.
menjumlahkan pecahan campuran berpenyebut beda;
e.
mengurangkan pecahan biasa berpenyebut sama;
f.
mengurangkan pecahan biasa berpenyebut beda.
Dengan
menguasai semua indikator yang kita kembangkan (a, b, c, d, e, dan f), siswa
dipandang telah menguasai kompetensi "menjumlahkan dan mengurangkan
berbagai bentuk pecahan". Akan tetapi, apabila ada beberapa indikator yang
belum dikuasai siswa berarti kompetensi dasar tersebut belum dikuasai siswa.
Prinsip lain yang perlu diperhatikan guru dalam
mengembangkan indikator adalah indikator dirumuskan dengan menggunakan kata
kerja operasional. Hal ini perlu menjadi perhatian guru agar rumusan indikator
yang kita kembangkan tidak menimbulkan tafsiran ganda. Coba perhatikan rumusan
indikator berikut ini.
"Siswa mampu memahami lingkungan alam
buatan."
Apakah rumusan indikator tersebut cukup operasional?
Apakah kata kerja yang digunakan dalam rumusan indikator tersebut tidak
memiliki makna ganda? Kata kerja yang digunakan dalam rumusan indikator
tersebut adalah "memahami". Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa
indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi. Apa yang harus ditunjukkan
siswa bahwa mereka sudah menguasai indikator tersebut? Mungkin ada yang
berpendapat bahwa siswa dianggap sudah menguasai indikator tersebut apabila
siswa sudah dapat memberikan contoh lingkungan alam buatan. Akan tetapi,
mungkin ada yang berpendapat lain. Siswa dianggap telah menguasai indikator
tersebut apabila siswa mampu menjelaskan pengertian lingkungan alam buatan.
Adanya perbedaan makna terhadap indikator tersebut menunjukkan bahwa kata kerja
"memahami" memiliki tafsiran ganda. Untuk itu, dalam merumuskan
indikator Anda hendaknya menghindari penggunaan kata kerja yang memiliki tafsiran
ganda, seperti mengenal, memahami, dan mengetahui.
Penguasaan indikator pencapaian kompetensi oleh
siswa setelah pembelajaran menunjukkan salah satu keberhasilan siswa dalam
pembelajaran. Untuk memudahkan guru mengetahui ketercapaian indikator oleh
siswa maka indikator yang dirumuskan harus dapat diamati atau didemonstrasikan
oleh siswa. Apabila guru tidak dapat mengamati atau mengukur penguasaan siswa
terhadap indikator yang dirumuskan, guru akan mengalami kesulitan untuk
mengetahui apakah indikator yang ditetapkan sudah dikuasai atau belum oleh
siswa. Sebagai contoh, indikator yang diharapkan dikuasai oleh siswa adalah
"siswa mampu memberi 3 contoh perilaku disiplin di kelas". Siswa
dianggap sudah menguasai indikator tersebut, apabila ketika diberi pertanyaan
"berikan 3 contoh disiplin di kelas" siswa dapat memberikan jawaban
yang benar.
C. KOMPONEN-KOMPONEN RUMUSAN INDIKATOR
Mager (dalam Winzer, 1995: 506; Slavin, 1988:
231-232; dan Glover & Bruning, 1987: 442) mengemukakan tiga komponen
rumusan tujuan pembelajaran. Pertama, performance atau unjuk kerja, mengacu
pada penggunaan kata kerja yang menggambarkan hasil belajar yang dapat diukur
(measurable). Kedua, criterion (kriteria), mengacu pada tingkat unjuk kerja
yang dicapai untuk menentukan keberhasilan penguasaan kemampuan. Dan, ketiga,
condition (kondisi) mengacu pada kondisi ketika pengukuran unjuk kerja. Di
samping ketiga komponen tersebut, Knirk & Gustafson (1986) menambahkan satu
komponen lagi dalam rumusan tujuan pembelajaran, yaitu komponen audience (siswa
yang belajar).
Untuk memudahkan Anda mengingat komponen-komponen
yang harus ada dalam rumusan indikator pencapaian kompetensi, keempat komponen
tersebut disingkat menjadi ABCD (A Audience; B Behavior; C - Condition; dan D -
Degree). Mari kita bahas satu per satu keempat komponen rumusan indikator
tersebut.
