| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
MODUL 3 |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN
BELAJAR 1 |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PERTUMBUHAN FISIK SERTA PERKEMBANGAN INTELEKTUAL DAN EMOSIONAL |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 2 |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PERKEMBANGAN SOSIAL, MORAL, DAN SIKAP |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 3 |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PERBEDAAN INDIVIDU ANAK USIA SEKOLAH MENENGAH |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB I |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PENDAHULUAN |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||
1.1 |
Latar Belakang |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pada usia sekolah menengah, penampilan siswa berubah
sebagai akibat perubahan hormon. Cara hidup mereka berubah sesuai dengan
perkembangan kemampuannya untuk mulai berpikir abstrak dan perasaannya
tentang banyak hal juga berubah. Proses berpikir mereka bukan hanya
mempengaruhi sikap dan moralnya, tetapi juga erat kaitannya dengan pendidikan
dan karier yang dipilihnya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Kematangan intelektual pada umumnya dianggap ada
kaitannya dengan kemampuan berpikir abstrak. Kematangan emosional bergantung
kepada ditemukannya identitas diri, ketidakbergantungan kepada orang tua,
berkembangnya sistem nilai dan kemampuan untuk menjalin hubungan yang matang
dalam persahabatan dan cinta. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1.2 |
Rumusan Masalah |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Apa yang dimaksud dengan pertumbuhan fisik, perkembangan intelektual,
dan perkembangan emosional? |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Apa yang dimaksud perkembangan sosial, nilai-nilai moral, dan sikap? |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Apa kaitan antara pertumbuhan fisik, perkembangan intelektual, dan
perkembangan emosional? |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Apa kaitan antara perkembangan sosial, nilai-nilai moral, dan sikap? |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Apa perbedaan individu anak usia sekolah menengah? |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
6. |
Apa saja jenis-jenis kebutuhan anak usia sekolah menengah? |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1.3 |
Tujuan |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Agar dapat
menjelasakan katian antara pertumbuhan fisik atau jasmani dengan perkembangan
intelektual; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
agar dapat
menjelaskan kaitan antara perkembangan intelektual dan emosional; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
agar dapat
menjelaskan kaitan antara perkembangan sosial, nilai-nilai moral, dan sikap; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
agar dapat
menjelaskan perbedaan individu anak usia sekolah menengah; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
agar dapat
menjelaskan jenis-jenis kebutuhan anak usia sekolah menengah. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB II |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PEMBAHASAN |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 1 |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.1 |
Pertumbuhan Fisik serta Perkembangan Intelektual dan Emosional |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pada usia sekolah menengah yaitu usia SLTP dan SLTA,
anak berada pada masa remaja atau pubertas atau adolesen. Masa remaja
merupakan masa peralihan atau transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa.
Oleh karena itu, sebagai pendidik, perlu menghayati tahapan perkembangan yang
terjadi pada siswa sehingga dapat mengerti segala tingkah laku yang
ditampakkan siswa. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
A. |
PERTUMBUHAN FISIK/JASMANI |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Salah satu segi perkembangan yang cukup pesat dan
nampak dari luar adalah perkembangan fisik. Pada masa remaja, perkembangan
fisik mereka sangat cepat dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Rata-rata
pertambahan tinggi badan masih dapat diperkirakan, tetapi pertumbuhan berat
lebih sulit diperkirakan. Hal itu disebabkan karena besarnya pengaruh faktor
luar, seperti kondisi sosial, ekonomi, pengaruh komposisi dan gizi makanan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Selain terjadi pertumbuhan tinggi badan yang sangat
cepat, pada masa remaja berlangsung perkembangan seksual yang cepat pula.
