Saturday 11 June 2022

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

0 comments

 

KURIKULUM TINGKAT SATUANPENDIDIKAN

MODUL 6

KEGIATAN BELAJAR 1

LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KTSP

A.  PENGERTIAN KTSP

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Bab I Pasal 1 Butir 15, KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Berdasarkan aturan tersebut, dapat dikemukakan bahwa KTSP adalah kurikulum yang disusun dan dilaksanakan oleh sekolah.

Sebelum kita membahas tentang karakteristik KTSP yang berlaku di Indonesia, ada baiknya kita bahas terlebih dahulu pengertian KTSP secara umum. Istilah umum yang di gunakan untuk menunjukkan kurikulum yang di kembangkan sekolah adalah kurikulum berbasis sekolah (School Based Curriculum).

ada awalnya, pengembangan kurikulum berbasis sekolah men perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi program belajar siswa oleh intitusi Pendidikan. Ini berarti bahwa kurikulum berbasis sekolah adalah program belajar yang dikembangkan oleh sekolah.

Bolstad (2004) mengemukakan pengertian pengembangan kurikulum berbasis sekolah yang digunakan oleh The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) sebagai berikut. Pengembangan kurikulum berbasis sekolah mengacu pada segala proses. berdasarkan pada kegiatan yang diinisiasi oleh sekolah atau tuntutan sekolah berkenaan kurikulum yang menyebabkan pembagian kekuasaan, tanggung jawab, dan kontrol antara otoritas pendidikan di tingkat pusat dan lokal dengan sekolah yang memperoleh otonomi legal dan administratif serta otoritas profesional yang memungkinkan sekolah mengelola pengembangannya sendiri.

Dari pengertian yang dikemukakan OECD tersebut dapat dinyatakan bahwa kurikulum berbasis sekolah adalah kurikulum yang dikembangkan atas inisiasi sekolah atau berdasarkan tuntutan sekolah. Hal ini dapat dilakukan karena sekolah memiliki otonomi dan otoritas profesional untuk mengelola proses pendidikan di sekolahnya masing-masing. Namun, pihak pusat dan lokal serta sekolah berbagi kekuasaan, tanggung jawab, dan kontrol dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum di sekolah. Berdasarkan ketiga pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa KTSP adalah kurikulum yang disusun atas inisiasi dan dilaksanakan di sekolah memungkinkan program yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa serta sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada di masyarakat.

Dengan memperhatikan pengertian KTSP tersebut, dapat dikemukakan bahwa setiap sekolah akan memiliki kurikulum yang berbeda satu sama lain. Tentu hal ini akan berimplikasi terhadap beragamnya kualitas proses dan al belajar di sekolah. Untuk meminimalkan perbedaan kualitas proses dan kualitas belajar di sekolah, BSNP mengemukakan bahwa pengembangan KTSP mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP) sehingga pencapaian pendidikan nasional akan terjamin. SNP memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur dikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan instik dan kekhasan program. SNP tersebut mencakup standar isi,proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan un, pengelolaan, pembiayaan, serta penilaian pendidikan. Ini berarti, pengembangan  dan pelaksanaan kurikulum di sekolah hendaknya kriteria yang tercantum dalam setiap standar yang telah ditetapkan.

Dari kedelapan standar tersebut, standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi sekolah dalam mengembangkan kurikulum (BSNP, 2006). Standar Isi berkenaan dengan lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar Isi mencakup kerangka dasar dan struktur kurikulum, serta standar komnpetentsi (SK) dan kompetensi dasar (KD) mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang Pendidikan. Standar kompetensi lulusan adalah standar tentang kualifikasi kemampuan kelulusan yang mencakup sikap,pengetahuan, dan keterampilan.

Dengan memperhatikan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa p merupakan kurikulum berbasis konipotensi karena pengembang komponen kurikulum diarahkan pada penguasaan kompetensi oleh siswa. Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang menekankan pada isi kurikulum yang berupa kompetensi atau kecakapan dan keterampilan kerja dengan ciri utama pencapaian kompetensi minimal dalam bidang studi tertentu.

Menurut Sukmadinata (2005), kurikulum berbasis kompeten memiliki ciri-ciri berikut:

1.      Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.

2.       Metode merupakan kegiatan pembelajaran sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan.

3 Isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi diramu untak mendukung    penguasaan suatu kompetensi

3.      Kegiatan evaluasi dilakukan setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, unit pelajaran atau semester.

