KURIKULUM TINGKAT SATUANPENDIDIKAN
MODUL 6
KEGIATAN BELAJAR 1
LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KTSP
A. PENGERTIAN
KTSP
Menurut
Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP) Bab I Pasal 1 Butir 15, KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Berdasarkan aturan
tersebut, dapat dikemukakan bahwa KTSP adalah kurikulum yang disusun dan dilaksanakan
oleh sekolah.
Sebelum
kita membahas tentang karakteristik KTSP yang berlaku di Indonesia, ada baiknya
kita bahas terlebih dahulu pengertian KTSP secara umum. Istilah umum yang di
gunakan untuk menunjukkan kurikulum yang di kembangkan sekolah adalah kurikulum
berbasis sekolah (School Based Curriculum).
ada
awalnya, pengembangan kurikulum berbasis sekolah men perencanaan, perancangan,
pelaksanaan, dan evaluasi program belajar siswa oleh intitusi Pendidikan. Ini
berarti bahwa kurikulum berbasis sekolah adalah program belajar yang
dikembangkan oleh sekolah.
Bolstad
(2004) mengemukakan pengertian pengembangan kurikulum berbasis sekolah yang
digunakan oleh The Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD) sebagai berikut. Pengembangan kurikulum berbasis sekolah mengacu pada
segala proses. berdasarkan pada kegiatan yang diinisiasi oleh sekolah atau
tuntutan sekolah berkenaan kurikulum yang menyebabkan pembagian kekuasaan,
tanggung jawab, dan kontrol antara otoritas pendidikan di tingkat pusat dan
lokal dengan sekolah yang memperoleh otonomi legal dan administratif serta
otoritas profesional yang memungkinkan sekolah mengelola pengembangannya
sendiri.
Dari
pengertian yang dikemukakan OECD tersebut dapat dinyatakan bahwa kurikulum
berbasis sekolah adalah kurikulum yang dikembangkan atas inisiasi sekolah atau
berdasarkan tuntutan sekolah. Hal ini dapat dilakukan karena sekolah memiliki
otonomi dan otoritas profesional untuk mengelola proses pendidikan di
sekolahnya masing-masing. Namun, pihak pusat dan lokal serta sekolah berbagi
kekuasaan, tanggung jawab, dan kontrol dalam pengembangan dan pelaksanaan
kurikulum di sekolah. Berdasarkan ketiga pengertian tersebut dapat dikemukakan
bahwa KTSP adalah kurikulum yang disusun atas inisiasi dan dilaksanakan di
sekolah memungkinkan program yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan siswa serta sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada di
masyarakat.
Dengan
memperhatikan pengertian KTSP tersebut, dapat dikemukakan bahwa setiap sekolah
akan memiliki kurikulum yang berbeda satu sama lain. Tentu hal ini akan
berimplikasi terhadap beragamnya kualitas proses dan al belajar di sekolah.
Untuk meminimalkan perbedaan kualitas proses dan kualitas belajar di sekolah,
BSNP mengemukakan bahwa pengembangan KTSP mengacu pada standar nasional
pendidikan (SNP) sehingga pencapaian pendidikan nasional akan terjamin. SNP
memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap
jenjang dan jalur dikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai
dengan instik dan kekhasan program. SNP tersebut mencakup standar isi,proses,
kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan un,
pengelolaan, pembiayaan, serta penilaian pendidikan. Ini berarti, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum di sekolah hendaknya
kriteria yang tercantum dalam setiap standar yang telah ditetapkan.
Dari
kedelapan standar tersebut, standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan
(SKL) merupakan acuan utama bagi sekolah dalam mengembangkan kurikulum (BSNP,
2006). Standar Isi berkenaan dengan lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk
mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar
Isi mencakup kerangka dasar dan struktur kurikulum, serta standar komnpetentsi
(SK) dan kompetensi dasar (KD) mata pelajaran pada setiap semester dari setiap
jenis dan jenjang Pendidikan. Standar kompetensi lulusan adalah standar tentang
kualifikasi kemampuan kelulusan yang mencakup sikap,pengetahuan, dan
keterampilan.
Dengan
memperhatikan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa p merupakan kurikulum
berbasis konipotensi karena pengembang komponen kurikulum diarahkan pada
penguasaan kompetensi oleh siswa. Kurikulum berbasis kompetensi adalah
kurikulum yang menekankan pada isi kurikulum yang berupa kompetensi atau
kecakapan dan keterampilan kerja dengan ciri utama pencapaian kompetensi
minimal dalam bidang studi tertentu.
Menurut
Sukmadinata (2005), kurikulum berbasis kompeten memiliki ciri-ciri berikut:
1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk
perilaku.
2. Metode merupakan kegiatan
pembelajaran sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang
diberikan.
