MAKALAH
PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
MODUL 7
PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA DAN TUNALARAS
Kegiatan Belajar 1
Definisi, Penyebab, Klasifikasi, Dan Dampak Tunadaksa
A. Pengertian dan Definisi Anak Tunadaksa
Tunadaksa
(cacat tubuh) yaitu berbagai kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan kelainan
fungsi dari tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Anak
tunadaksa juga dapat didefinisikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada
sistem otot, tulang, persendian, dan saraf yang disebabkan oleh penyakit,
virus, dan kecelakaan. Gangguan itu menyebabkan gangguan koordinasi,
komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan pribadi. Cacat
tubuh merupakan bagian dari tuna daksa.
B.
Penyebab ketunadaksaan
Penyebab ketunadaksaan dapat
dikelompokkan menurut saat terjadinya :
a.
Sebab-sebab
sebelum kelahiran (fase prenatal)
b.
Sebab-sebab
pada saat kelahiran (fase natal)
c.
Sebab-sebab
setealah proses kelahiran (fase postnatal)
C. Klasifikasi Anak Tunadaksa
Penggolongan anak tunadaksa
bermacam-macam. Salah satu diantaranya dilihat dari system kelainannya yang
terdiri dari : (1) Kelainan pada system cerebral (cerebral system), dan
(2) kelainan pada system otot dan rangka (musculus skeletal system).
Golongan anak tunadaksa berikut ini tidak mustahil akan belajar Bersama dengan
anak normal dan banyak ditemukan pada kelas-kelas biasa. Penggolongan anak
tunadaksa dalam kelompok kelainan system otot dan rangka tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Poliomyelitis
Merupakan
suatu infeksi pada
sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan
kelumpuhan dan sifatnya menetap. Dilihat dari sel motorik yang rusak,
kelumpuhan anak polio dapat dibedakan menjadi :
a.
Tipe spinal, yaitu kelumpuhan atau
kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki;
b.
Tipe bulbaris, yaitu kelumpuhan fungsi
motoric pada satu atau lebih saraf tepi dengan ditandai adanya gangguan
pernapasan, dan
c.
Tipe bulbospinalis, yaitu gabungan antara
tipe spinal dan bulbaris;
d.
Enchepalitis yang biasanya disertai
dengan demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.
Akibat penyakit poliomyelitis adalah otot menjadi kecil
(atropi) karena kerusakan sel saraf, adanya kekakuan sendi (kontraktur), pemendekan anggota
gerak, tulang belakang melengkung ke salah satu sisi, seperti huruf S (Scoliosis), kelainan telapak kaki
yang membengkok ke luar atau ke dalam, dislokasi (sendi yang keluar dari
dudukannya), lutut melenting ke belakang (genu recorvatum)
2. Muscle Dystrophy
Jenis penyakit yang
mengakibatkan otot tidak berkembang karena mengalami kelumpuhan yang sifatnya
progresif dan simetris. Penyakit ini ada hubungannya dengan keturunan.
3. Spina Bifida
Merupakan jenis
kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya satu atau tiga
ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya kembali sela proses perkembangan.
Akibatnya fungsi jaringan saraf terganggu dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, hydrocephalus,
yaitu pembesaran pada kepala karena produksi cairan yang berlebihan. Biasanya
kasus ini disertai dengan ketunagrahitaan (Black, 1975)
D.
Dampak Tunadaksa
1.
Dampak
Aspek Akademik
Tingkat
kecerdasan pada anak tunadaksa dengan kelainan otot dan rangka adalah normal.
Tingkat
kecerdasan pada anak tunadaksa dengan kelainan pada sistem celebral, tingkat
kecerdasannya berentang dari sangat rendah sampai sangat tinggi.
Selain
tingkat kecerdasan yang bervariasi anak Celebral
Palsy mengalami kelainan persepsi, kognisi, dan simbolisasi.
2.
Dampak
Sosial/Emosional
Konsep
diri anak tunadaksa yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban
orang lain menjadikan mereka malas belajar, bemain, dan berperilaku salah.
3.
Dampak
Fisik/Kesehatan
Selain
mengalami cacat tubuh anak tunadaksa juga mengalami gangguan lain, seperti
sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara.