Perkembangan ini ditandai dengan munculnya ciri-ciri kelamin primer dan
sekunder. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Ciri-ciri kelamin primer berkenaan dengan
perkembangan alat-alat produksi, baik pada pria maupun wanita. Pada awal masa
remaja anak wanita muali mengalami menstruasi dan laki-laki mengalami mimpi
basah, dan pengalaman ini merupakan pertanda bahwa mereka telah memasuki masa
kematangan seksual. Sedangkan ciri-ciri kelamin sekunder, berkenaan dengan
tumbuhnya bulu-bulu pada seluruh badan, perubahan suara, menjadi semakin rendah-besar
(lebih-lebih pada pria), membesarnya buah dada pada wanita, dan tumbuhnya
jakun pada pria. Dengan perkembangan ciri-ciri kelamin sekunder ini, secara
fisik remaja mulai menampakkan ciri-ciri orang dewasa. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Bertolak dari
perkembangan fisik ini, Nampak bahwa laju perkembangan siswa sekolah menengah
memiliki perbedaan karakteristik antara siswa SLTP (remaja awal) dengan SLTA
(remaja akhir). Abin
Syamsuddin Makmun (1996:92) memetakan perbedaan profil perkembangan fisik dan
perilaku psikomotorik antara remaja awal dengan remaja akhir seperti tampak
pada table berikut ini: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Perbedaan Profil Perkembangan Fisik Antara Siswa SLTP dengan Siswa
SLTA |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
No. |
Siswa SLTP (Remaja Awal) |
Siswa SLTA (Remaja Akhir) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Laju perkembangan secara umum berlangsung secara pesat |
Laju perkembangan secara umum kembali menurun sangat lambat |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering kurang seimbang
(termasuk otor dan tulang belulang) |
Proporsi ukuran tinggi dan berat badan lebih seimbang mendekati
kekuatan tubuh orang dewasa |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbuh bulu pada pubic region, otot
mengembangn pada bagian-bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi
kelenjar jenis (menstruasi pada wanita dan polusi pada pria pertama kali) |
Siap berfungsinya organ-organ reproduktif seperti pada orang-orang
yang sudah dewasa |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan |
Gerak-geriknya mulai mantap |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Aktif dalam berbagai jenis cabang permainan yang dicobanya |
Jenis dan jumlah cabang permainan lebih selektif dan terbatas pada
keterampilan yang menunjang kepada persiapan kerja |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. |
PERKEMBANGAN
INTELEKTUAL |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pada usia sekolah dasar, kemampuan
berpikir anak masih berkenaan dengan hal-hal yang konkret atau berpikir
konkret, pada masa SLTP muli berkembang kemampuan berpikir abstrak, remaja
mampu membayangkan apa yang akan dialami bila terjadi suatu peristiwa
umpamanya perang nuklir, kiamat, dan sebagainya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Berpikir abstrak adalah berpikir tentang ide-ide, yang oleh Jean
Piaget seorang ahli Psikologi dari Swiss disebutnya sebagai berpikir formal
operasional. Berkembangnya kemampuan berpikir formal oprasional pada remaja
ditandai dengan tiga hal penting, yaitu: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Anak mulai
mampu melihat (berpikir) tentang kemungkinan-kemungkinan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Anak telah
mampu berpikir ilmiah. Remaja telah mampu mengikuti langkah-langkah berpikir
ilmiah. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Remaja telah
mampu memadukan ide-ide secara logis. Artinya ide-ide atau pemikiran abstrak
yang kompleks telah mampu dipadukan dalam suatu kesimpulan yang logis. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Secara umum kemampuan berpikir formal mengarahkan remaja kepada
pemecahan masalah-masalah berpikir secara sistematik. Oleh karena itu, guru
perlu mendorong mulai kemampuan berpikir, para siswa pada usia ini, tentang
kemungkinan ke depan. Mengarah para siswa kepada pemikiran tentang pekerjaan
yang tentunya pemikiran tersebut, disesuaikan dengan pertambahan usia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pada usia sekolah dasar anak sudah memiliki kemampuan mengingat
informasi dan keterampilan memproses informasi tersebut. Keterampilan
memproses informasi ini pada remaja lebih cepat dan kuat, dan ini sangat
memegang peranan penting dalam penyelesaian tugas-tugas pembelajaran maupun
pekerjaan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Penguasaan keterampilan memproses informasi ini menyempurnakan atau
membulatkan penampilan penguasaan kognitif mereka. Bertolak dari uraian di