3 Isi
kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi diramu untak mendukung penguasaan suatu kompetensi
3. Kegiatan evaluasi dilakukan setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, unit
pelajaran atau semester.
Secara lebih rinci, Depdiknas (2002)
mengemukakan karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi sebagai berikut.
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya dari guru, tetapi juga sumber belajar lainnya
yang memenuhi unsur edukatif
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi.
B. LANDASAN ATAU RASIONAL KTSP
Dari
pembahasan pengertian KTSP tersebut dapat dimaknai bahwa pengembangan kurikulum
oleh sekolah memungkinkan sekolah dapat memenuhi kebutuhan dan perkembangan
siswa serta tuntutan dan kebutuhan masyarakat secara lebih baik. Selain itu,
Bolstad (2004) mengemukakan pentingnya sekolah mengembangkan sendiri kurikulum
sebagai berikut. Menurut Bolstad, pengembangan kurikulum berbasis sekolah
menyediakan mekanisme bagi sekolah untuk: (1) memenuhi kebutuhan dan minat
siswa secara lebih baik; (2) mengaitkan belajar di sekolah ke dalam pengetahuan
dan sumber lokal; (3) peka terhadap ide-ide dan teknologi baru dalam
pendidikan: serta (4) mengambil keuntungan dari kesempatan yang disebabkan oleh
struktur kurikulum dan asesmen baru.
Di samping beberapa manfaat yang diperoleh
dari pengembangan kurikulum oleh sekolah, Bolstad (2004) juga mengemukakan dua
alasan pentingnya kurikulum dikembangkan secara desentralisasi (oleh sekolah).
Bolstad mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum berbasis sekolah merupakan
salah satu upaya untuk mengatasi masalah pendidikan, khususnya yang berkaitan
dengan relevansi Pendidikan. Dari pengalaman selama ini, kurikulum yang
dikembangkan secara sentralistik tidak dapat mengimbangi dan mengikuti
perkembangan lingkungan sosial dan pendidikan. Pengembangan kurikulum
sentralistik memiliki asumsi bahwa semua sekolah dan daerah memiliki secara
kebutuhan dan potensi yang sama. Padahal tidaklah demikian adanya. Setiap
sekolah memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda.
Melalui
pengembangan kurikulum secara desentralisasi, kurikulum sekolah akan cukup
luwes untuk merespons kebutuhan belajar masing masing siswa, pemahaman baru
tentang cara yang berbeda orang belajar, kondisi lingkungan ekonomi dan sosial
yang berubah, kebutuhan nasional, serta tuntutan dan harapan daerah. Kurikulum
yang dikembangkan sekolah akan lebih relevan dan bermakna bagi siswa (Elliot,
dalam Bolstad, 2004). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan oleh
sekolah diperlukan agar sekolah dapat memberikan program pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan belajar siswa, serta memenuhi tuntutan
perkembangan daerah dan kebutuhan nasional. Atau dengan kata lain pengembangan
KTSP memungkinkan sekolah untuk responsif terhadap kebutuhan dan minat
pendidikan para siswa dan masyarakat.
Kurikulum Seperti yang sudah disampaikan
sebelumnya bahwa dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia,
pemerintah menerapkan desentralisasi pengelolaan pendidikan. Dengan
desentralisasi pengelolaan pendidikan, sekolah memiliki otonomi untuk mengelola
kegiatannya sendiri. Otonomi berkaitan dengan kemandirian sekolah dalam
mengatur dan mengurus segala sumber daya yang ada untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolahnya. Dengan kemandirian dan otonomi sekolah dapat mengatur
rumah tangganya sendiri untuk mengendalikan dan bertanggung jawab terhadap
lingkungan. Diharapkan melalui pemberian otonomi yang lebih besar kepada
sekolah, sekolah akan lebih mempunyai inisiatif dan kreativitas dalam
meningkatkan mutu sekolah.
Berkaitan
dengan otonomi dan kemandirian, penerapan desentralisasi pengelolaan pendidikan
juga didukung oleh kebijakan pendidikan yang lain, yaitu penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS). Banyak pengertian yang dikemukakan tentang MBS. Mari
kita lihat satu per satu.
Menurut Hadiyanto (2004) MBS merupakan salah satu
model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai poros pengambilan
keputusan. Dalam penerapan MBS sekolah mendapatkan pendelegasian kewenangan,
kepercayaan, dan kemandirian untuk mengelola dan mengembangkan segala sumber
daya pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan serta
mempertanggungjawabkan hasilnya kepada orang tua siswa, pemerintah, dan
masyarakat. Myers & Stonehill (Hadiyanto, 2004) mengemukakan bahwa MBS
merupakan suatu strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan
otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dan ke
masing-masing sekolah. Secara lebih khusus Sagala (2009) mengemukakan lima ciri
dari MBS. Kelima ciri tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kemandirian, artinya sekolah memiliki otonomi untuk mengelola sekolah
secara efektif dan memberikan layanan belajar yang bermutu.
