Saturday 11 June 2022

PERUMUSAN INDIKATOR DAN PENYUSUNAN ALAT EVALUASI

0 comments

 

PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN

 PEMBELAJARAN DI SD

MODUL 10

PERUMUSAN INDIKATOR DANPENYUSUNAN ALAT EVALUASI



BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dalam mengembangkan rencana pembelajaran langkah pertama yang harus dilakukan adalah perumusan tujuan pembelajaran. Tjuan pembelajaran adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Dengan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi, kemampuan yang diharapkan dikuasai sisw dinyatakan dalam bentuk rumusan kompetensi.

Tugas guru selanjutnya adalah menjabarkan rumusan kompetensi dasar ke dalam rumusan indikator pencapaian kompetensi. Untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap kompetensi yang diterapkan, guru melaksanakan evaluasi. Dalam menentukan alat evaluasi guru perlu memperhatikan kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa yang dinyatakan dalam indikator pencapaian kompetensi.

Mengingat pentingnya kemampuan guru dalam merumuskan indikator pencapaian kompetensi dan mengembangkan alat evaluasi, oleh karena itu dalam modul ini akan mengkaji berbagai konsep yang berkaitan dengan perumusan indikator pencapaian kompetensi dan mengembangkan alat evaluasi berdasarkan indikator yang sudah dirumuskan.

 

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apakah pengertian indikator dan tujuan evaluasi?

2.      Bagaimana cara merumuskan indikator?

3.      Bagaimana hasil belajar menurut Bloom?

4.      Jenis-jenis evaluasi seperti apa yang dapat dilakukan oleh guru?

 

C.     TUJUAN

1.      Untuk mengetahui pengertian indikator dan tujuan evaluasi

2.      Untuk mengetahui cara merumuskan indikator

3.      Untuk mengetahui hasil belajar menurut Bloom

4.      Untuk mengetahui jenis-jenis evaluasi yang dapat dilakukan guru

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

MODUL 10

PERUMUSAN INDIKATOR DAN PENYUSUNAN ALAT EVALUASI

KEGIATAN BELAJAR 1

A. PENGERTIAN INDIKATOR

Dalam Kurikulum 2006, indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditunjukkan oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006).

Istilah Hasil Belajar dikenal dalam Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, Hasil Belajar berkenaan dengan "apa yang harus diketahui dan dilakukan siswa yang dapat ditunjukkan sebagai hasil pembelajaran pada level tertentu" (Pusat Kurikulum, 2002). Sementara itu, Tujuan Pembelajaran atau dikenal juga dengan Tujuan Instruksional dikenal dalam kurikulum yang berlaku sebelum Kurikulum 2004. Tujuan Pembelajaran atau Tujuan Instruksional merupakan rumusan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah mempelajari suatu topik atau pokok bahasan tertentu. Tujuan Instruksional biasanya dibagi menjadi Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) atau Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) atau Tujuan Instruksional Khusus (TIK).

Dari uraian tersebut dapat kita simpulkan bahwa ketiga istilah tersebut, Tujuan Pembelajaran, Hasil Belajar, dan Indikator, memiliki makna yang sama. Ketiga istilah tersebut menyatakan rumusan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Untuk selanjutnya, mari kita kaji prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam merumuskan indikator.

B. PRINSIP-PRINSIP PERUMUSAN INDIKATOR

Langkah pertama yang harus dilakukan guru dalam merancang pembelajaran adalah merumuskan indikator pencapaian kompetensi, yaitu kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Keberhasilan siswa dalam pembelajaran ditunjukkan oleh dikuasainya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang telah dirumuskan secara nasional. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar. Oleh karena itu, indikator yang dirumuskan harus merupakan jabaran dari Kompetensi Dasar. Dengan menguasai indikator yang merupakan penjabaran atau rincian dari kompetensi dasar, kita mengharapkan siswa akan menguasai kompetensi dasar tersebut. Hal ini menunjukkan salah satu prinsip yang harus diperhatikan guru dalam merumuskan indikator, yaitu indikator dijabarkan dari kompetensi dasar.

Kita ambil contoh salah satu kompetensi dasar dalam mata pelajaran Matematika di kelas V sebagai berikut.