1. Audience (Siswa yang Belajar)
Komponen ini dinyatakan dengan siswa yang belajar
untuk menguasai kemampuan yang diharapkan, misalnya siswa kelas I, siswa kelas
II, siswa kelas VI.
2. Behavior (Perilaku atau Unjuk Kerja/Performance)
Komponen ini terdiri atas kata kerja yang
menunjukkan kemampuan yang harus ditampilkan siswa dan materi yang dipelajari
siswa. Kemampuan tersebut dinyatakan dalam bentuk kata kerja operasional
seperti menjelaskan, memberi contoh, menyusun, membuat, merakit, menunjukkan,
menganalisis, dan menyimpulkan. Pemilihan kata kerja ini sangat penting.
Penggunaan kata kerja operasional dalam rumusan indikator akan mengarahkan guru
dalam menentukan alat evaluasi dan dalam merancang kegiatan pembelajaran untuk
mencapai kemampuan yang diharapkan. Oleh karena itu, hindari penggunaan
kata-kata kerja seperti memahami, mengetahui, mengenal, dan sebagainya.
Kata-kata tersebut memiliki tafsiran ganda sehingga sulit untuk diukur ketercapaiannya.
Contoh komponen ini dalam rumusan indikator adalah memberi contoh perilaku
demokratis, menyusun kalimat majemuk, menunjukkan letak ibukota provinsi,
membuat larutan oralit, membuat baling-baling dari kertas.
3. Condition (Kondisi)
Komponen ini menyatakan kondisi atau keadaan yang
dipersyaratkan ketika siswa diminta menunjukkan atau mendemonstrasikan perilaku
atau kemampuan yang diharapkan. Perhatikan contoh berikut.
a.
Melalui percobaan, siswa dapat menjelaskan perubahan kimia. Ini berarti
bahwa siswa dianggap telah menguasai kemampuan tersebut apabila siswa dapat
menjelaskan perubahan kimia dengan melakukan percobaan. Dengan demikian, pada
waktu guru mengukur penguasaan indikator ini, siswa harus melakukan percobaan.
b.
Diberikan sejumlah data, siswa dapat menghitung nilai rata-rata dari data
yang disediakan. Ini berarti bahwa pada saat kita meminta siswa menunjukkan
kemampuan menghitung nilai rata-rata sekelompok data, kita harus menyediakan
data yang harus dihitung siswa.
c.
Diberikan sebuah cerita, siswa dapat menentukan amanat yang disampaikan
dari cerita tersebut. Ini berarti bahwa siswa baru dapat dianggap telah
menguasai kemampuan tersebut apabila siswa telah mampu menentukan amanat suatu
cerita dari cerita yang diberikan guru.
4. Degree (Tingkat Pencapaian atau Kriteria)
Komponen ini mengacu pada tingkatan perilaku yang
dicapai untuk menentukan keberhasilan atau penguasaan siswa terhadap kemampuan
yang ditetapkan. Biasanya tingkat perilaku ini dinyatakan dengan jumlah objek
perilaku yang harus dikuasai, misalnya siswa dapat menunjukkan lima
karakteristik pemimpin yang demokratis. Siswa belum dianggap menguasai
indikator tersebut apabila siswa baru mampu menunjukkan tiga atau empat
karakteristik tersebut.
D. JENIS-JENIS KEMAMPUAN HASIL BELAJAR
Banyak para ahli yang mengemukakan berbagai ranah
atau domain kemampuan sebagai hasil belajar. Mungkin Anda sudah sering
mendengar klasifikasi kemampuan hasil belajar yang dikemukakan Benyamin S.
Bloom, atau yang lebih dikenal dengan taksonomi Bloom. Betul! Bloom mengelompokkan
kemampuan hasil belajar ke dalam 3 ranah atau domain, yaitu kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
1.
Kognitif
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang
ditunjukkan oleh adanya perubahan pada kognisi siswa (Glover & Bruning,
1987). Lebih lanjut Ornstein (1990) dan Oliva (1992) mengemukakan bahwa ranah
kognitif berkaitan dengan kemampuan mengingat atau mengenal pengetahuan serta
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Dengan demikian, dapat
dikemukakan bahwa kemampuan kognitif mengacu pada hasil belajar yang berkenaan
dengan pengembangan kemampuan otak dan penalaran siswa.