2. Kemitraan, artinya sekolah memanfaatkan potensi yang dimiliki
stakeholders sekolah untuk mencapai kualitas yang diharapkan.
3. Partisipasi, artinya kepemimpinan
sekolah memberikan kesempatan kepada semua sumber daya di sekolah untuk
terlibat aktif dalam peningkatan
kualitas pendidikan.
4. Keterbukaan, artinya terbuka untuk melakukan inovasi ke arah yang lebih
baik dan kompetitif.
5. Akuntabilitas, artinya sekolah tanggap terhadap kebutuhan pengguna jasa
layanan pendidikan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan yang telah
ditetapkan.
Dengan
memperhatikan pengertian dan ciri-ciri MBS tersebut dapat diketahui bahwa
tujuan penerapan MBS adalah mendorong sekolah untuk lebih mandiri atau berdaya
melalui pemberian kewenangan (otonomi) dan fleksibilitas dalam mengelola sumber
daya serta mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Menurut Hadiyanto (2004) dengan MBS sekolah dapat
melaksanakan pendidikan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
siswa serta sesuai dengan tuntutan dan kemampuan masyarakat di mana pengambilan
keputusan dilakukan oleh pihak-pihak yang paling dekat dengan proses
pembelajaran di sekolah (kepala sekolah, guru, dan orang tua siswa).
Melalui kebijakan MBS, sekolah menjadi lebih
mandiri, inovatif, dan kreatif. Hal ini mungkin tercapai karena sekolah yang
menerapkan MBS memiliki kekuasaan dan harus berpartisipasi dalam memperbaiki
kinerja sekolah yang mencakup kepemimpinan sekolah, profesionalisme guru,
layanan belajar siswa yang bermutu, manajemen sekolah yang bermutu, serta
partisipasi orang tua siswa dan masyarakat. Sekolah yang menerapkan MBS
memiliki peluang untuk mengelola sekolah secara lebih efektif serta melakukan
perubahan ke arah yang lebih bermutu dan kompetitif. Sekolah juga menjadi lebih
mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan sesuai kondisi dan tuntutan
lingkungan masyarakat.
Alasan
kedua mengapa kurikulum perlu dikembangkan oleh sekolah berkenaan dengan
profesionalisme guru. Kepemilikan tanggung jawab untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan kurikulum merupakan bag integral dari identitas
profesionalisme guru. Dengan pengembang kurikulum di sekolah guru dapat menjadi
pengembang kurikulum bukan hanya sebagai penyalur untuk menyampaikan kurikulum.
Dengan
terlibat dan berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum di sekolah guru
dapat menunjukkan keprofesionalannya. Reynolds (1989), dalam Module 1:
Curriculum Change and Leadership) mengemukaka bahwa guru yang cerdas bukanlah
teknisi tetapi profesional. Lebih lanj Reynolds mengemukakan ciri-ciri guru
profesional, yaitu guru yang patut da mampu membuat keputusan serta merancang
program pendidik berdasarkan pengetahuan yang prinsip yaitu pengetahuan yang
dapa disesuaikan atau diadaptasi dalam situasi pembelajaran, siswa, dan
pengalaman yang unik yang dihadapi dan dimiliki guru. Selain itu, guru yang
profesional mampu mengadaptasi pengetahuan yang prinsip atau utama ke dalam
pemahaman, pengetahuan diri, nilai-nilai, dan komitmen yang dimilikinya.
Sejalan
dengan pendapat tersebut. PP No. 19/2005 tentang SNP Lebih mengemukakan bahwa
guru SD/MI harus memiliki kualifikasi akademik da kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, s memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. vog dan lanjut dikemukakan bahwa kompetensi yang
harus dimiliki guru SD MI sebagai agen pembelajaran adalah kompetensi
pedagogik, kepribadian profesional, dan sosial. Kompetensi pedagogik mengacu
pada kemampuan guru mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa salah
satu kemampuan yang berkenaan dengan kompetensi pedagogik yang harus dikuasai
guru adalah kemampuan merancang dan melaksanakan kurikulum dan pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik dan
sekolah atau daerah. Tanpa ada kesempatan untuk terlibat dan berperan aktif
dalam pengembangan kurikulum di sekolah,
kompetensi
pedagogik tersebut tidak mungkin berkembang dan meningkat. Mengingat pentingnya
kemampuan guru dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajaran, salah satu
kompetensi yang diharapkan dimiliki guru SD/MI setelah menyelesaikan pendidikan
pada Program S-1 PGSD adalah kemampuan mengembangkan kurikulum dan pembelajaran
secara kreatif dan inovatif.
C.