"5.2 menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan"

Kompetensi dasar tersebut harus dijabarkan ke dalam banyak indikator agar guru dapat menentukan apakah siswa sudah atau belum mencapai kompetensi dasar tersebut. Banyak indikator yang dapat dijabarkan dari kompetensi dasar tersebut, di antaranya berikut ini.

a menjumlahkan pecahan biasa berpenyebut sama;

b. menjumlahkan pecahan biasa berpenyebut beda;

c. menjumlahkan pecahan campuran berpenyebut sama;

d. menjumlahkan pecahan campuran berpenyebut beda;

e. mengurangkan pecahan biasa berpenyebut sama;

f. mengurangkan pecahan biasa berpenyebut beda.

Dengan menguasai semua indikator yang kita kembangkan (a, b, c, d, e, dan f), siswa dipandang telah menguasai kompetensi "menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan". Akan tetapi, apabila ada beberapa indikator yang belum dikuasai siswa berarti kompetensi dasar tersebut belum dikuasai siswa.

Prinsip lain yang perlu diperhatikan guru dalam mengembangkan indikator adalah indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional. Hal ini perlu menjadi perhatian guru agar rumusan indikator yang kita kembangkan tidak menimbulkan tafsiran ganda. Coba perhatikan rumusan indikator berikut ini.

"Siswa mampu memahami lingkungan alam buatan."

Apakah rumusan indikator tersebut cukup operasional? Apakah kata kerja yang digunakan dalam rumusan indikator tersebut tidak memiliki makna ganda? Kata kerja yang digunakan dalam rumusan indikator tersebut adalah "memahami". Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi. Apa yang harus ditunjukkan siswa bahwa mereka sudah menguasai indikator tersebut? Mungkin ada yang berpendapat bahwa siswa dianggap sudah menguasai indikator tersebut apabila siswa sudah dapat memberikan contoh lingkungan alam buatan. Akan tetapi, mungkin ada yang berpendapat lain. Siswa dianggap telah menguasai indikator tersebut apabila siswa mampu menjelaskan pengertian lingkungan alam buatan. Adanya perbedaan makna terhadap indikator tersebut menunjukkan bahwa kata kerja "memahami" memiliki tafsiran ganda. Untuk itu, dalam merumuskan indikator Anda hendaknya menghindari penggunaan kata kerja yang memiliki tafsiran ganda, seperti mengenal, memahami, dan mengetahui.

Penguasaan indikator pencapaian kompetensi oleh siswa setelah pembelajaran menunjukkan salah satu keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Untuk memudahkan guru mengetahui ketercapaian indikator oleh siswa maka indikator yang dirumuskan harus dapat diamati atau didemonstrasikan oleh siswa. Apabila guru tidak dapat mengamati atau mengukur penguasaan siswa terhadap indikator yang dirumuskan, guru akan mengalami kesulitan untuk mengetahui apakah indikator yang ditetapkan sudah dikuasai atau belum oleh siswa. Sebagai contoh, indikator yang diharapkan dikuasai oleh siswa adalah "siswa mampu memberi 3 contoh perilaku disiplin di kelas". Siswa dianggap sudah menguasai indikator tersebut, apabila ketika diberi pertanyaan "berikan 3 contoh disiplin di kelas" siswa dapat memberikan jawaban yang benar.

C. KOMPONEN-KOMPONEN RUMUSAN INDIKATOR

Mager (dalam Winzer, 1995: 506; Slavin, 1988: 231-232; dan Glover & Bruning, 1987: 442) mengemukakan tiga komponen rumusan tujuan pembelajaran. Pertama, performance atau unjuk kerja, mengacu pada penggunaan kata kerja yang menggambarkan hasil belajar yang dapat diukur (measurable). Kedua, criterion (kriteria), mengacu pada tingkat unjuk kerja yang dicapai untuk menentukan keberhasilan penguasaan kemampuan. Dan, ketiga, condition (kondisi) mengacu pada kondisi ketika pengukuran unjuk kerja. Di samping ketiga komponen tersebut, Knirk & Gustafson (1986) menambahkan satu komponen lagi dalam rumusan tujuan pembelajaran, yaitu komponen audience (siswa yang belajar).