Kegiatan Belajar 2
Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunadaksa
A.
Kebutuhan
Khusus Anak Tunadaksa
Kelainan fisik dan gangguan kesehatan begitu luas, sehingga mereka
membutuhkan hal-hal sebagai berikut.
1.
Kebutuhan akan keleluasaan gerak dan
memosisikan diri
2.
Kebutuhan komunikasi
3.
Kebutuhan ketrampilan memelihara diri
4.
Kebutuhan Psikososial
B.
Profil Pendidikan Anak Tunadaksa
1.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan
pendidikan anak tunadaksa mengacu Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1991 agar
peserta didik mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam
sekitar, serta dapat mengemabngkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti
pendidikan lanjutan.. Connor (1975) dalam Musyafak Asyari (1995) mengemukakan
bahwa dalam pendidikan anak tunadaksa perlu dikembangkan tujuh aspek yang
diadaptasikan sebagai berikut.
a. Pengembangan
intelektual dan akademik
b. Membantu perkembangan
fisik
c. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan
diri anak
d.
Mematangkan
aspek sosial
e.
Meningkatkan
ekspresi diri
f.
Mempersiapkan
masa depan anak
2.
Sistem Pendidikan
Sesuai dengan pengorganisasian tempat
pendidikan maka sistem pendidikan anak tunadaksa dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a.
Pendidikan
Integrasi (terpadu)
b.
Pendidikan
segregasi (terpisah)
c.
Sistem Inklusif
3.
Pelaksanaan pembelajaran
Dalam
pelaksanaan pembelajaran akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan
keterlaksanaannya, seperti berikut.
a. Perencanaan kegiatan belajar-mengajar
b. Prinsip pembelajaran
4.
Penataan Lingkungan belajar dan Sarana khusus
Beberapa
kondisi khusus mengenai gedung sekolah adalah sebagai berikut.
a.
Macam-macam
ruangan khusus
b.
Jalan masuk menuju sekolah sebaiknya dibaut
keras dan rata yang memungkinkan anak tunadaksa yang memakai alat bantu dapat
bergerak dengan aman.
c.
Tangga sebaiknya disediakan jalur lantai yang
dibuat miring dan landau
d.
Lantai bangunan baik didalam dan diluar gedung
sebaiknya dibuat dari bahan yang tidak licin
e.
Pintu-pintu
ruangan sebaiknya lebih lebar dari pintu biasa
f.
Untuk menghubungkan kelas sebaiknya disediakan
lorong yang lebar dan ada pegangan ditembok
g. Pada beberapa dinding lorong dapat dipasang
cermin besar
h. Kamar mandi sebaiknya dekat dengan kelas
i. Dipasang WC duduk agar anak tidal perlu berongkok
j.
Kelas sebaiknya dilengkapi
dengan meja dan kursi yang konstruksinya disesuaikan dengan kondisi kecacatan
anak.
5.
Personel
Personel yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan
Pendidikan anak tunadaksa adalah sebagai berikut :
a. Guru yang berlatar belakang Pendidikan luar biasa, khusunya
pendidikan anak tunadaksa
b. Guru yang memiliki keahlian khusus
c.
Guru sekolah biasa
d. Dokter umum
e.
Dokter ahli ortopedi
f.
Neurolog
g. Ahli terapi lainnya
6.
Evaluasi
Evaluasi belajar dilakukan sesuai dengan berat dan
ringannya kelainan.
Kegiatan Belajar 3
Definisi, Klasifikasi, Penyebab, dan Dampak Ketunalarasan
A. Pengertian dan Definisi Anak Tunalaras
Istilah tunalaras berasal dari kata “tuna” yang
berarti kurang dan “laras” berarti sesuai. Jadi, anak tunalaras berarti anak
yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan. perilakunya sering
bertentangan dengan norma-norma yang terdapat di dalam masyarakat tempat ia
berada. Berbagai definisi yang diadaptasi oleh Lynch dan Lewis (1988) adalah
sebagai berikut,
1.
Public Law 94-242 (Undang-undang tentang PLB di
Amerika Serikat) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan
emosi yaitu kondisi yang menunjukkan salah satu atau lebih gejala- gejala
berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang mempengaruhi
prestasi belajar :
a.
Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan
faktor kecerdasan, pengindraan atau kesehatan
b.
Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan
teman dan guru
c.
Bertingkah
laku yang tidak pantas pada keadaan normal
d.
Perasaan
tertekan atau tidak bahagia terus-menerus
e.
Cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik
seperti takut pada masalah-masalah sekolah
2.
Kauffman (1977) mengemukakan tunalaras adalah
anak yang secara kronis mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara
yang secara sosial tidak dapat diterima atau secara pribadi tidak menyenangkan
tetapi masih dapat diajar untuk bersikap yang secara sosial dapat diterima dan
secara pribadi menyenangkan.
3.
Schmid dan Mercer (1981) mengemukakan tunalaras
adalah anak yang secara kondisi dan terus menerus menunjukkan penyimpangan
tingkah laku tinhkat berat yang mempengaruhi proses belajar, tetapi tidak
disebabkan oleh kelainan fisik, saraf, atau intelegensia.
4.
Nelson
(1981) mengemukakan, murid dikatakan menyimpang jika :
a.
Menyimpang
dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap tidak normal menurut
usia dan jenis kelaminnya
b.
Penyimpanan terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi
c.
Penyimpanan berlangsung dalam waktu yang relative lama
B. Klasifikasi Anak Tunalaras
Pengklasifikasian anak tunalaras diantaranya
sebagai berikut :
1.
Rosembera
dkk. (19292)
Anak
tunalaras dikelompokkan atas tingkah laku yang berisiko tinggi dan rendah. Yang
berisiko tinggi yaitu hiperaktif, agresif, pembangkang, delinkuensi dan anak
yang menarik diri dari pergaulan sosial. Sedangkan yang berisiko rendah yaitu autisme dan skizofrenia. Secara umum anak tunalaras menunjukkan ciri-ciri yaitu
kekacauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri dari, kurang dewasa, dan
agresif.
2.
Quay
(1979) dalam Samuel A. Kirk and James J. Gallagher (1986)
a.
Anak yang mengalami gangguan perilaku yang
kacau (conduct disorder) mengacu pada
tipe anak yang melawan kekuasaan
b.
Anak yang cemas-menarik diri (anxious-whitedraw) adalah anak yang
pemalu, takut-takut, suka menyendiri, peka, dan penurut.
c.
Dimensi ketidakmatangan (immaturity) mengacu kepada anak yang tidak dapat perhatian, lambat,
tak berminat sekolah, pemalas, suka melamun, dan pendiam
d.
Anak agresi sosialisasi (socialized-aggressive) mempunyai ciri atau masalah perilaku
bersosialisai dengan “geng” tertentu.
C. Penyebab Ketunalarasan
Faktor penyebab ketunalarasan dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1.
Faktor Keturunan
Yaitu
adanya garis keturunan yang menderita depresi dapat menambah kemungkinan bagi
seseorang mempunyai depresi. Tetapi dapat saja tidak terjadi jika individu
tersebut tidak menghadapi peristiwa hidup yang dapat menimbulkan depresi.
2.
Faktor
Kerusakan Fisik
Faktor
sebagai pencetus yang menyebabkan gangguan emosional dalam hal ini adalah :
kelainan saraf, cidera, problem kimiawi tubuh dan metabolisme, genetika.
3.
Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan antara lain : hubungan keluarga yang tidak harmonis, tekanan-tekanan
masyarakat, pengaruh sekolah seperti interaksi guru dan murid atau antara murid
itu sendiri yang tidak baik, pengaruh komunitas anak remaja, dll
4.
Faktor laon yang tidak kalah pentingnya adalah
pengaruh alcohol dan penyalah gunaan obat-obatan.
Dampak Anak
Tunalaras
5.
Dampak Akademik
Akibat
penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk, maka dalam belajarnya memperlihatkan
ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Pencapaian
hasil belajar di bawah rata-rata
b.
Sering
mendapatkan tindakan discipliner
c.
Sering
tidak naik kelas bahkan keluar sekolah
d.
Sering
membolos sekolah
e.
Sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan
alasan sakit, perlu istirahat
f.
Anggota keluarga sering mendapat panggilan dari
petugas kesehatan atau bagian absensi
g.