 

Secara lebih rinci, Depdiknas (2002) mengemukakan karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi sebagai berikut.

1.      Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

2.      Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

3.      Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

4.      Sumber belajar bukan hanya dari guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif

5.      Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

 

B. LANDASAN ATAU RASIONAL KTSP

              Dari pembahasan pengertian KTSP tersebut dapat dimaknai bahwa pengembangan kurikulum oleh sekolah memungkinkan sekolah dapat memenuhi kebutuhan dan perkembangan siswa serta tuntutan dan kebutuhan masyarakat secara lebih baik. Selain itu, Bolstad (2004) mengemukakan pentingnya sekolah mengembangkan sendiri kurikulum sebagai berikut. Menurut Bolstad, pengembangan kurikulum berbasis sekolah menyediakan mekanisme bagi sekolah untuk: (1) memenuhi kebutuhan dan minat siswa secara lebih baik; (2) mengaitkan belajar di sekolah ke dalam pengetahuan dan sumber lokal; (3) peka terhadap ide-ide dan teknologi baru dalam pendidikan: serta (4) mengambil keuntungan dari kesempatan yang disebabkan oleh struktur kurikulum dan asesmen baru.

 

Di samping beberapa manfaat yang diperoleh dari pengembangan kurikulum oleh sekolah, Bolstad (2004) juga mengemukakan dua alasan pentingnya kurikulum dikembangkan secara desentralisasi (oleh sekolah). Bolstad mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum berbasis sekolah merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan relevansi Pendidikan. Dari pengalaman selama ini, kurikulum yang dikembangkan secara sentralistik tidak dapat mengimbangi dan mengikuti perkembangan lingkungan sosial dan pendidikan. Pengembangan kurikulum sentralistik memiliki asumsi bahwa semua sekolah dan daerah memiliki secara kebutuhan dan potensi yang sama. Padahal tidaklah demikian adanya. Setiap sekolah memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda.

            Melalui pengembangan kurikulum secara desentralisasi, kurikulum sekolah akan cukup luwes untuk merespons kebutuhan belajar masing masing siswa, pemahaman baru tentang cara yang berbeda orang belajar, kondisi lingkungan ekonomi dan sosial yang berubah, kebutuhan nasional, serta tuntutan dan harapan daerah. Kurikulum yang dikembangkan sekolah akan lebih relevan dan bermakna bagi siswa (Elliot, dalam Bolstad, 2004). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan oleh sekolah diperlukan agar sekolah dapat memberikan program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan belajar siswa, serta memenuhi tuntutan perkembangan daerah dan kebutuhan nasional. Atau dengan kata lain pengembangan KTSP memungkinkan sekolah untuk responsif terhadap kebutuhan dan minat pendidikan para siswa dan masyarakat.

 Kurikulum Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah menerapkan desentralisasi pengelolaan pendidikan. Dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan, sekolah memiliki otonomi untuk mengelola kegiatannya sendiri. Otonomi berkaitan dengan kemandirian sekolah dalam mengatur dan mengurus segala sumber daya yang ada untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolahnya. Dengan kemandirian dan otonomi sekolah dapat mengatur rumah tangganya sendiri untuk mengendalikan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Diharapkan melalui pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, sekolah akan lebih mempunyai inisiatif dan kreativitas dalam meningkatkan mutu sekolah.

              Berkaitan dengan otonomi dan kemandirian, penerapan desentralisasi pengelolaan pendidikan juga didukung oleh kebijakan pendidikan yang lain, yaitu penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Banyak pengertian yang dikemukakan tentang MBS. Mari kita lihat satu per satu.

 

Menurut Hadiyanto (2004) MBS merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai poros pengambilan keputusan. Dalam penerapan MBS sekolah mendapatkan pendelegasian kewenangan, kepercayaan, dan kemandirian untuk mengelola dan mengembangkan segala sumber daya pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan serta mempertanggungjawabkan hasilnya kepada orang tua siswa, pemerintah, dan masyarakat. Myers & Stonehill (Hadiyanto, 2004) mengemukakan bahwa MBS merupakan suatu strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dan ke masing-masing sekolah. Secara lebih khusus Sagala (2009) mengemukakan lima ciri dari MBS. Kelima ciri tersebut adalah sebagai berikut.