Menurut Bloom, domain kognitif ini memiliki enam
tingkatan. Pada awalnya keenam tingkatan tersebut adalah knowledge
(pengetahuan), comprehension (pemahaman), application (penerapan), analysis
(analisis), synthesis (sintesis), dan evaluation (penilaian). Sekarang, keenam
tingkatan. Sekarang, keenam tingkatan tersebut mengalami revisi
menjadi kemampuan remember (mengingat), understand (mengerti), apply
(menerapkan/menggunakan), analysis (menganalisis), evaluate (memberikan
penilaian), dan create (membuat sesuatu yang baru) (Anderson & Krathwhl,
2001). Mari kita bahas satu per satu keenam tingkatan hasil belajar kognitif
tersebut.
a.
Mengingat (remember)
Tingkatan kemampuan ini ditunjukkan oleh kemampuan mengingat kembali
pengetahuan yang sudah tersimpan dalam memori jangka panjang (longterm memory).
Hasil belajar pada tingkatan kemampuan ini ditunjukkan dengan kemampuan
mengenal atau menyebutkan kembali fakta-fakta, istilah istilah, hukum, rumus
yang telah dipelajarinya.
b.
Mengerti (understand)
Hasil belajar pada tingkat ini mengacu pada
kemampuan menangkap dan membangun makna atau arti daru pesan atau materi
pembelajaran. Kemampuan menjelaskan suatu konsep, memberi contoh, dan
membandingkan merupakan beberapa contoh kemampuan kognitif pada tingkat
mengerti.
c.
Menerapkan (apply)
Hasil belajar pada tingkat ini mengacu pada kemampuan menerapkan atau
menggunakan prosedur, konsep, hukum atau rumus pada situasi bara Kemampuan
menghitung nilai rata-rata sekelompok data merupakan salah satu contoh
kemampuan kognitif pada tingkat menerapkan. Untuk menguasai kemampuan tersebut
siswa harus mengerti rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata sejumlah
data terlebih dahulu. Kemudian, rumus tersebut diterapkan siswa untuk
mengetahui nilai rata-rata dari sejumlah data yang diberikan.
d.
Menganalisis (analysis)
Hasil belajar pada tingkat ini mengacu pada kemampuan menguraikan sesuatu
menjadi bagian-bagian dan menentukan hubungan antarbagian. Kemampuan yang
termasuk ke dalam tingkat ini adalah kemampuan:
1)
memisahkan dasar-dasar yang digunakan dalam suatu organisasi pesan atau
materi pembelajaran,
2)
menghubungkan bagian-bagian atau elemen-elemen dari suatu pesan atau materi pembelajaran;
3)
merumuskan asumsi-asumsi dan mengidentifikasi unsur-unsur penting yang
mendukung asumsi yang telah ditentukan.
e.
Memberikan Penilaian (evaluate)
Hasil belajar evaluasi mengacu pada kemampuan memberikan keputusan
tentang nilai sesuatu berdasarkan pertimbangan yang dimiliki atau kriteria yang
digunakan. Ditinjau dari sudut siswa, ada dua sumber kriteria yang dapat
digunakan, yaitu kriteria yang dikembangkan sendiri oleh siswa dan kriteria
yang diberikan oleh guru. Bloom membagi hasil belajar evaluasi atas pertimbangan
yang didasarkan bukti-bukti dari dalam dan berdasarkan kriteria dari luar.
Evaluasi yang didasarkan pada pertimbangan dengan bukti bukti dari dalam
berhubungan dengan masalah-masalah ketepatan alur logika, konsistensi, dan kriteria internal lainnya. Sedangkan evaluasi
dengan pertimbangan kriteria dari luar berkenaan dengan kriteria-kriteria yang
dapat diterima secara universal. Hasil belajar yang didasarkan pada
pertimbangan dengan kriteria dari luar menuntut kemampuan siswa untuk
menyeleksi atau mengingat kriteria. Misalnya, ketika dihadapkan pada suatu
kasus siswa mampu mempertimbangkan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk
mengatasi kasus tersebut. Dalam mencapai kemampuan ini siswa harus
mempertimbangkan langkah yang diambil berdasarkan ketepatgunaan, ketepatan
waktu, dan dampaknya.
f.