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KTSP
Sebelum kita membahas tentang
prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut BSNP, berikut ini kita akan bahas
sekilas tentang prinsip-prinsip umum pengembangan kurikulum. Menurut
Sukmadinata (2005) ada lima prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum. Kelima rinsip tersebut adalah relevansi, fleksibilitas, kontinuitas,
praktis, dan prinsip efektivitas.
1. Prinsip
relevansi menuntut kurikulum memiliki kesesuaian dengan tuntutan, kebutuhan,
dan perkembangan masyarakat. Selain itu, prinsip relevansi ini menuntut adanya
konsistensi atau kesesuaian antarkomponen kurikulum, yaitu antara komponen
tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian.
2. Prinsip
fleksibilitas menuntut kurikulum memiliki sifat lentur atau fleksibel. Meskipun
kurikulum harus berisi hal-hal yang solid tetapi dalam penyampaian dimungkinkan
untuk melakukan penyesuaian berdasarkan kondisi lapangan.
3. Prinsip
kontinuitas menuntut kurikulum menyediakan pengalaman belajar yang
berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan tingkat kelas lainnya, antara
satu jenjang pendidikan dengan jenjang Pendidikan dengan pekerjaan.
4. Prinsip
praktis menuntut kurikulum untuk mudah dilaksanakan dengan sumber daya yang
tersedia.
5. Prinsip efektivitas berkaitan dengan
keberhasilan implementasi kurikulum dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Kelima
prinsip tersebut juga menjadi prinsip yang perlu diperhatika dalam pengembangan
KTSP. Menurut UU No. 20/2003 tentang Siste Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat
(3), kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (1) peningkatan iman dan
takwa; (2) peningkatan akhlak mulia; (3) peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik (4) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (5) tuntutan
pembanguna daerah dan nasional; (6) tuntutan dunia kerja; (7) perkembangan ilm
pengetahuan, teknologi, dan seni: (8) agama; (9) dinamika perkembangan global;
serta (10) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Dengan memperhatikan
aturan tersebut, BSNP mengemukakan tujuh prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan KTSP. Ketujuh prinsip tersebut adalah: (1) berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta dan lingkungannya; (2) beragam
dan terpadu; (3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni; (4) relevan dengan kebutuhan kehidupan: (5) menyeluruh dan berkesinam
bungan:; (6) belajar sepanjang hayat; serta (7) seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah.
KEGIATAN BELAJAR 2
PROSES PENGEMBANGAN KTSP
A. DASAR PENGEMBANGAN KTSP
Berdasarkan
Panduan Umum pengembangan KTSP yang disusun oleh BSNP, KTSP pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah harus mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL). Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Sementara itu, Sl ditetapkan dalam Kepmendiknas No. 22/2006 dan SKL
ditetapkan dalam Kepmendiknas No. 23/2006. Dengan demikian, yang menjadi dasar
pengembangan KTSP adalah UU No. 20/2003, PP No. 19/2005, serta Kepmendiknas No.
22 dan No. 23 Tahun 2006.
B. PROSEDUR PENGEMBANGAN KTSP
Secara
garis besar pengembangan KTSP sama dengan pengembangan jenis kurikulum lainnya.
Kegiatan yang dilakukan dalam pengembangan kurikulum adalah (1) penyiapan dan
penyusunan, (2) reviu dan revisi, (3) finalisasi, serta (4) pemantapan dan
penilaian. Menurut BSNP, KTSP terdiri atas komponen (1) Tujuan Pendidikan
Tingkat Satuan Pendidikan, (2) Struktur dan Muatan Kurikulum, (3) Kalender
Pendidikan, dan (4) Silabus. Dengan demikian, dokumen yang harus dihasilkan
dari pengembangan KTSP adalah dokumen Kurikulum Sekolah yang terdiri atas tiga
komponen yaitu Landasan Pengembangan Kurikulum, Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum, serta Silabus.
1.
Landasan Pengembangan Kurikulum, yang mencakup landasan kebijakan,
prinsip-prinsip pengembangan, serta visi, misi, dan tujua Pada komponen ini
yang harus dikembangkan satuan pendidikan adalah visi dan misi sekolah.
Landasan kebijakan dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP serta tujuan
pendidikan sudah disediakan oleh BSNP. Dari uraian sebelumnya juga Anda sudah
mempelajari landasan atau dasar dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP.
Sementara itu, tujuan pendidikan dasar juga sudah tercantum dalam panduan yang
ditetapkan BSNP, yaitu meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
2.
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, yang mencakup kerangka dasar (kelompok
mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar), struktur kurikulum, muatan lokal, pengembangan diri,
dan beban belajar. Pada komponen ini yang harus dikembangkan satuan pendidikan
adalah muatan lokal dan pengembangan diri.
3.