Untuk memudahkan Anda mengingat komponen-komponen yang harus ada dalam rumusan indikator pencapaian kompetensi, keempat komponen tersebut disingkat menjadi ABCD (A Audience; B Behavior; C - Condition; dan D - Degree). Mari kita bahas satu per satu keempat komponen rumusan indikator tersebut.

1. Audience (Siswa yang Belajar)

Komponen ini dinyatakan dengan siswa yang belajar untuk menguasai kemampuan yang diharapkan, misalnya siswa kelas I, siswa kelas II, siswa kelas VI.

2. Behavior (Perilaku atau Unjuk Kerja/Performance)

Komponen ini terdiri atas kata kerja yang menunjukkan kemampuan yang harus ditampilkan siswa dan materi yang dipelajari siswa. Kemampuan tersebut dinyatakan dalam bentuk kata kerja operasional seperti menjelaskan, memberi contoh, menyusun, membuat, merakit, menunjukkan, menganalisis, dan menyimpulkan. Pemilihan kata kerja ini sangat penting. Penggunaan kata kerja operasional dalam rumusan indikator akan mengarahkan guru dalam menentukan alat evaluasi dan dalam merancang kegiatan pembelajaran untuk mencapai kemampuan yang diharapkan. Oleh karena itu, hindari penggunaan kata-kata kerja seperti memahami, mengetahui, mengenal, dan sebagainya. Kata-kata tersebut memiliki tafsiran ganda sehingga sulit untuk diukur ketercapaiannya. Contoh komponen ini dalam rumusan indikator adalah memberi contoh perilaku demokratis, menyusun kalimat majemuk, menunjukkan letak ibukota provinsi, membuat larutan oralit, membuat baling-baling dari kertas.

3. Condition (Kondisi)

Komponen ini menyatakan kondisi atau keadaan yang dipersyaratkan ketika siswa diminta menunjukkan atau mendemonstrasikan perilaku atau kemampuan yang diharapkan. Perhatikan contoh berikut.

a.       Melalui percobaan, siswa dapat menjelaskan perubahan kimia. Ini berarti bahwa siswa dianggap telah menguasai kemampuan tersebut apabila siswa dapat menjelaskan perubahan kimia dengan melakukan percobaan. Dengan demikian, pada waktu guru mengukur penguasaan indikator ini, siswa harus melakukan percobaan.

b.      Diberikan sejumlah data, siswa dapat menghitung nilai rata-rata dari data yang disediakan. Ini berarti bahwa pada saat kita meminta siswa menunjukkan kemampuan menghitung nilai rata-rata sekelompok data, kita harus menyediakan data yang harus dihitung siswa.

c.       Diberikan sebuah cerita, siswa dapat menentukan amanat yang disampaikan dari cerita tersebut. Ini berarti bahwa siswa baru dapat dianggap telah menguasai kemampuan tersebut apabila siswa telah mampu menentukan amanat suatu cerita dari cerita yang diberikan guru.

4. Degree (Tingkat Pencapaian atau Kriteria)

Komponen ini mengacu pada tingkatan perilaku yang dicapai untuk menentukan keberhasilan atau penguasaan siswa terhadap kemampuan yang ditetapkan. Biasanya tingkat perilaku ini dinyatakan dengan jumlah objek perilaku yang harus dikuasai, misalnya siswa dapat menunjukkan lima karakteristik pemimpin yang demokratis. Siswa belum dianggap menguasai indikator tersebut apabila siswa baru mampu menunjukkan tiga atau empat karakteristik tersebut.

D. JENIS-JENIS KEMAMPUAN HASIL BELAJAR

Banyak para ahli yang mengemukakan berbagai ranah atau domain kemampuan sebagai hasil belajar. Mungkin Anda sudah sering mendengar klasifikasi kemampuan hasil belajar yang dikemukakan Benyamin S. Bloom, atau yang lebih dikenal dengan taksonomi Bloom. Betul! Bloom mengelompokkan kemampuan hasil belajar ke dalam 3 ranah atau domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

1.      Kognitif

Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang ditunjukkan oleh adanya perubahan pada kognisi siswa (Glover & Bruning, 1987). Lebih lanjut Ornstein (1990) dan Oliva (1992) mengemukakan bahwa ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan mengingat atau mengenal pengetahuan serta mengembangkan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa kemampuan kognitif mengacu pada hasil belajar yang berkenaan dengan pengembangan kemampuan otak dan penalaran siswa.