Membuat sesuatu yang baru (create)
Hasil
belajar pada tingkat ini mengacu pada kemampuan memadukan elemen-elemen untuk
membentuk satu keutuhan dalam suatu pola atau struktur baru.
Itulah enam tingkatan hasil belajar pada domain
kognitif Hubungan keenam tingkatan tersebut bersifat hierarkis. Artinya,
tingkat kemampuan yang paling bawah merupakan prasyarat untuk menguasai
kemampuan berikutnya. Kemampuan mengingat merupakan dasar bagi penguasaan
kemampuan mengerti. Kemampuan mengerti merupakan prasyarat untuk menguasai
kemampuan menerapkan. Begitu seterusnya sehingga untuk dapat menguasai
kemampuan kreasi, siswa harus telah menguasai kemampuan mengingat, mengerti,
menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi.
2.
Afektif
Hasil belajar pada ranah atau domain afektif mengacu
kepada sikap dan nilai yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti
pembelajaran. Setelah suatu periode pembelajaran guru mengharapkan semua siswa
menghargai, memilih, dan tertarik terhadap sesuatu yang diajarkan. Krathwhol,
et al. (Winzer, 1995: 512; Slavin, 1988: 242-243) mengemukakan lima tingkatan
hasil belajar afektif sebagai berikut.
a.
Menerima (receiving)
Hasil belajar pada tingkat ini mengacu pada kepekaan siswa dalam menerima
rangsangan (stimulus) dari luar. Siswa dianggap telah mencapai sikap menerima
apabila siswa tersebut mampu menunjukkan kesadaran, kemauan dan perhatian
terhadap sesuatu, serta mengakui kepentingan dan perbedaan.
b.
Menanggapi (responding)
Hasil belajar pada tingkat menanggapi mengacu pada reaksi yang diberikan
individu terhadap stimulus yang datang dari luar. Siswa dianggap telah memiliki
sikap menanggapi apabila siswa tersebut telah menunjukkan kepatuhan pada peraturan, tuntutan atau perintah,
serta berperan aktif dalam berbagai kegiatan.
c.
Menghargai (valuing)
Hasil belajar pada tingkat menghargai mengacu pada kesediaan siswa
menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. Seorang siswa dianggap
telah memiliki sikap menghargai apabila siswa tersebut telah menunjukkan
perilaku menerima suatu nilai; menyukai suatu objek atau kegiatan; menyepakati
perjanjian; menghargai karya seni, pendapat, atau ide: bersikap positif atau
negatif terhadap sesuatu; mengakui.
d.
Mengatur diri (organization)
Hasil belajar pada tingkat ini mengacu
pada kemampuan membentuk atau mengorganisasikan bermacam-macam nilai
menciptakan sistem nilai yang baik. Siswa dianggap telah menguasai sikap pada
tahap mengatur diri apabila siswa tersebut telah menunjukkan kemampuannya dalam
membentuk sistem nilai, menangkap hubungan antarnilai, dan bertanggung jawab
dalam melakukan sesuatu.
e.
Menjadikan pola hidup (characterization by value)
Menjadikan
pola hidup mengacu kepada sikap siswa dalam menerima sistem nilai dan
menjadikannya sebagai pola kepribadian dan tingkah laku. Siswa dianggap telah
menguasai kemampuan ini apabila siswa tersebut telah menunjukkan kepercayaan
diri, disiplin pribadi, serta mampu mengontrol perilakunya sehingga tercermin
dalam pola hidupnya.
Itulah lima tingkatan kemampuan dalam domain
afektif. Kelima tingkatan tersebut bersifat hierarkis. Ini berarti bahwa
tingkatan di bawahnya merupakan prasyarat bagi penguasaan kemampuan di atasnya.
Siswa akan mampu mengatur diri apabila siswa tersebut telah mampu menerima,
menanggapi, dan menghargai sistem nilai yang berlaku. Siswa akan menjadikan
sistem nilai sebagai pola hidupnya apabila siswa tersebut telah mampu menerima,
menanggapi, dan menghargai sistem nilai yang berlaku, serta mampu mengatur
dirinya.
3.