Orang
yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi
h.
Sering
menjalani masa percobaan dari yang berwewenang
i.
Lebih sering melakukan pelanggaran hukum dan
pelanggaran tanda-tanda lalu lintas
j.
Lebih
sering dikirim ke klinik bimbingan
6.
Dampak Sosial/Emosional
a.
Aspek sosial
1) Perilaku
tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, dan
perilaku melanggar aturan keluarga, sekolah, dan rumah tangga
2) Ditandai
dengan tindakan agresif yaitu tidak mengikuti
aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap membangkang, tidak dapat bekerja sama
3)
Melakukan
kejahatan remaja seperti telah melanggar hukum
b.
Aspek emosional
1)
Menimbulkan
tekanan batin dan rasa cemas
2) Adanya
rasa gelisah, malu, rendah diri, ketakutan, dan sangat sensitif atau perasa
7.
Dampak Fisik/Kesehatan
Ditandai
dengan adanya gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan gerakan. Sering
merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya, mudah mendapat
kecelakaan, merasa cemas terhadap kesehatannya, merasa seolah-olah sakit.
Kelainan fisik lain seperti gagap, buang
air tidak terkendali, sering mengompol, dan jorok. Kelas sebaiknya dilengkapi
dengan meja dan kursi yang konstruksinya disesuaikan dengan kondisi anak.
Kegiatan Belajar 4
Kebutuhan Khusus Dan Profil Pendidikan Anak Tunalaras
A.
Kebutuhan
Khusus Anak Tuna Laras
1.
Kebutuhan
penyesuaian lingkungan belajar
2.
Kebutuhan
untuk mengembangkan kemampuan fisik, bakat, dan intelektualnya
3.
Kebutuhan
penguasaan keterampilan khusus
4.
Kebutuhan akan adanya kesempatan sebaik-baiknya agar
anak dapat menyesuaikan diri
5.
Kebutuhan
rasa aman
6.
Kebutuhan
suasana yang tidak menambah rasa rendah diri dan rasa bersalah.
B. Profil Pendidikan Anak Tunalaras
1.
Tujuan layanan
Mengurangi
atau menghilangkan kondisi yang tidak menguntungkan, yang menimbulkan atau
menambah adanya gangguan perilaku.
Kondisi
yang tidak menguntungkan bagi anak tuna laras
1)
Lingkungan
fisik kurang memenuhi persyaratan
2)
Disiplin
sekolah yang kaku dan tidak konsisten
3)
Guru
yang tidak simpatik sehingga situasi belajar tidak menarik
4)
Kurikulum tidak sesuai kebutuhan anak
5)
Metode dan Teknik belajar yang tidak mengaktifkan anak
Kondisi yang tifak menguntungkan tersebut harus dihindari agar tidak terjadi perkembangan kearah penyimpangan perilaku dan kegagalan
akademiknya
2. Model / Strategi
Pembelajaran
a.
Model
layanan
Kauffman (1985) mengemukakan jenis-jenis model
pendekatan:
1)
Model
biogenetic
Dengan
asumsi bahwa gangguan disebabkan oleh kecacatan genetic atau biokimiawi,
sehingga untuk penyembuhan dengan pengobatan, diet, olahraga, operasi
2)
Model
behavioural (tingkah laku)
Dengan
asumsi bahwa gangguan emosi merupakan indikasi ketidakmampuan menyesuaikan diri
dengan lingkungan sehingga penanganannya pada lingkungan tempat anak belajar
dan tinggal.
3)
Model
psikodinamika
Dengan
asumsi perilaku yang menyimpang karena hambatan yang terjadi dalam proses
perkembangan kepribadian. Penanganannya dengan pengajaran psikoedukasional,
yaitu menggabungkan usaha membantu anak dalam mengekspresikan dan mengendalikan
perasaannya.
4)
Model
ekologis
Menganggap
kehidupan ini terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Gangguan terjadi karena disfungsi antara anak dan perilakunya
sehingga perlu diupayakan interaksi yang baik antara anak dan lingkunganya.
b.
Teknik
Pendekatan
Beberapa teknik pendekatan dalam mengatasi
masalah perilaku:
1.
Perawatan
dengan obat
2.