Menurut Bloom, domain kognitif ini memiliki enam tingkatan. Pada awalnya keenam tingkatan tersebut adalah knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman), application (penerapan), analysis (analisis), synthesis (sintesis), dan evaluation (penilaian). Sekarang, keenam tingkatan. Sekarang, keenam tingkatan tersebut mengalami revisi menjadi kemampuan remember (mengingat), understand (mengerti), apply (menerapkan/menggunakan), analysis (menganalisis), evaluate (memberikan penilaian), dan create (membuat sesuatu yang baru) (Anderson & Krathwhl, 2001). Mari kita bahas satu per satu keenam tingkatan hasil belajar kognitif tersebut.

a.       Mengingat (remember)

Tingkatan kemampuan ini ditunjukkan oleh kemampuan mengingat kembali pengetahuan yang sudah tersimpan dalam memori jangka panjang (longterm memory). Hasil belajar pada tingkatan kemampuan ini ditunjukkan dengan kemampuan mengenal atau menyebutkan kembali fakta-fakta, istilah istilah, hukum, rumus yang telah dipelajarinya.

b.      Mengerti (understand)

Hasil belajar pada tingkat ini mengacu pada kemampuan menangkap dan membangun makna atau arti daru pesan atau materi pembelajaran. Kemampuan menjelaskan suatu konsep, memberi contoh, dan membandingkan merupakan beberapa contoh kemampuan kognitif pada tingkat mengerti.

c.       Menerapkan (apply)

Hasil belajar pada tingkat ini mengacu pada kemampuan menerapkan atau menggunakan prosedur, konsep, hukum atau rumus pada situasi bara Kemampuan menghitung nilai rata-rata sekelompok data merupakan salah satu contoh kemampuan kognitif pada tingkat menerapkan. Untuk menguasai kemampuan tersebut siswa harus mengerti rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata sejumlah data terlebih dahulu. Kemudian, rumus tersebut diterapkan siswa untuk mengetahui nilai rata-rata dari sejumlah data yang diberikan.

d.      Menganalisis (analysis)

Hasil belajar pada tingkat ini mengacu pada kemampuan menguraikan sesuatu menjadi bagian-bagian dan menentukan hubungan antarbagian. Kemampuan yang termasuk ke dalam tingkat ini adalah kemampuan:

1)      memisahkan dasar-dasar yang digunakan dalam suatu organisasi pesan atau materi pembelajaran,

2)      menghubungkan bagian-bagian atau elemen-elemen dari suatu pesan atau materi pembelajaran;

3)      merumuskan asumsi-asumsi dan mengidentifikasi unsur-unsur penting yang mendukung asumsi yang telah ditentukan.

e.       Memberikan Penilaian (evaluate)

Hasil belajar evaluasi mengacu pada kemampuan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan pertimbangan yang dimiliki atau kriteria yang digunakan. Ditinjau dari sudut siswa, ada dua sumber kriteria yang dapat digunakan, yaitu kriteria yang dikembangkan sendiri oleh siswa dan kriteria yang diberikan oleh guru. Bloom membagi hasil belajar evaluasi atas pertimbangan yang didasarkan bukti-bukti dari dalam dan berdasarkan kriteria dari luar. Evaluasi yang didasarkan pada pertimbangan dengan bukti bukti dari dalam berhubungan dengan masalah-masalah ketepatan alur logika, konsistensi, dan kriteria internal lainnya. Sedangkan evaluasi dengan pertimbangan kriteria dari luar berkenaan dengan kriteria-kriteria yang dapat diterima secara universal. Hasil belajar yang didasarkan pada pertimbangan dengan kriteria dari luar menuntut kemampuan siswa untuk menyeleksi atau mengingat kriteria. Misalnya, ketika dihadapkan pada suatu kasus siswa mampu mempertimbangkan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mengatasi kasus tersebut. Dalam mencapai kemampuan ini siswa harus mempertimbangkan langkah yang diambil berdasarkan ketepatgunaan, ketepatan waktu, dan dampaknya.

f.       Membuat sesuatu yang baru (create)

Hasil belajar pada tingkat ini mengacu pada kemampuan memadukan elemen-elemen untuk membentuk satu keutuhan dalam suatu pola atau struktur baru.