Psikomotorik
Hasil belajar psikomotorik mengacu pada kemampuan
bertindak. Kemampuan psikomotorik mengacu pada tindakan fisik (keterampilan
fisik) siswa untuk ditampilkan. Pada kemampuan psikomotorik tercakup juga
kemampuan kognitif, tetapi pada dasarnya menekankan pada perilaku fisik. Moore
(1967 dalam Winzer, 1995: 513-514) mengemukakan bahwa taksonomi psikomotorik
mengklasifikasikan aspek-aspek koordinasi yang berkaitan dengan gerakan dan
mengintegrasikan konsekuensi kognitif dan afektif dengan penampilan badan/tubuh.
Simpson (Oliva, 1992; Slavin, 1988: 243) mengemukakan tingkatan hasil belajar
pada ranah psikomotorik sebagai berikut.
a.
Persepsi
Hasil belajar psikomotorik pada tingkat persepsi mengacu kepada kemampuan
individu dalam menggunakan inderanya, memilih isyarat, dan menerjemahkan
isyarat tersebut ke dalam bentuk gerakan. Siswa dikatakan telah menguasai
kemampuan persepsi apabila siswa tersebut telah menunjukkan kesadarannya akan
adanya objek dan sifat-sifatnya, misalnya kemampuan memukul bola. Pada tahap
ini siswa hanya mampu memukul bola tanpa memperhatikan faktor apa pun.
b.
Kesiapan
Pada tahap ini individu dituntut untuk menyiapkan dirinya untuk melakukan
suatu gerakan. Kesiapan ini meliputi kesiapan mental, fisik, dan emosional.
Kesiapan mental mencakup kesiapan menentukan gerakan, memperkirakan waktu, dan
memusatkan perhatian. Kesiapan fisik mengacu pada penyesuaian anatomis,
misalnya posisi berdiri, posisi tangan. Kesiapan emosional berkaitan dengan
keseimbangan emosi agar gerakannya terkontrol dengan baik. Kembali pada gerakan
memukul bola, siswa dianggap telah menguasai kemampuan ini apabila siswa
tersebut telah menunjukkan sikap badan yang tepat untuk memukul bola.
c.
Gerakan terbimbing
Kemampuan melakukan gerakan terbimbing mengacu pada kemampuan individu
melakukan gerakan yang sesuai dengan prosedur atau mengikuti petunjuk guru atau
instruktur atau pelatih. Siswa dianggap telah menguasai kemampuan pada tahap
ini apabila siswa telah mampu meniru gerakan yang dicontohkan atau mencoba-coba
gerakan sampai gerakan yang benar dikuasainya. Kita ambil contoh kemampuan
memukul bola. Apabila pada tingkatan kesiapan siswa hanya memukul bola dengan
sikap yang benar. maka pada tingkatan gerakan terbimbing siswa sudah dapat
meniru gerakan pelatih dalam memukul bola yang benar.
d.
Bertindak secara mekanis
Kemampuan motorik pada tingkatan ini mengacu pada kemampuan ndividu untuk
melakukan tindakan yang seolah-olah sudah otomatis. emampuan bertindak secara
mekanis ditunjukkan oleh kelancaran, emudahan, serta ketetapan melakukan tindakan
tersebut. Berkenaan dengan emampuan memukul bola, siswa dianggap telah
menguasai kemampuan ini pabila siswa tersebut telah menunjukkan kemampuan
memukul bola dengan ancar, mudah, dan tetap. Tindakan tersebut seolah-olah
sudah menjadi kebiasaannya.
e.
Gerakan kompleks
Kemampuan
ini merupakan kemampuan bertindak yang paling tinggi pada ranah psikomotorik.
Gerakan yang dilakukan sudah didukung oleh suatu keahlian. Siswa dianggap telah
menguasai kemampuan pada tingkatan ini apabila siswa tersebut telah melakukan
tindakan tanpa keraguan dan otomatis. Tanpa keraguan di sini mengacu pada
tindakan yang terampil. halus, efisien dalam waktu, serta usaha yang minimal.
Otomatis di sini mengacu pada kemampuan individu untuk bertindak sesuai dengan
situasi atau masalah yang dihadapi, misalnya dalam suatu pertandingan, siswa
mampu memukul bola yang dapat mengecoh lawan mainnya. Oleh karena itu,
tingkatan ini menuntut kreativitas siswa dalam bertindak.