Silabus, yaitu rencana pembelajaran dari suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema
tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok,
indikator, pengalaman belajar, alokasi waktu, penilaian, dan sumber belajar.
Dari komponen silabus ini, hanya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
sudah tersedia. Aspek lainnya harus dikembangkan satuan pendidikan.
Sesuai
dengan komponen-komponen dokumen yang harus dihasilkan dari pengembangan KTSP,
berikut ini langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengembangan KTSP.
1. Analisis Konteks
Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi
kebutuhan dan perkembangan peserta didik serta kebutuhan dan potensi sumber
daya yang ada. Kegiatan yang dilakukan pada langkah ini mencakup berikut ini.
a.
Menganalisis kondisi sekolah, yang meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga
kependidikan yang tersedia, sarana dan prasarana yang dimiliki,serta dukungan
biaya dan program-program yang ada.
b. Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di
masyarakat dan lingkungan sekitar, seperti komite sekolah, dewan pendidikan,
dinas pendidikan, Unit Pelaksana Tingkat Daerah (UPTD - Dinas Kecamatan),
asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, serta sumber daya alam dan
sosial budaya.
2. Menelaah Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi
langkah awal yang dilakukan dalam
pengembangan kurikulum adalah menetapkan seperangkat kompetensi yang
menggambarkan kemampuan lulusan yang diharapkan. Kompetensi tersebut dirumuskan
berdasarkan hasil analisis konteks dan analisis kebutuhan.
Sehubungan dengan sudah ditetapkannya Standar
Kompetensi Lulusan serta Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap
mata pelajaran yang tercantum dalam Standar Isi maka kita tidak dituntut untuk
merumuskan kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti
pendidikan di sekolah. Hal yang perlu kita lakukan adalah menelaah Standar
Kompetensi Lulusan serta Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar karena rumusan
kompetensi tersebut yang menjadi arah dalam pengembangan komponen komponen
kurikulum lainnya.
3. Mengembangkan Kompetensi untuk program muatan local dan pengembangan diri
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler
untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi
daerah. Sekolah dapat mengembangkan sendiri substansi muatan lokal. Substansi
muatan lokal tidak hanya terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Sekolah
dapat mengembangkan aspek lainnya, seperti budaya daerah, teknologi informasi,
sesuai dengan kebutuhan dan/atau keunggulan daerah. Substansi muatan lokal
dapat merupakan bagian dari mata pelajaran lain atau sebagai mata pelajaran
muatan lokal sendiri. Sekolah dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan
lokal setiap semester. Ini berarti bahwa sekolah dapat menyelenggarakan dua
mata pelajaran muatan lokal.
Kegiatan pengembangan diri adalah kegiatan
yang diselenggarakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat serta sesuai
dengan kondisi sekolah. Kegiatan yang dapat diselenggarakan sekolah dalam
rangka pengembangan diri siswa, di antaranya adalah pelayanan konseling yang
berkenaan dengan masalah pribadi, kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan
karier siswa serta kegiatan kepramukaan, kepemimpinan, kelompok ilmiah,
olahraga, atau kesenian.
4. Memilih serta mengorganisasikan pengalaman belajar dan materi
pada langkah ini, yaitu memilih pengalaman belajar dan materi serta
mengorganisasikannya sehingga dapat dengan mudah diikuti dan dikuasai siswa.
Pengalaman belajar dan materi merupakan isi kurikulum yang harus disediakan
untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Sekolah perlu mengidentifikasi
berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan siswa menguasai SKL, SK, dan KD.
5. Menetapkan Pendekatan dan Prosedur Asesmen
Asesmen dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan oleh siswa. Pada
langkah ini akan dihasilkan berbagai pendekatan dan prosedur asesmen yang akan
digunakan untuk mengetahui ketercapaian kompetensi oleh siswa. Pendekatan dan
prosedur asesmen yang ditetapkan harus sesuai dengan hakikat kompetensi yang
akan diukur. Dengan demikian, jenis asesmen yang digunakan akan bermacam-macam.
Penguasaan pengetahuan dapat diukur dengan berbagai jenis dan bentuk tes.
Portofolio dapat digunakan untuk tujuan tertentu. Penguasaan keterampilan dapat
diukur dengan tes unjuk kerja atau penilaian produk. Sementara itu, pembentukan
sikap dan nilai diukur melalui pengamatan dalam konteks yang otentik.
C.PENGEMBANGAN SILABUS
Menurut
BSNP (2006) silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok
mata pelajaran/tema tertentu. Komponen sibalus terdiri dari Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar, Materi Pokok/Pembelajaran, Kegitan Pembelajaran, Indikator,
Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber/Bahan/Alat Belajar.