atas dan pengayaan dari Abin Symasuddin Makmun (1996:92) menyajikan perbedaan
perkembangan intelektual antara siswa SLTP dengan siswa SLTA. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Perbedaan
Profil Perkembangan Intelektual Antara Siswa SLTP dengan Siswa SLTA |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
No. |
Siswa SLTP (Remaja Awal) |
Siswa SLTA (Remaja Akhir |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Proses berpikirnya sudah mampu
mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas)
dalam ide-ide atau pemikiran abstrak (meskipun relative terbatas) |
Sudah mampu mengoperasikan
kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuannya membuat
generalisasi yang lebih konklusif dan komprehensif |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Kecakapan dasar umum (general intelligence) menjalani
laju perkembangan yang terpesat (terutama bagi yang belajar di sekolah) |
Tercapainya titik puncak (kedewasaan intelektual umum, yang
mungkin ada pertambahan yang sangat terbatas bagi yang terus bersekolah) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Kecapakan dasar khusus (bakat atau aptitude)
mulai menunjukkan kecenderungan-kecenderungan lebih jelas |
Kecenderungan bakat tertentu
mencapai titik puncak dan kemantapannya |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
C. |
PERKEMBANGAN
EMOSIONAL |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Kebanyakan remaja merasa dekat dengan orang tuanya, karena memiliki
nilai-nilai yang sama dalam banyak hal dan masih memerlukan orang tua untuk
melakukan hal tertentu. Konflik remaja lebih sering terjadi dengan ibunya
daripada dengan ayahnya. Hal ini Sebagian disebabkan karena ibu lebih dekat
hubungannya dengan anak dan merasa sulit untuk melepas anak. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Penyebab lain adalah karena ayah
kadang-kadang cenderung untuk melepas hubungan dengan anak-anak remajanya,
terutama dari anak-anak perempuannya karena berlain kebutuhan ditinjau dari
jenis kelaminnya. Dan melepas diri dari anak
laki-lakinya karena mereka sekarang lebih besar dari kedua orang tuanya serta
lebih agresif. Walaupun demikian perkembangan emosional yang menyertai masa
transisi ini tidaklah sampai merusak nilai-nilai sosial yang dianut orang
tua. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Konflik yang terjadi pada awal masa remaja terjadi karenamasa pubertasnya
dan bukan bersandar pada usia kronologis. Pada umumnya, ketidaksepahaman anak
dan orang tua berakhir bila di antaranya terjadi kepuasan hubungan, dan orang
tua secara terus menerus berusaha memahami anaknya serta mempelajari nilai-nilai
dasar remaja. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pada orang tua remaja hendaknya lebih
fleksibel dalam berpikir dan peraturannya tidak seketat waktu anaknya lebih
muda umurnya. Namun perlu menjadi
perhatian orang tua bila kebebasan emosional diberikan terlalu awal kepada
remaja, akan menimbulkan petaka kepada remaja. Mereka bisa tergelincir oleh
pengaruh temannya dengan perilaku yang tidak sehat, bisa melakukan kegiatan
seksual yang premature dan menyalahgunakan obat. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Hubungan orang tua dan remaja yang akan menunjukkan dan memberikan
keseimbangan ialah bila ada kehangatan dan sifat menerima dalam keluarga,
konsisten dalam aturan dan norma-norma
serta nilai yang dianut, saling mau mendengarkan, adanya keterbukaan dan mau
bernegosiasi. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Hal itu akan memungkinkan berkembanya emosi remaja secara wajar. Dan
semakin kuat perhatian orang tua terhadap kehidupan remaja, akan semakin
tinggi prestasi yang diraihnya di sekolah (Dianne Pappalia, 1992). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 2 |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.2 |
Perkembangan Sosial, Moral, dan Sikap |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
A. |
PERKEMBANGAN SOSIAL, MORALITAS DAN SIKAP |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Keterampilan berpikir baru yang dimiliki remaja
adalah pemikiran sosial. Pemikiran sosial ini berkenaan dengan pengetahuan
dan keyakinan mereka tentang masalah-masalah hubungan pribadi dan sosial.
Remaja awal telah mempunyai pemikiran-pemikiran logis, tetapi dalam pemikiran
logis ini mereka sering kali menghadapi kebingungan antara pemikiran orang
lain. Menghadapi keadaan ini berkembangn pada remaja sikap egosentrisme, yang
berupa pemikiran-pemikiran subjektif logis dirinya tentang masalah-masalah
sosial yang dihadapi dalam masyarakat atau kehidupan pada umumnya.