Itulah jenis-jenis hasil belajar berdasarkan
taksonomi Bloom. Untuk menambah
wawasan Anda tentang jenis-jenis hasil belajar, kita aka membahas tentang
jenis-jenis hasil belajar menurut ahli lain. Menurut Gagn Briggs, & Wager
(1992: 12-13) ada lima kategori hasil belajar Kelima kategori hasil belajar tersebut adalah keterampilan
intelektual (intellectua skills), strategi kognitif (cognitive strategies),
informasi verbal (verbe information), keterampilan motorik (motor skills), dan
sikap (attitudes), Ma kita kaji satu per satu jenis-jenis hasil belajar
tersebut.
1.
Keterampilan Intelektual (Intellectual Skills)
Hasil belajar pada kategori ini mengacu pada kemampuan suwa melakukan
kegiatan kognitif yang unik (Dick & Carey, 1990). Unik di sin artinya bahwa
siswa harus mampu memecahkan suatu permasalahan dengar menerapkan informasi
yang belum pernah dipelajari. Seorang siswa dianggap telah menguasai kemampuan
ini apabila siswa tersebut telah menunjukkan kemampuan dalam membedakan
karakteristik fisik yang dimiliki objek mengelompokkan objek-objek tersebut
berdasarkan ciri-ciri yang sama, serta menerapkan konsep dan aturan dalam
memecahkan masalah. Dengan demikian, segala kemampuan yang menuntut siswa
menggunakan informasi simbolik merupakan keterampilan intelektual.
2.
Strategi Kognitif (Cognitive Strategies)
Strategi
kognini mengacu pada kemampuan mengontrol proses internal yang dilakukan oleh
individu dalam memilih dan memodifikasi cura berkonsentrasi, belajar,
mengingat, dan berpikir (Gagne, Briggs, & Waget. 1992) Siswa yang telah
menguasai kemampuan strategi kognitif akan mendapat kemudahan dalam
berkonsentrasi, belajar, mengingat, dan berpikir Seorang siswa dianggap telah
memiliki kemampuan strategi kogniti apabila siswa tersebut mampu menerapkan
teknik membaca yang memudahkannya untuk mengingat dan memaham apa yang
dibacanya serta mampu memilih teknik khusus untuk berpikir, cara menganalisis
masalah, dan pendekatan untuk memecahkan masalah.
3.
Informasi Verbal (Verbal Information)
Informasi
verbal adalah kemampuan yang menuntut siswa untuk memberikan tanggapan khusus
terhadap stimulus yang relatif khusus (Dick & Carey, 1990). Dalam kemampuan
ini tidak ada tuntutan untuk menggunakan imbol, memecahkan masalah, atau
menerapkan aturan. Untuk menguasal mampuan ini siswa hanya dituntut untuk
menyimpan informasi dalam tem ingatannya dan mengungkapkan kembali informasi
tersebut.
4.
Keterampilan Motorik (Motor Skills)
Keterampilan
motorik mengacu pada kemampuan melakukan gerakan adakan yang terorganisasi yang
direfleksikan melalui kecepatan, kekuatan, dan kehalusan (Gagne. Briggs, &
Wager, 1992) Dengan memperhatikan pernyataan tersebut, keterampilan motorik
tidak hanya melibatkan otot, tetapi juga otak. Ini berarti bahwa, dalam
melakukan keterampilan motorik, kegiatan mental atau kognitif juga terlibal,
misalnya kemampuan menempel model topeng dengan sobekan kertas". Untuk
menguasai kemampuan tersebut, siswa tidak hanya dituntut menunjukkan
keterampilan tangannya dalam menempelkan sobekan kertas pada model topeng,
tetapi juga bagaimana menempelkan sobekan kertas tersebut supaya rapi Untuk
itu, siswa dituntut untuk memikirkan teknik menempel yang paling tepat dan
mampu melakukannya. Contoh lain dari keterampilan motorik adalah mengukur
tinggi badan, memukul bola pada permainan kasti, memotong pola baju, dan
memainkan alat musik.
5.