Silabus
bisa dikembangkan secara individual atau berkelompok. Menurut BSNP (2006) ada
delapan prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan silabus
1. Ilmiah
- Prinsip ilmiah menuntut keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan
silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Hal ini
berarti bahwa pokok - pokok materi yang dipilih harus valid dan benar sesuai
dengan perkembangan keilmuan dalam bidangnya
2. Relevan
- Prinsip relevan menuntut kecakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan
penyajian materi dalam silabus sesuai dengan karekteristik siswa
3.
Sistematis - Prinsip sistematis menuntut komponen - komponen silabus saling
berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. Hal ini berarti bahwa
pokok-pokok materi, kegiatan pembelajaran dan sumber belajar yang dipilih
hendaknya memungkinkan siswa untuk menguasai SK dan KD yang telah ditetapkan.
4.
Konsisten - Prinsip konsisten menuntut adanya hubungan yang konsisten antara
kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, alokasi waktu
dan sistem penilaian
5. Memadai
- Prinsip memadai menuntut cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar,
sumber belajar dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi
dasar
6. Aktual
dan kontekstual - Prinsip aktual dan kontekstual menuntut cakupan indikator,
materi poko, pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian
memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi dan seni mutakhir dalam kehidupan
nyata dan peristiwa yang terjadi
7.
Fleksibel - Prinsip fleksibel menuntut silabus memiliki sifat luwes atau
lentur. Dalam pelaksanaannya, guru atau sekolah dapat melakukan penyesuaian
berdasarkan kondisi atau situasi yang dihadapi
8.
Menyeluruh - Prinsip menyeluruh menuntut pengembangan komponen-komponen silabus
diarahkan pada penguasaan keseluruhan ranah kompetensi oleh siswa
1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Seperti
yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
sudah ditetapkan dalam Standar Isi, guru tidak perlu mengembangkan lagi kedua
komponen tersebut. Pada langkah ini guru menentukan kompetensi mana yang harus
dikuasai oleh siswa terlebih dahulu.
2. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Setelah
mengkaji kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa, Langkah selanjutnya adalah
mengidentifikasi materi pokok yang harus disediakan untuk membantu siswa
menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, yang perlu menjadi
dasar dalam identifikasi materi pokok adalah rumusan kompetensi yang diharapkan
dikuasai siswa. Materi pokok yang dipilih harus sesuai dengan materi yang
tercantum dalam rumusan kompetensi.
3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
pada bagian Prosedur Pengembangan KTSP,
setiap kompetensi mempersyaratkan pengalaman belajar yang khas. Oleh karena
itu, pengalaman belajar yang dikembangkan hendaknya memadai untuk mencapai
kompetensi yang sudah ditetapkan. Kompetensi yang berkaitan dengan penguasaan
pengetahuan menuntut pengalaman belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan pengkajian. Kompetensi yang berkaitan dengan penguasaan suatu
keterampilan menuntut pengalaman belajar yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berlatih baik dalam situasi nyata maupun tiruan atau simulasi.
Kompetensi yang berkaitan dengan pembentukan sikap dan nilai menuntut
pengalaman belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati
sikap atau nilai yang dipelajari baik dalam situasi nyata maupun buatan atau
simulasi.
4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
indikator merupakan penjabaran dari
rumusan kompetensi da Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa,
mata pelajaran sekolah, dan potensi daerah. Rumusan indikator hendaknya
menggunakan kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Hal
ini perlu menjadi perhatian gr karena rumusan indikator merupakan dasar dalam
menyusun alat evaluasi.
5. Menentukan Jenis Penilaian
Menurut BSNP (2006) penilaian merupakan
serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data
tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan. Dalam kaitannya dengan pengembangan silabus, guru menentukan jenis
penilaian untuk mengetahui ketercapaian kompetensi oleh siswa. Oleh karena itu,
dalam menentukan jenis penilaian guru perlu memperhatikan rumusan kompetensi
dasar dan jabarannya pada rumusan indikator. Penilaian terhadap penguasaan
suatu jenis kompetensi menuntut jenis dan alat penilaian yang berbeda dengan
jenis kompetensi lainnya. Penguasaan kompetensi pada ranah kognitif diukur
melalui penggunaan berbagai jenis dan bentuk tes. Penguasaan kompetensi pada
ranah psikomotorik diukur dengan tes unjuk kerja dan/atau penilaian produk.
Pembentukan sikap dan nilai (ranah afektif) diukur melalui pengamatan dalam
konteks yang otentik.
6. Menentukan Alokasi Waktu
Alokasi waktu yang dicantumkan dalam
silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang
dibutuhkan oleh siswa yang beragam. Pada langkah ini, guru harus menentukan
alokasi waktu yang diperlukan siswa untuk menguasai setiap kompetensi dasar
yang ditetapkan. Dalam menentukan alokasi waktu untuk setiap kompetensi dasar,
guru hendaknya memperhatikan jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata
pelajaran per minggu. Selain itu, guru juga harus mempertimbangkan kompetensi
dasar yang diharapkan dikuasai siswa, baik dari segi jumlah maupun keluasan,
kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar yang
telah ditetapkan.