Itulah enam tingkatan hasil belajar pada domain kognitif Hubungan keenam tingkatan tersebut bersifat hierarkis. Artinya, tingkat kemampuan yang paling bawah merupakan prasyarat untuk menguasai kemampuan berikutnya. Kemampuan mengingat merupakan dasar bagi penguasaan kemampuan mengerti. Kemampuan mengerti merupakan prasyarat untuk menguasai kemampuan menerapkan. Begitu seterusnya sehingga untuk dapat menguasai kemampuan kreasi, siswa harus telah menguasai kemampuan mengingat, mengerti, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi.

2.      Afektif

Hasil belajar pada ranah atau domain afektif mengacu kepada sikap dan nilai yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Setelah suatu periode pembelajaran guru mengharapkan semua siswa menghargai, memilih, dan tertarik terhadap sesuatu yang diajarkan. Krathwhol, et al. (Winzer, 1995: 512; Slavin, 1988: 242-243) mengemukakan lima tingkatan hasil belajar afektif sebagai berikut.

a.       Menerima (receiving)

Hasil belajar pada tingkat ini mengacu pada kepekaan siswa dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar. Siswa dianggap telah mencapai sikap menerima apabila siswa tersebut mampu menunjukkan kesadaran, kemauan dan perhatian terhadap sesuatu, serta mengakui kepentingan dan perbedaan.

b.      Menanggapi (responding)

Hasil belajar pada tingkat menanggapi mengacu pada reaksi yang diberikan individu terhadap stimulus yang datang dari luar. Siswa dianggap telah memiliki sikap menanggapi apabila siswa tersebut telah menunjukkan kepatuhan pada peraturan, tuntutan atau perintah, serta berperan aktif dalam berbagai kegiatan.

c.       Menghargai (valuing)

Hasil belajar pada tingkat menghargai mengacu pada kesediaan siswa menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. Seorang siswa dianggap telah memiliki sikap menghargai apabila siswa tersebut telah menunjukkan perilaku menerima suatu nilai; menyukai suatu objek atau kegiatan; menyepakati perjanjian; menghargai karya seni, pendapat, atau ide: bersikap positif atau negatif terhadap sesuatu; mengakui.

d.      Mengatur diri (organization)

Hasil belajar pada tingkat ini mengacu pada kemampuan membentuk atau mengorganisasikan bermacam-macam nilai menciptakan sistem nilai yang baik. Siswa dianggap telah menguasai sikap pada tahap mengatur diri apabila siswa tersebut telah menunjukkan kemampuannya dalam membentuk sistem nilai, menangkap hubungan antarnilai, dan bertanggung jawab dalam melakukan sesuatu.

e.       Menjadikan pola hidup (characterization by value)

Menjadikan pola hidup mengacu kepada sikap siswa dalam menerima sistem nilai dan menjadikannya sebagai pola kepribadian dan tingkah laku. Siswa dianggap telah menguasai kemampuan ini apabila siswa tersebut telah menunjukkan kepercayaan diri, disiplin pribadi, serta mampu mengontrol perilakunya sehingga tercermin dalam pola hidupnya.

Itulah lima tingkatan kemampuan dalam domain afektif. Kelima tingkatan tersebut bersifat hierarkis. Ini berarti bahwa tingkatan di bawahnya merupakan prasyarat bagi penguasaan kemampuan di atasnya. Siswa akan mampu mengatur diri apabila siswa tersebut telah mampu menerima, menanggapi, dan menghargai sistem nilai yang berlaku. Siswa akan menjadikan sistem nilai sebagai pola hidupnya apabila siswa tersebut telah mampu menerima, menanggapi, dan menghargai sistem nilai yang berlaku, serta mampu mengatur dirinya.