 

1.      Kemandirian, artinya sekolah memiliki otonomi untuk mengelola sekolah secara efektif dan memberikan layanan belajar yang bermutu.

2.      Kemitraan, artinya sekolah memanfaatkan potensi yang dimiliki stakeholders sekolah untuk mencapai kualitas yang diharapkan.

3.       Partisipasi, artinya kepemimpinan sekolah memberikan kesempatan kepada semua sumber daya di sekolah untuk terlibat aktif dalam  peningkatan kualitas pendidikan.

4.      Keterbukaan, artinya terbuka untuk melakukan inovasi ke arah yang lebih baik dan kompetitif.

5.      Akuntabilitas, artinya sekolah tanggap terhadap kebutuhan pengguna jasa layanan pendidikan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan yang telah ditetapkan.

Dengan memperhatikan pengertian dan ciri-ciri MBS tersebut dapat diketahui bahwa tujuan penerapan MBS adalah mendorong sekolah untuk lebih mandiri atau berdaya melalui pemberian kewenangan (otonomi) dan fleksibilitas dalam mengelola sumber daya serta mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Menurut Hadiyanto (2004) dengan MBS sekolah dapat melaksanakan pendidikan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa serta sesuai dengan tuntutan dan kemampuan masyarakat di mana pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak-pihak yang paling dekat dengan proses pembelajaran di sekolah (kepala sekolah, guru, dan orang tua siswa).

Melalui kebijakan MBS, sekolah menjadi lebih mandiri, inovatif, dan kreatif. Hal ini mungkin tercapai karena sekolah yang menerapkan MBS memiliki kekuasaan dan harus berpartisipasi dalam memperbaiki kinerja sekolah yang mencakup kepemimpinan sekolah, profesionalisme guru, layanan belajar siswa yang bermutu, manajemen sekolah yang bermutu, serta partisipasi orang tua siswa dan masyarakat. Sekolah yang menerapkan MBS memiliki peluang untuk mengelola sekolah secara lebih efektif serta melakukan perubahan ke arah yang lebih bermutu dan kompetitif. Sekolah juga menjadi lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan sesuai kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakat.

Alasan kedua mengapa kurikulum perlu dikembangkan oleh sekolah berkenaan dengan profesionalisme guru. Kepemilikan tanggung jawab untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum merupakan bag integral dari identitas profesionalisme guru. Dengan pengembang kurikulum di sekolah guru dapat menjadi pengembang kurikulum bukan hanya sebagai penyalur untuk menyampaikan kurikulum.

Dengan terlibat dan berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum di sekolah guru dapat menunjukkan keprofesionalannya. Reynolds (1989), dalam Module 1: Curriculum Change and Leadership) mengemukaka bahwa guru yang cerdas bukanlah teknisi tetapi profesional. Lebih lanj Reynolds mengemukakan ciri-ciri guru profesional, yaitu guru yang patut da mampu membuat keputusan serta merancang program pendidik berdasarkan pengetahuan yang prinsip yaitu pengetahuan yang dapa disesuaikan atau diadaptasi dalam situasi pembelajaran, siswa, dan pengalaman yang unik yang dihadapi dan dimiliki guru. Selain itu, guru yang profesional mampu mengadaptasi pengetahuan yang prinsip atau utama ke dalam pemahaman, pengetahuan diri, nilai-nilai, dan komitmen yang dimilikinya.

Sejalan dengan pendapat tersebut. PP No. 19/2005 tentang SNP Lebih mengemukakan bahwa guru SD/MI harus memiliki kualifikasi akademik da kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, s memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. vog dan lanjut dikemukakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki guru SD MI sebagai agen pembelajaran adalah kompetensi pedagogik, kepribadian profesional, dan sosial. Kompetensi pedagogik mengacu pada kemampuan guru mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu kemampuan yang berkenaan dengan kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah kemampuan merancang dan melaksanakan kurikulum dan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik dan sekolah atau daerah. Tanpa ada kesempatan untuk terlibat dan berperan aktif dalam pengembangan kurikulum di sekolah,

kompetensi pedagogik tersebut tidak mungkin berkembang dan meningkat. Mengingat pentingnya kemampuan guru dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajaran, salah satu kompetensi yang diharapkan dimiliki guru SD/MI setelah menyelesaikan pendidikan pada Program S-1 PGSD adalah kemampuan mengembangkan kurikulum dan pembelajaran secara kreatif dan inovatif.

C. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KTSP

              Sebelum kita membahas tentang prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut BSNP, berikut ini kita akan bahas sekilas tentang prinsip-prinsip umum pengembangan kurikulum. Menurut Sukmadinata (2005) ada lima prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum. Kelima rinsip tersebut adalah relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan prinsip efektivitas.

1. Prinsip relevansi menuntut kurikulum memiliki kesesuaian dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Selain itu, prinsip relevansi ini menuntut adanya konsistensi atau kesesuaian antarkomponen kurikulum, yaitu antara komponen tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian.

2. Prinsip fleksibilitas menuntut kurikulum memiliki sifat lentur atau fleksibel. Meskipun kurikulum harus berisi hal-hal yang solid tetapi dalam penyampaian dimungkinkan untuk melakukan penyesuaian berdasarkan kondisi lapangan.

 

3. Prinsip kontinuitas menuntut kurikulum menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan tingkat kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang Pendidikan dengan pekerjaan.

4. Prinsip praktis menuntut kurikulum untuk mudah dilaksanakan dengan sumber daya yang tersedia.

5.  Prinsip efektivitas berkaitan dengan keberhasilan implementasi kurikulum dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kelima prinsip tersebut juga menjadi prinsip yang perlu diperhatika dalam pengembangan KTSP. Menurut UU No. 20/2003 tentang Siste Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat (3), kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (1) peningkatan iman dan takwa; (2) peningkatan akhlak mulia; (3) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik (4) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (5) tuntutan pembanguna daerah dan nasional; (6) tuntutan dunia kerja; (7) perkembangan ilm pengetahuan, teknologi, dan seni: (8) agama; (9) dinamika perkembangan global; serta (10) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Dengan memperhatikan aturan tersebut, BSNP mengemukakan tujuh prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan KTSP. Ketujuh prinsip tersebut adalah: (1) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta dan lingkungannya; (2) beragam dan terpadu; (3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4) relevan dengan kebutuhan kehidupan: (5) menyeluruh dan berkesinam bungan:; (6) belajar sepanjang hayat; serta (7) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

KEGIATAN BELAJAR 2

PROSES PENGEMBANGAN KTSP

A.    DASAR PENGEMBANGAN KTSP

Berdasarkan Panduan Umum pengembangan KTSP yang disusun oleh BSNP, KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Sementara itu, Sl ditetapkan dalam Kepmendiknas No. 22/2006 dan SKL ditetapkan dalam Kepmendiknas No. 23/2006. Dengan demikian, yang menjadi dasar pengembangan KTSP adalah UU No. 20/2003, PP No. 19/2005, serta Kepmendiknas No. 22 dan No. 23 Tahun 2006.

B.     PROSEDUR PENGEMBANGAN KTSP

Secara garis besar pengembangan KTSP sama dengan pengembangan jenis kurikulum lainnya. Kegiatan yang dilakukan dalam pengembangan kurikulum adalah (1) penyiapan dan penyusunan, (2) reviu dan revisi, (3) finalisasi, serta (4) pemantapan dan penilaian. Menurut BSNP, KTSP terdiri atas komponen (1) Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan, (2) Struktur dan Muatan Kurikulum, (3) Kalender Pendidikan, dan (4) Silabus. Dengan demikian, dokumen yang harus dihasilkan dari pengembangan KTSP adalah dokumen Kurikulum Sekolah yang terdiri atas tiga komponen yaitu Landasan Pengembangan Kurikulum, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, serta Silabus.

1. Landasan Pengembangan Kurikulum, yang mencakup landasan kebijakan, prinsip-prinsip pengembangan, serta visi, misi, dan tujua Pada komponen ini yang harus dikembangkan satuan pendidikan adalah visi dan misi sekolah. Landasan kebijakan dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP serta tujuan pendidikan sudah disediakan oleh BSNP. Dari uraian sebelumnya juga Anda sudah mempelajari landasan atau dasar dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP. Sementara itu, tujuan pendidikan dasar juga sudah tercantum dalam panduan yang ditetapkan BSNP, yaitu meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

2. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, yang mencakup kerangka dasar (kelompok mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar), struktur kurikulum, muatan lokal, pengembangan diri, dan beban belajar. Pada komponen ini yang harus dikembangkan satuan pendidikan adalah muatan lokal dan pengembangan diri.