Sikap (Attitudes)
Sikap mengacu
pada kecenderungan untuk membuat pilihan atau keputusan untuk bertindak di
bawah kondisi tertentu. Dikaitkan dengan hasil belajar. sikap adalah kemampuan
siswa dalam menentukan pilihan atau bertindak sesuai dengan sistem nilai yang
diyakininya. Contoh hasil belajar sikap adalah siswa dapat bekerja sama dalam
mengerjakan tugas, bersikap terbuka terhadap kritik dan pendapat orang lain,
menyadari pentingnya belajar matematika, dan mematuhi peraturan sekolah.
KEGIATAN BELAJAR 2
PENYUSUNAN ALAT EVALUASI
A.
EVALUASI FORMATIF DAN EVALUASI SUMATIF
Sukardi (2009) mengemukakan bahwa evaluasi sumatif
dilaksanakan untuk memperoleh informasi yang diperlukan guru dalam menentukan
keputusan pada siswa selama pembelajaran.
Menurut Reece & Walker (1997) evalusi sumatif
adalah jenis evaluasi yang dilaksanakan pada akhir periode pembelajaran dan
digunakan untuk tujuan sertifikasi.
Winzer (1995) menyatakan bahwa evaluasi sumatif
dirancang untuk memberikan balikan selama proses belajar. Sependapat dengan
Sujana (1990) yang mengemukakan bahwa evaluasi formatif dilaksanakan pada akhir
pembelajaran untuk melihat tingkat keberhasilan proses pembelajaran itu
sendiri.
Dari uraian diatas dapat diketahui tujuan
pelaksanaan evaluasi formatif adalah untuk mengetahui tingkat perkembangan
siswa dan keberhasilan proses pembelajaran. Evaluasi formatif dilaksanakan
selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil evaluasi formatif digunakan oleh
guru untuk memperbaiki proses pembelajaran
B.
KRITERIA PENYUSUTAN ALAT EVALUASI
Menurut Sukardi (2009) dan Slavin (1998) ada tiga
kriteria yang harus diperhatikan dalam mengembangkan atau menyusun alat
evaluasi.
1.
Validitas
Validitas berkenaan dengan ketepatan alat evaluasi dalam mengukur konsep
yang diukur sehingga alat evalusi tersebut betul betul mengukur apa yang
seharusnya diukur. Ornstein (1990) mengemukakan bahwa tes yang valid
adalah tes yang memiliki kesesuaian dengan tujuan dan mengukur secara
representative materi pembelajaran.
2.
Realibilitas
Mengacu pada ketetapan atau keajegan alat ukur dalam menilai apa yang
seharusnya dinilai.
3.
Dapat dilaksanakan
Kriteria ini berkenaan dengan kemungkinan alat ukur tersebut untuk
dilaksanakan dilihat dari aspek biaya dan waktu juga kemudahan alat ukur yang
disusun serta kemudahan dalam penskoran dan interpretasi hasil yang diperoleh.
C.
JENIS-JENIS ALAT EVALUASI
Ada dua jenis alat evaluasi yaitu tes dan non tes.
Contoh non tes: skala sikap, daftar cek, wawancara, observasi, angket dan
sosiometri. Tes adalah seperangkat pertanyaan /pernyataan yang
menuntut siswa untuk memberikan jawaban yang dapat dinilai benar atau salah.
Ada tiga jenis tes, yaitu: tes lisan, tes tertulis, dan tes perbuatan atau tes
kinerja.
Ada dua bentuk tes yang dapat digunakan guru, yaitu:
1.
Tes Objektif
Adalah tes yang menuntut peserta tes untuk menentukan satu jawaban yang
paling tepat atau memilih jawaban yang paling tepat dari alternatif jawaban
yang disediakan. Bentuk tes objektif yaitu; benar-salah, pilihan ganda,
menjodohkan, dan isian singkat.
2.
Tes Uraian
Adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam hal
mengekspresikan gagasan melalui bahasa tulisan (Sujana, 1990). Tes uraian
sangat tepat untuk mengukur kemampuan kognitif tingkat tinggi, seperti
menganalisis, menilai, dan mengkreasi.
3.
Tes kinerja atau Tes Perbuatan
Tes
kinerja menuntut siswa untuk mendemonstrasikan atau menampilkan kemampuan yang
diukur. Reece & Walker (1997) tes kinerja adalah tes yang menuntut siswa
untuk menampilkan suatu perilaku sesuai dengan tugas yang diberikan dan dinilai
dengan menggunakan marking scheme.
0 comments:
Post a Comment