3.      Psikomotorik

Hasil belajar psikomotorik mengacu pada kemampuan bertindak. Kemampuan psikomotorik mengacu pada tindakan fisik (keterampilan fisik) siswa untuk ditampilkan. Pada kemampuan psikomotorik tercakup juga kemampuan kognitif, tetapi pada dasarnya menekankan pada perilaku fisik. Moore (1967 dalam Winzer, 1995: 513-514) mengemukakan bahwa taksonomi psikomotorik mengklasifikasikan aspek-aspek koordinasi yang berkaitan dengan gerakan dan mengintegrasikan konsekuensi kognitif dan afektif dengan penampilan badan/tubuh. Simpson (Oliva, 1992; Slavin, 1988: 243) mengemukakan tingkatan hasil belajar pada ranah psikomotorik sebagai berikut.

a.    Persepsi

Hasil belajar psikomotorik pada tingkat persepsi mengacu kepada kemampuan individu dalam menggunakan inderanya, memilih isyarat, dan menerjemahkan isyarat tersebut ke dalam bentuk gerakan. Siswa dikatakan telah menguasai kemampuan persepsi apabila siswa tersebut telah menunjukkan kesadarannya akan adanya objek dan sifat-sifatnya, misalnya kemampuan memukul bola. Pada tahap ini siswa hanya mampu memukul bola tanpa memperhatikan faktor apa pun.

b.   Kesiapan

Pada tahap ini individu dituntut untuk menyiapkan dirinya untuk melakukan suatu gerakan. Kesiapan ini meliputi kesiapan mental, fisik, dan emosional. Kesiapan mental mencakup kesiapan menentukan gerakan, memperkirakan waktu, dan memusatkan perhatian. Kesiapan fisik mengacu pada penyesuaian anatomis, misalnya posisi berdiri, posisi tangan. Kesiapan emosional berkaitan dengan keseimbangan emosi agar gerakannya terkontrol dengan baik. Kembali pada gerakan memukul bola, siswa dianggap telah menguasai kemampuan ini apabila siswa tersebut telah menunjukkan sikap badan yang tepat untuk memukul bola.

c.    Gerakan terbimbing

Kemampuan melakukan gerakan terbimbing mengacu pada kemampuan individu melakukan gerakan yang sesuai dengan prosedur atau mengikuti petunjuk guru atau instruktur atau pelatih. Siswa dianggap telah menguasai kemampuan pada tahap ini apabila siswa telah mampu meniru gerakan yang dicontohkan atau mencoba-coba gerakan sampai gerakan yang benar dikuasainya. Kita ambil contoh kemampuan memukul bola. Apabila pada tingkatan kesiapan siswa hanya memukul bola dengan sikap yang benar. maka pada tingkatan gerakan terbimbing siswa sudah dapat meniru gerakan pelatih dalam memukul bola yang benar.

d.   Bertindak secara mekanis

Kemampuan motorik pada tingkatan ini mengacu pada kemampuan ndividu untuk melakukan tindakan yang seolah-olah sudah otomatis. emampuan bertindak secara mekanis ditunjukkan oleh kelancaran, emudahan, serta ketetapan melakukan tindakan tersebut. Berkenaan dengan emampuan memukul bola, siswa dianggap telah menguasai kemampuan ini pabila siswa tersebut telah menunjukkan kemampuan memukul bola dengan ancar, mudah, dan tetap. Tindakan tersebut seolah-olah sudah menjadi kebiasaannya.

e.    Gerakan kompleks

Kemampuan ini merupakan kemampuan bertindak yang paling tinggi pada ranah psikomotorik. Gerakan yang dilakukan sudah didukung oleh suatu keahlian. Siswa dianggap telah menguasai kemampuan pada tingkatan ini apabila siswa tersebut telah melakukan tindakan tanpa keraguan dan otomatis. Tanpa keraguan di sini mengacu pada tindakan yang terampil. halus, efisien dalam waktu, serta usaha yang minimal. Otomatis di sini mengacu pada kemampuan individu untuk bertindak sesuai dengan situasi atau masalah yang dihadapi, misalnya dalam suatu pertandingan, siswa mampu memukul bola yang dapat mengecoh lawan mainnya. Oleh karena itu, tingkatan ini menuntut kreativitas siswa dalam bertindak.