3. Silabus, yaitu rencana pembelajaran dari suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, indikator, pengalaman belajar, alokasi waktu, penilaian, dan sumber belajar. Dari komponen silabus ini, hanya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sudah tersedia. Aspek lainnya harus dikembangkan satuan pendidikan.

Sesuai dengan komponen-komponen dokumen yang harus dihasilkan dari pengembangan KTSP, berikut ini langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengembangan KTSP.

1.      Analisis Konteks

Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan perkembangan peserta didik serta kebutuhan dan potensi sumber daya yang ada. Kegiatan yang dilakukan pada langkah ini mencakup berikut ini.

 a. Menganalisis kondisi sekolah, yang meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan yang tersedia, sarana dan prasarana yang dimiliki,serta dukungan biaya dan program-program yang ada.

b. Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar, seperti komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, Unit Pelaksana Tingkat Daerah (UPTD - Dinas Kecamatan), asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, serta sumber daya alam dan sosial budaya.

2.      Menelaah Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi

langkah awal yang dilakukan dalam pengembangan kurikulum adalah menetapkan seperangkat kompetensi yang menggambarkan kemampuan lulusan yang diharapkan. Kompetensi tersebut dirumuskan berdasarkan hasil analisis konteks dan analisis kebutuhan.

Sehubungan dengan sudah ditetapkannya Standar Kompetensi Lulusan serta Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap mata pelajaran yang tercantum dalam Standar Isi maka kita tidak dituntut untuk merumuskan kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pendidikan di sekolah. Hal yang perlu kita lakukan adalah menelaah Standar Kompetensi Lulusan serta Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar karena rumusan kompetensi tersebut yang menjadi arah dalam pengembangan komponen komponen kurikulum lainnya.

3.      Mengembangkan Kompetensi untuk program muatan local dan pengembangan diri

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah. Sekolah dapat mengembangkan sendiri substansi muatan lokal. Substansi muatan lokal tidak hanya terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Sekolah dapat mengembangkan aspek lainnya, seperti budaya daerah, teknologi informasi, sesuai dengan kebutuhan dan/atau keunggulan daerah. Substansi muatan lokal dapat merupakan bagian dari mata pelajaran lain atau sebagai mata pelajaran muatan lokal sendiri. Sekolah dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa sekolah dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.

Kegiatan pengembangan diri adalah kegiatan yang diselenggarakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat serta sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan yang dapat diselenggarakan sekolah dalam rangka pengembangan diri siswa, di antaranya adalah pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah pribadi, kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier siswa serta kegiatan kepramukaan, kepemimpinan, kelompok ilmiah, olahraga, atau kesenian.

4.      Memilih serta mengorganisasikan pengalaman belajar dan materi

pada langkah ini, yaitu memilih pengalaman belajar dan materi serta mengorganisasikannya sehingga dapat dengan mudah diikuti dan dikuasai siswa. Pengalaman belajar dan materi merupakan isi kurikulum yang harus disediakan untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Sekolah perlu mengidentifikasi berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan siswa menguasai SKL, SK, dan KD.

5.      Menetapkan Pendekatan dan Prosedur Asesmen

Asesmen dilakukan untuk memperoleh informasi tentang penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan oleh siswa. Pada langkah ini akan dihasilkan berbagai pendekatan dan prosedur asesmen yang akan digunakan untuk mengetahui ketercapaian kompetensi oleh siswa. Pendekatan dan prosedur asesmen yang ditetapkan harus sesuai dengan hakikat kompetensi yang akan diukur. Dengan demikian, jenis asesmen yang digunakan akan bermacam-macam. Penguasaan pengetahuan dapat diukur dengan berbagai jenis dan bentuk tes. Portofolio dapat digunakan untuk tujuan tertentu. Penguasaan keterampilan dapat diukur dengan tes unjuk kerja atau penilaian produk. Sementara itu, pembentukan sikap dan nilai diukur melalui pengamatan dalam konteks yang otentik.

C.PENGEMBANGAN SILABUS

Menurut BSNP (2006) silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu. Komponen sibalus terdiri dari Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Materi Pokok/Pembelajaran, Kegitan Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber/Bahan/Alat Belajar.