7. Menentukan Sumber Belajar
Langkah terakhir dalam pengembangan silabus adalah menentukan sumber
belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran. Sumber belajar adalah rujukan,
objek, dan/atau bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, yang berupa
media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan, baik fisik, alam,
sosial maupun budaya.
Dalam menentukan sumber belajar, guru perlu memperhatikan standar
kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi.
D.PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM
PENGEMBANGAN KTSP
1. Kepala Sekolah
Kepala Sekolah adalah ketua tim merangkap anggota penyusun kurikulum
sekolah. Keberhasilan pengembangan kurikulum sangat ditentukan oleh kemampuan
kepala sekolah dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua sumber daya
pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu
faktor yang dapat mendorong sekolah dalam mewujudkan kurikulum melalui
kebijakan kebijakan yang dibuat secara terencana dan bertahap. Kepala sekolah
dituntut untuk mampu memobilisasi sumber daya sekolah dalam mengembangkan dan
melaksanakan kurikulum sekolah (Mulyasa, 2004).
Kepala sekolah merupakan manajer pendidikan di tingkat sekolah dan ujung
tombak utama dalam mengelola pendidikan di tingkat sekolah. Untuk dapat
melaksanakan fungsinya sebagai pengelola pendidikan dalam pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian kurikulum sekolah, Noble (Hadiyanto, 2004) menyatakan
bahwa kepala sekolah hendaknya memiliki kemampuan kepemimpinan (leadership
skills) dalam berbagai pengambilan keputusan, kemampuan yang tinggi dalam
pembelajaran (strong instructional leaders), kemampuan mengorganisasikan
keinginan masyarakat (community organizers), pemikiran yang cerdas/tajam (sharp
managers), kemampuan sebagai fasilitator yang terampil (skillful facilitators),
dan pandangan yang optimis terhadap lingkungan sekolah (optimistic visionaries
of school environment).
2. Guru
Guru merupakan pihak kunci dalam pengembangan kurikulum sekolah. Dalam
pengelolaan kurikulum secara desentralisasi dan sampai batas-batas tertentu
juga yang sentral-desentralisasi, peranan guru dalam pengembangan kurikulum
lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru
turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam
program tahunan/semester (silabus) atau rencana pelak pembelajaran, tetapi juga
di dalam menyusun kurikulum yang menyeng untuk sekolahnya. Guru-guru turut
memberi andil dalam merumuskan komponen dan unsur dari kurikulum. Guru bukan
hanya berperan se pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, dan
pengembang. pelaksana dan evaluator kurikulum (Sukmadinata, 2005).
3. Komite Sekolah
Komite sekolah dibentuk dan berperan
dalam peningkatan ma pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan
dukungan tenag sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat
atas pendidikan (UU No. 20/2005 tentang Sisdiknas Pasal 56 Ayat 3). K sekolah
sebagai bentuk lembaga perwakilan dari orang tua siswa, kom sekolah, dan tokoh
masyarakat yang peduli pendidikan diharapkan sus membantu sekolah untuk
memenuhi kebutuhan sekolah dalam memberika layanan pendidikan yang unggul.
4. Nara Sumber
Sekolah membutuhkan sumber daya yang
memadai untuk dapat melaksanakan kebijakan KTSP. Sementara itu, tidak semua
sekolah memiliki sumber daya yang sama dalam melaksanakan kebijakan KTSP,
Keragaman kompetensi sumber daya yang dimiliki sekolah menyebabkan kualitas
kurikulum yang dikembangkan dan dilaksanakan juga beragam. Untuk itu,
diperlukan pembinaan dari nara sumber dalam hal ini pakar pendidikan sehingga
sekolah dapat melaksanakan kebijakan KTSP.
Menurut Sarason (Ornstein & Hunkins,
1998) ada dua jenis pemahaman yang sangat penting dan merupakan kunci
keberhasilan dalam melaksanakan suatu kegiatan baru. Pertama, pemahaman
terhadap informasi yang bersifat teoretis tentang perubahan organisasi dan
program baru serta kesesuaiannya dengan konteks yang dihadapi. Kedua, pemahaman
terhadap perubahan dalam konteks sosial-institusional, yang akan memengaruhi
peran masing-masing pihak yang terlibat dalam pelaksanaan suatu program.
5. Dinas Pendidikan
Menurut BSNP, Dinas Pendidikan
kebupaten/kota memiliki tugas melakukan supervise terhadap pengembangan
kurikulum di tingkat SD.Di samping itu, dinas juga berfungsi melakukan
pemantauan dan evaluasi baik selama proses pengembangan kurikulum maupun
pelaksanaan kurikulum yang dikembangkan.