Itulah jenis-jenis hasil belajar berdasarkan taksonomi Bloom. Untuk menambah wawasan Anda tentang jenis-jenis hasil belajar, kita aka membahas tentang jenis-jenis hasil belajar menurut ahli lain. Menurut Gagn Briggs, & Wager (1992: 12-13) ada lima kategori hasil belajar Kelima kategori hasil belajar tersebut adalah keterampilan intelektual (intellectua skills), strategi kognitif (cognitive strategies), informasi verbal (verbe information), keterampilan motorik (motor skills), dan sikap (attitudes), Ma kita kaji satu per satu jenis-jenis hasil belajar tersebut.

1.      Keterampilan Intelektual (Intellectual Skills)

Hasil belajar pada kategori ini mengacu pada kemampuan suwa melakukan kegiatan kognitif yang unik (Dick & Carey, 1990). Unik di sin artinya bahwa siswa harus mampu memecahkan suatu permasalahan dengar menerapkan informasi yang belum pernah dipelajari. Seorang siswa dianggap telah menguasai kemampuan ini apabila siswa tersebut telah menunjukkan kemampuan dalam membedakan karakteristik fisik yang dimiliki objek mengelompokkan objek-objek tersebut berdasarkan ciri-ciri yang sama, serta menerapkan konsep dan aturan dalam memecahkan masalah. Dengan demikian, segala kemampuan yang menuntut siswa menggunakan informasi simbolik merupakan keterampilan intelektual.

 

2.      Strategi Kognitif (Cognitive Strategies)

Strategi kognini mengacu pada kemampuan mengontrol proses internal yang dilakukan oleh individu dalam memilih dan memodifikasi cura berkonsentrasi, belajar, mengingat, dan berpikir (Gagne, Briggs, & Waget. 1992) Siswa yang telah menguasai kemampuan strategi kognitif akan mendapat kemudahan dalam berkonsentrasi, belajar, mengingat, dan berpikir Seorang siswa dianggap telah memiliki kemampuan strategi kogniti apabila siswa tersebut mampu menerapkan teknik membaca yang memudahkannya untuk mengingat dan memaham apa yang dibacanya serta mampu memilih teknik khusus untuk berpikir, cara menganalisis masalah, dan pendekatan untuk memecahkan masalah.

3.      Informasi Verbal (Verbal Information)

Informasi verbal adalah kemampuan yang menuntut siswa untuk memberikan tanggapan khusus terhadap stimulus yang relatif khusus (Dick & Carey, 1990). Dalam kemampuan ini tidak ada tuntutan untuk menggunakan imbol, memecahkan masalah, atau menerapkan aturan. Untuk menguasal mampuan ini siswa hanya dituntut untuk menyimpan informasi dalam tem ingatannya dan mengungkapkan kembali informasi tersebut.

4.      Keterampilan Motorik (Motor Skills)

Keterampilan motorik mengacu pada kemampuan melakukan gerakan adakan yang terorganisasi yang direfleksikan melalui kecepatan, kekuatan, dan kehalusan (Gagne. Briggs, & Wager, 1992) Dengan memperhatikan pernyataan tersebut, keterampilan motorik tidak hanya melibatkan otot, tetapi juga otak. Ini berarti bahwa, dalam melakukan keterampilan motorik, kegiatan mental atau kognitif juga terlibal, misalnya kemampuan menempel model topeng dengan sobekan kertas". Untuk menguasai kemampuan tersebut, siswa tidak hanya dituntut menunjukkan keterampilan tangannya dalam menempelkan sobekan kertas pada model topeng, tetapi juga bagaimana menempelkan sobekan kertas tersebut supaya rapi Untuk itu, siswa dituntut untuk memikirkan teknik menempel yang paling tepat dan mampu melakukannya. Contoh lain dari keterampilan motorik adalah mengukur tinggi badan, memukul bola pada permainan kasti, memotong pola baju, dan memainkan alat musik.