Silabus bisa dikembangkan secara individual atau berkelompok. Menurut BSNP (2006) ada delapan prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan silabus

1. Ilmiah - Prinsip ilmiah menuntut keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Hal ini berarti bahwa pokok - pokok materi yang dipilih harus valid dan benar sesuai dengan perkembangan keilmuan dalam bidangnya

2. Relevan - Prinsip relevan menuntut kecakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan karekteristik siswa

3. Sistematis - Prinsip sistematis menuntut komponen - komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. Hal ini berarti bahwa pokok-pokok materi, kegiatan pembelajaran dan sumber belajar yang dipilih hendaknya memungkinkan siswa untuk menguasai SK dan KD yang telah ditetapkan.

4. Konsisten - Prinsip konsisten menuntut adanya hubungan yang konsisten antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, alokasi waktu dan sistem penilaian

5. Memadai - Prinsip memadai menuntut cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar

6. Aktual dan kontekstual - Prinsip aktual dan kontekstual menuntut cakupan indikator, materi poko, pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata dan peristiwa yang terjadi

7. Fleksibel - Prinsip fleksibel menuntut silabus memiliki sifat luwes atau lentur. Dalam pelaksanaannya, guru atau sekolah dapat melakukan penyesuaian berdasarkan kondisi atau situasi yang dihadapi

8. Menyeluruh - Prinsip menyeluruh menuntut pengembangan komponen-komponen silabus diarahkan pada penguasaan keseluruhan ranah kompetensi oleh siswa

1.      Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

              Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sudah ditetapkan dalam Standar Isi, guru tidak perlu mengembangkan lagi kedua komponen tersebut. Pada langkah ini guru menentukan kompetensi mana yang harus dikuasai oleh siswa terlebih dahulu.

2.      Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran

Setelah mengkaji kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa, Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi materi pokok yang harus disediakan untuk membantu siswa menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, yang perlu menjadi dasar dalam identifikasi materi pokok adalah rumusan kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa. Materi pokok yang dipilih harus sesuai dengan materi yang tercantum dalam rumusan kompetensi.

3.      Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

pada bagian Prosedur Pengembangan KTSP, setiap kompetensi mempersyaratkan pengalaman belajar yang khas. Oleh karena itu, pengalaman belajar yang dikembangkan hendaknya memadai untuk mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan. Kompetensi yang berkaitan dengan penguasaan pengetahuan menuntut pengalaman belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengkajian. Kompetensi yang berkaitan dengan penguasaan suatu keterampilan menuntut pengalaman belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih baik dalam situasi nyata maupun tiruan atau simulasi. Kompetensi yang berkaitan dengan pembentukan sikap dan nilai menuntut pengalaman belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati sikap atau nilai yang dipelajari baik dalam situasi nyata maupun buatan atau simulasi.

4.      Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi

indikator merupakan penjabaran dari rumusan kompetensi da Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa, mata pelajaran sekolah, dan potensi daerah. Rumusan indikator hendaknya menggunakan kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Hal ini perlu menjadi perhatian gr karena rumusan indikator merupakan dasar dalam menyusun alat evaluasi.

5.      Menentukan Jenis Penilaian

Menurut BSNP (2006) penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Dalam kaitannya dengan pengembangan silabus, guru menentukan jenis penilaian untuk mengetahui ketercapaian kompetensi oleh siswa. Oleh karena itu, dalam menentukan jenis penilaian guru perlu memperhatikan rumusan kompetensi dasar dan jabarannya pada rumusan indikator. Penilaian terhadap penguasaan suatu jenis kompetensi menuntut jenis dan alat penilaian yang berbeda dengan jenis kompetensi lainnya. Penguasaan kompetensi pada ranah kognitif diukur melalui penggunaan berbagai jenis dan bentuk tes. Penguasaan kompetensi pada ranah psikomotorik diukur dengan tes unjuk kerja dan/atau penilaian produk. Pembentukan sikap dan nilai (ranah afektif) diukur melalui pengamatan dalam konteks yang otentik.