Kualitas pengembangan kurikulum di
sekolah dipengaruhi oleh kualitas kinerja sekolah dan guru-guru. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan kemampuan profesional kepala sekolah dan guru, dinas
pendidikan perlu secara terus-menerus memberikan perhatian dan bantuan
profesional. Perhatian dan bantuan profesional tersebut dikenal dengan istilah
supervisi.
Supervisi merupakan bantuan dan bimbingan
profesional bagi kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan tugasnya. Dalam
kaitannya dengan pengembangan KTSP, supervisi yang diberikan dinas pendidikan
kabupaten/ kota adalah berupa bantuan dan bimbingan profesional kepada semua
pihak yang terlibat dalam pengembangan KTSP di masing-masing sekolah.
Fungsi supervisi dinas pendidikan
kabupaten/kota dilaksanakan oleh pengawas/penilik sekolah. Seperti yang
dinyatakan dalam PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 57
bahwa supervisi dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh
pengawas/penilik sekolah dan kepala sekolah. Berhubung kepala sekolah merupakan
tim penyusun kurikulum sekolah maka supervisi pengembangan KTSP di tingkat SD
dilakukan oleh pengawas/penilik sekolah.
Supervisi yang dilakukan pengawas/penilik
sekolah tersebut mencakup supervisi manajerial dan supervisi akademik.
Supervisi manajerial berkaitan dengan aspek pengelolaan dan administrasi
sekolah. Sementara itu, supervisi akademik berkenaan dengan aspek pelaksanaan
proses pembelajaran. Dalam kaitannya dengan pengembangan KTSP, aspek yang
disupervisi mencakup pengelolaan pengembangan KTSP (manajerial) dan substansi
pengembangan KTSP itu sendiri (akademik). Untuk dapat memberikan bantuan dan
bimbingan dalam pengembangan KTSP, kegiatan awal yang dapat dilakukan di
antaranya adalah mengidentifikasi dan menganalisis pengembangan kurikulum yang
dilaksanakan di sekolah untuk mengetahui ada tidaknya masalah yang dihadapi
kepala sekolah dan guru-guru serta pihak lain yang berkepentingan. Selanjutnya,
pengawas/penilik sekolah bersama-sama semua pihak yang terlibat dalam
pengembangan kurikulum membahas solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Pengawas atau penilik sekolah juga dapat memfasilitasi sekolah dalam mencari
sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
6. Pihak yang berkepentingan dengan sekolah (Stakeholders)
Banyak pihak yang berkepentingan dengan
sekolah, seperti dunia usaha, berbagai lembaga sosial, dan lembaga
pemerintahan. Dunia usaha atau dunia kerja mengharapkan sekolah dapat
menghasilkan lulusan yang siap kerja Lembaga sosial-budaya dan lembaga
pemerintahan menaruh perhatian pada pengembangan potensi dan pelestarian sumber
daya alam serta Dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum sekolah, dunia
usaha di daerah. serta lembaga sosial dan pemerintahan dapat memberikan masukan
terhadap sosial-budaya kurikulum sekolah. Dunia usaha atau dunia kerja dapat
memberikan masukan tentang berbagai jenis keterampilan dan sikap yang
diperlukan dalam suatu pekerjaan serta produk kerajinan yang menjadi kebutuhan
masyarakat. Lembaga sosial-budaya dapat memberikan masukan tentang berbagai
potensi budaya yang perlu dikembangkan dan dilestarikan melalui program
pendidikan di sekolah. Lembaga pemerintahan dapat menyediakan berbagai
informasi tentang sumber daya alam dan sosial-budaya serta berbagai kebutuhan
daerah dan nasional yang dapat dijadikan bagian dari materi kurikulum dan
sumber belajar.
Semua masukan yang disampaikan
stakeholders selain dapat menjadi bahan untuk dipertimbangkan sebagai substansi
muatan wajib kurikulum juga dapat menjadi pilihan untuk program muatan lokal
dan kegiatan pengembangan diri. Di samping memberikan masukan ide atau gagasan
tentang program-program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
keterlibatan stakeholders dapat dimanfaatkan sekolah untuk membantu menyediakan
sumber daya yang diperlukan bagi keterlaksanaan program sekolah. Hal ini sesuai
dengan peranserta masyarakat dalam pendidikan menurut UU No. 20/2003 tentang
Sisdiknas Pasal 54 Ayat (2) bahwa masyarakat dapat berperanserta sebagai
sumber, pelaksana, dan pengguna lulusan.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Herry, Budi Susilana, Siti Julaeha. (2021). Pengembangan Kurikulum
dan Pembelajaran di SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
0 comments:
Post a Comment