5.      Sikap (Attitudes)

Sikap mengacu pada kecenderungan untuk membuat pilihan atau keputusan untuk bertindak di bawah kondisi tertentu. Dikaitkan dengan hasil belajar. sikap adalah kemampuan siswa dalam menentukan pilihan atau bertindak sesuai dengan sistem nilai yang diyakininya. Contoh hasil belajar sikap adalah siswa dapat bekerja sama dalam mengerjakan tugas, bersikap terbuka terhadap kritik dan pendapat orang lain, menyadari pentingnya belajar matematika, dan mematuhi peraturan sekolah.

 

KEGIATAN BELAJAR 2

PENYUSUNAN ALAT EVALUASI

A.      EVALUASI FORMATIF DAN EVALUASI SUMATIF

Sukardi (2009) mengemukakan bahwa evaluasi sumatif dilaksanakan untuk memperoleh informasi yang diperlukan guru dalam menentukan keputusan pada siswa selama pembelajaran.

Menurut Reece & Walker (1997) evalusi sumatif adalah jenis evaluasi yang dilaksanakan pada akhir periode pembelajaran dan digunakan untuk tujuan sertifikasi.

Winzer (1995) menyatakan bahwa evaluasi sumatif dirancang untuk memberikan balikan selama proses belajar. Sependapat dengan Sujana (1990) yang mengemukakan bahwa evaluasi formatif dilaksanakan pada akhir pembelajaran untuk melihat tingkat keberhasilan proses pembelajaran itu sendiri.

Dari uraian diatas dapat diketahui tujuan pelaksanaan evaluasi formatif adalah untuk mengetahui tingkat perkembangan siswa dan keberhasilan proses pembelajaran. Evaluasi formatif dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil evaluasi formatif digunakan oleh guru untuk memperbaiki proses pembelajaran

B.       KRITERIA PENYUSUTAN ALAT EVALUASI

Menurut Sukardi (2009) dan Slavin (1998) ada tiga kriteria yang harus diperhatikan dalam mengembangkan atau menyusun alat evaluasi.

1.      Validitas

Validitas berkenaan dengan ketepatan alat evaluasi dalam mengukur konsep yang diukur sehingga alat evalusi tersebut betul betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Ornstein (1990) mengemukakan bahwa tes yang valid adalah tes yang memiliki kesesuaian dengan tujuan dan mengukur secara representative materi pembelajaran.

2.      Realibilitas

Mengacu pada ketetapan atau keajegan alat ukur dalam menilai apa yang seharusnya dinilai.

3.      Dapat dilaksanakan

Kriteria ini berkenaan dengan kemungkinan alat ukur tersebut untuk dilaksanakan dilihat dari aspek biaya dan waktu juga kemudahan alat ukur yang disusun serta kemudahan dalam penskoran dan interpretasi hasil yang diperoleh.

 

C.       JENIS-JENIS ALAT EVALUASI

Ada dua jenis alat evaluasi yaitu tes dan non tes. Contoh non tes: skala sikap, daftar cek, wawancara, observasi, angket dan sosiometri. Tes adalah seperangkat pertanyaan /pernyataan yang menuntut siswa untuk memberikan jawaban yang dapat dinilai benar atau salah. Ada tiga jenis tes, yaitu: tes lisan, tes tertulis, dan tes perbuatan atau tes kinerja.

Ada dua bentuk tes yang dapat digunakan guru, yaitu:

1.      Tes Objektif

Adalah tes yang menuntut peserta tes untuk menentukan satu jawaban yang paling tepat atau memilih jawaban yang paling tepat dari alternatif jawaban yang disediakan. Bentuk tes objektif yaitu; benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan isian singkat.

2.      Tes Uraian

Adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasan melalui bahasa tulisan (Sujana, 1990). Tes uraian sangat tepat untuk mengukur kemampuan kognitif tingkat tinggi, seperti menganalisis, menilai, dan mengkreasi.

3.      Tes kinerja atau Tes Perbuatan

Tes kinerja menuntut siswa untuk mendemonstrasikan atau menampilkan kemampuan yang diukur. Reece & Walker (1997) tes kinerja adalah tes yang menuntut siswa untuk menampilkan suatu perilaku sesuai dengan tugas yang diberikan dan dinilai dengan menggunakan marking scheme.

0 comments:

Post a Comment