Modifikasi
perilaku
·
Melalui operant conditioning (mengendalikan
stimulus yang mengikuti respon). Langkah dalam memodifikasi perilaku :
a) Menjelaskan perilaku yang akan diubah
b) Menyediakan bahan yang menuntut anak harus diam
c)
Mengatakan
perilaku yang diterima
·
Melalui Task
Analysis, dilaksanakan dengan cara menata tujuan dan tugas dengan
lengkapdan terperinci sehingga anak dapat melakukannya dalam jangka waktu
tertentu dan memberikan pujian jika berhasil.
3. Strategi Psikodinamika
Tujuan
untuk membantu anak menjadi sadar akan kebutuhannya, keinginan, dan
kekuatannya sendiri.
4.
Strategi Ekologi
Pendukung
teknik, mengasumsikan bahwa dengan diciptakannya lingkungan yang baik, maka
perilaku anak akan baik pula.
3.
Tempat Layanan
a.
Tempat
khusus (SLB-E)
Di
sekolah ini kurikulumnya disesuaikan dengan keadaan anak tunalaras. Anak yang
diterima biasanya yang mengalami gangguan sedang dan berat.
b.
Di
Sekolah Inklusi
Jenis
anak tunalaras yang bisa kita jumpai di sekolah umum yaitu hiperaktif,
distrakbilitas, dan impulsitas.
1)
Hiperaktif
(dimensi anak yang bertingkah laku kacau/ conduct disorder)
Ciri-ciri anak hiperaktif
a)
Gerakannya
terlalu aktif, tidak bertujuan, tidak mau diam sepanjang hari,
b)
Suka
mengacau teman-teman sebayanya
c)
Sulit
memperhatikan dengan baik
Penyebab
hiperaktif : disfungsi otak, kekurangan oksigen, kecelakaan fisik, keracunan
serbuk timah, minuman keras dan obat terlarang ketika hamil, dll.
Teknik
penanganan hiperaktif dengan medikasi (obat-obat perangsang saraf), diet
(berpantang makanan tertentu), modifikasi tingkah laku, lingkungan yang
terstrukur, modelling, biofeedback (memberi informasi kepada anak mengenai kondisi
perilaku dan tubunya).
2)
Distrakbilitas
Merupakan
gangguan dalam perhatian pada stimulus yang relevan secara efisien.
Distrakbilitas dibagi 3 yaitu :
a)
Short attention span dan frequent attention shifts (ketidakmampuan
memusatkan perhatian dalam waktu lama
)
b)
Underselection attention, tidak mampu membedakan stimulus yang relevan
dengan yang tidak relevan
c)
Overselective attention, terlalu selektif dalam memberi perhatian
sehingga hal-hal yang relevan mejadi tertinggal.
Cara memberikan layanan kepada anak distrakbilitas
:
1)
Lingkungan
yang terstruktur dan stimulus yang terkendali
2)
Modifikasi
tingkah laku
3)
Impulsivitas
Seseorang
dikatakan impulsive jika cenderung mengikuti kemauan hatinya dan terbiasa
bereaksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi social maupun tugas- tugas
akademik. Impulsive dapat disebabkan oleh faktor keturunan, cemas, faktor
budaya, disfungsi saraf, perilaku yang dipelajari dari lingkungan.
Metode mengendalikan impulsive:
a) Melatih verbalisasi
b) Modifikasi tingkah laku
c) Mengajarkan seperangkat keterampilan kepada anak
d) Berdiskusi antara guru dan anak
e) Wawancara dengan anak
4. Sarana
Sarana
pendidikan pada dasarnya tidak berbeda dengan sarana pendidikan biasa (sekolah
regular). Ditambah ruangan khusus konsultasi pskikologi, ruang BK, ruang pemeriksaan
kesehatan, ruangan terapi fisik.
5. Personil
Dibutuhkan
beberapa tenaga professional : guru yang berpengalaman dan matang
kepribadiannya, psikolog, konselor, psikiater, neurologi, dan pekerja social.
6. Evaluasi
Evaluasi
yang berkaitan dengan prestasi belajar dan evaluasi kesehatan mentalnya
(diobservsi secara terus menerus).
0 comments:
Post a Comment