6.      Menentukan Alokasi Waktu

Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh siswa yang beragam. Pada langkah ini, guru harus menentukan alokasi waktu yang diperlukan siswa untuk menguasai setiap kompetensi dasar yang ditetapkan. Dalam menentukan alokasi waktu untuk setiap kompetensi dasar, guru hendaknya memperhatikan jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu. Selain itu, guru juga harus mempertimbangkan kompetensi dasar yang diharapkan dikuasai siswa, baik dari segi jumlah maupun keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

7.      Menentukan Sumber Belajar

Langkah terakhir dalam pengembangan silabus adalah menentukan sumber belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran. Sumber belajar adalah rujukan, objek, dan/atau bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan, baik fisik, alam, sosial maupun budaya.

Dalam menentukan sumber belajar, guru perlu memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

 

D.PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PENGEMBANGAN KTSP

1.      Kepala Sekolah

Kepala Sekolah adalah ketua tim merangkap anggota penyusun kurikulum sekolah. Keberhasilan pengembangan kurikulum sangat ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah dalam mewujudkan kurikulum melalui kebijakan kebijakan yang dibuat secara terencana dan bertahap. Kepala sekolah dituntut untuk mampu memobilisasi sumber daya sekolah dalam mengembangkan dan melaksanakan kurikulum sekolah (Mulyasa, 2004).

Kepala sekolah merupakan manajer pendidikan di tingkat sekolah dan ujung tombak utama dalam mengelola pendidikan di tingkat sekolah. Untuk dapat melaksanakan fungsinya sebagai pengelola pendidikan dalam pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum sekolah, Noble (Hadiyanto, 2004) menyatakan bahwa kepala sekolah hendaknya memiliki kemampuan kepemimpinan (leadership skills) dalam berbagai pengambilan keputusan, kemampuan yang tinggi dalam pembelajaran (strong instructional leaders), kemampuan mengorganisasikan keinginan masyarakat (community organizers), pemikiran yang cerdas/tajam (sharp managers), kemampuan sebagai fasilitator yang terampil (skillful facilitators), dan pandangan yang optimis terhadap lingkungan sekolah (optimistic visionaries of school environment).

2.       Guru

Guru merupakan pihak kunci dalam pengembangan kurikulum sekolah. Dalam pengelolaan kurikulum secara desentralisasi dan sampai batas-batas tertentu juga yang sentral-desentralisasi, peranan guru dalam pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam program tahunan/semester (silabus) atau rencana pelak pembelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeng untuk sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalam merumuskan komponen dan unsur dari kurikulum. Guru bukan hanya berperan se pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, dan pengembang. pelaksana dan evaluator kurikulum (Sukmadinata, 2005).

3.      Komite Sekolah

Komite sekolah dibentuk dan berperan dalam peningkatan ma pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenag sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat atas pendidikan (UU No. 20/2005 tentang Sisdiknas Pasal 56 Ayat 3). K sekolah sebagai bentuk lembaga perwakilan dari orang tua siswa, kom sekolah, dan tokoh masyarakat yang peduli pendidikan diharapkan sus membantu sekolah untuk memenuhi kebutuhan sekolah dalam memberika layanan pendidikan yang unggul.

4.      Nara Sumber

Sekolah membutuhkan sumber daya yang memadai untuk dapat melaksanakan kebijakan KTSP. Sementara itu, tidak semua sekolah memiliki sumber daya yang sama dalam melaksanakan kebijakan KTSP, Keragaman kompetensi sumber daya yang dimiliki sekolah menyebabkan kualitas kurikulum yang dikembangkan dan dilaksanakan juga beragam. Untuk itu, diperlukan pembinaan dari nara sumber dalam hal ini pakar pendidikan sehingga sekolah dapat melaksanakan kebijakan KTSP.

Menurut Sarason (Ornstein & Hunkins, 1998) ada dua jenis pemahaman yang sangat penting dan merupakan kunci keberhasilan dalam melaksanakan suatu kegiatan baru. Pertama, pemahaman terhadap informasi yang bersifat teoretis tentang perubahan organisasi dan program baru serta kesesuaiannya dengan konteks yang dihadapi. Kedua, pemahaman terhadap perubahan dalam konteks sosial-institusional, yang akan memengaruhi peran masing-masing pihak yang terlibat dalam pelaksanaan suatu program.

5.      Dinas Pendidikan

Menurut BSNP, Dinas Pendidikan kebupaten/kota memiliki tugas melakukan supervise terhadap pengembangan kurikulum di tingkat SD.Di samping itu, dinas juga berfungsi melakukan pemantauan dan evaluasi baik selama proses pengembangan kurikulum maupun pelaksanaan kurikulum yang dikembangkan.

 

Kualitas pengembangan kurikulum di sekolah dipengaruhi oleh kualitas kinerja sekolah dan guru-guru. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan profesional kepala sekolah dan guru, dinas pendidikan perlu secara terus-menerus memberikan perhatian dan bantuan profesional. Perhatian dan bantuan profesional tersebut dikenal dengan istilah supervisi.

 

Supervisi merupakan bantuan dan bimbingan profesional bagi kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan tugasnya. Dalam kaitannya dengan pengembangan KTSP, supervisi yang diberikan dinas pendidikan kabupaten/ kota adalah berupa bantuan dan bimbingan profesional kepada semua pihak yang terlibat dalam pengembangan KTSP di masing-masing sekolah.

 

Fungsi supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota dilaksanakan oleh pengawas/penilik sekolah. Seperti yang dinyatakan dalam PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 57 bahwa supervisi dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas/penilik sekolah dan kepala sekolah. Berhubung kepala sekolah merupakan tim penyusun kurikulum sekolah maka supervisi pengembangan KTSP di tingkat SD dilakukan oleh pengawas/penilik sekolah.

Supervisi yang dilakukan pengawas/penilik sekolah tersebut mencakup supervisi manajerial dan supervisi akademik. Supervisi manajerial berkaitan dengan aspek pengelolaan dan administrasi sekolah. Sementara itu, supervisi akademik berkenaan dengan aspek pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam kaitannya dengan pengembangan KTSP, aspek yang disupervisi mencakup pengelolaan pengembangan KTSP (manajerial) dan substansi pengembangan KTSP itu sendiri (akademik). Untuk dapat memberikan bantuan dan bimbingan dalam pengembangan KTSP, kegiatan awal yang dapat dilakukan di antaranya adalah mengidentifikasi dan menganalisis pengembangan kurikulum yang dilaksanakan di sekolah untuk mengetahui ada tidaknya masalah yang dihadapi kepala sekolah dan guru-guru serta pihak lain yang berkepentingan. Selanjutnya, pengawas/penilik sekolah bersama-sama semua pihak yang terlibat dalam pengembangan kurikulum membahas solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Pengawas atau penilik sekolah juga dapat memfasilitasi sekolah dalam mencari sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

6.      Pihak yang berkepentingan dengan sekolah (Stakeholders)

Banyak pihak yang berkepentingan dengan sekolah, seperti dunia usaha, berbagai lembaga sosial, dan lembaga pemerintahan. Dunia usaha atau dunia kerja mengharapkan sekolah dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja Lembaga sosial-budaya dan lembaga pemerintahan menaruh perhatian pada pengembangan potensi dan pelestarian sumber daya alam serta Dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum sekolah, dunia usaha di daerah. serta lembaga sosial dan pemerintahan dapat memberikan masukan terhadap sosial-budaya kurikulum sekolah. Dunia usaha atau dunia kerja dapat memberikan masukan tentang berbagai jenis keterampilan dan sikap yang diperlukan dalam suatu pekerjaan serta produk kerajinan yang menjadi kebutuhan masyarakat. Lembaga sosial-budaya dapat memberikan masukan tentang berbagai potensi budaya yang perlu dikembangkan dan dilestarikan melalui program pendidikan di sekolah. Lembaga pemerintahan dapat menyediakan berbagai informasi tentang sumber daya alam dan sosial-budaya serta berbagai kebutuhan daerah dan nasional yang dapat dijadikan bagian dari materi kurikulum dan sumber belajar.

Semua masukan yang disampaikan stakeholders selain dapat menjadi bahan untuk dipertimbangkan sebagai substansi muatan wajib kurikulum juga dapat menjadi pilihan untuk program muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri. Di samping memberikan masukan ide atau gagasan tentang program-program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, keterlibatan stakeholders dapat dimanfaatkan sekolah untuk membantu menyediakan sumber daya yang diperlukan bagi keterlaksanaan program sekolah. Hal ini sesuai dengan peranserta masyarakat dalam pendidikan menurut UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 54 Ayat (2) bahwa masyarakat dapat berperanserta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna lulusan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Asep Herry, Budi Susilana, Siti Julaeha. (2021). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

 

 

0 comments:

Post a Comment