Egosentrisme remaja sering kali muncul atau diperlihatkan dalam hubungan
dengan orang lain, mereka tidak dapat memisahkan perasaan dia dan perasaan
orang lain tentang dirinya. Remaja sering berpenampilan atau berperilaku
mengikuti bayangan atau sosok gangnya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Secara berangsur-angsur remaja mengurangi sifat egosentrisme-nya
dalam hubungan pribadinya berkembangn etika pribadi mereka, berkenaan dengan
pengetahuan dan penghayatan tentang apa yang baik dan yang jahat. Ada dua
aspek nilai yang menjadi perhatian utama para remaja, yaitu nilai-nilai
keadilan dan kesejahteraan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dalam perkembangan nilai-nilai keadilan dan
kejujuran, remaja kurang oportunistik dibandingkan dengan masa sebelumnya.
Secara berangsur telah berkurang penilaian yang didasarkan atas ganjaran dan
hukuman langsung atas dasar pengalaman dirinya, walaupun masih dalam tahap
konvensional (Kohlberg). Para remaja umumnya dalam memberikan penilaian
terhadap suatu situasi masih berpegang pada prinsip-prinsip yang berlaku
dalam kehidupan kekerabatan dan sebaya serta peraturan-peraturan kenegaraan.
Baru pada menjelang akhir masa remaja, mereka mampu berpegang pada
nilai-nilai yang lebih tinggi (pasca konvensi: Kohlberg). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Masa remaja rasa kepedulian terhadap kepentingan dan
kesejahteraan orang lain cukup besar, tetapi kepedulian ini masih dipengaruhi
oleh sifat egosentrisme. Mereka belum bisa membedakan kebahagian atau
kesenangan yang dasar (hakiki) dengan yang sesaat, memperhatikan kepentingan
orang secara umum atau orang-orang yang dekat dengan dia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Masa remaja
juga telah berkembang nilai moral berkenaan dengan rasa bersalah, telah
tumbuh pada mereka bukan saja rasa bersalah karena berbuat tidak baik, tetapi
juga bersalah karena tidak berbuat baik. Dalam perkembangan nilai moral ini,
masih nampak adanya kesenjangan. Remaja sudah mengetahui nilai atau
prinsip-prinsip yang mendasar, tetapi mereka belum mampu melakukannya, mereka
sudah menyadari bahwa membahagiakan orang lain itu adalah baik, tetapi mereka
belum mampu melihat bagaimana merealisasikannya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Perbedaan Profil Perkembangan Pemikiran Sosial dan Moralitas Antasa
Siswa SLTP dengan Siswa SLTA |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
No. |
Siswa SLTP (Remaja Awal) |
Siswa SLTA (Remaja Akhir) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Diawali dengan kecenderungan ambivalensi keinginan
menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak orang tetapi bersifat temporer |
Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif serta bertahan lebih lama |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Adanya ketergantungan yang kuat kepada kelompok
sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi |
Ketergantungan kepada kelompok sebaya berangsung fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang banyak memiliki kesamaan
minat, dan sebagainya. |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari
dominasi pengaruhorang tua dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang
tuanya |
Mulai dapat memelihara jarak dan batas-batas
kebebasannya mana yang harus dirundingkan dengan orang tuanya |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Dengan sikapnya dan cara berpikinya yang kritis
mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam
perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya |
Sudah dapat memisahkan antara nilai-nilai dengan
kaidah-kaidah normatif yang universal dari para pendukungnya yang mungkin
dapat berbuat keliru atau kesalahan |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Mengidentifikasi
dirinya dengan tokoh-tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe
idolanya |
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. |
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN POLITIK |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Perkembangan pemikiran politik remaja hampir sama
dengan perkembangan moral, karena memang keduanya berkaitan erat. Remaja
telah mempunyai pemikiran-pemikiran politik yang lebih kompleks dari
anak-anak sekolah dasar. Mereka telah memikirkan ide-ide dan pandangan
politik yang lebih abstrak, dan telah melihat banyak hubungan antarhal-hal
tersebut. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pemikiran politik ini jelas menggambarkan
unsur-unsur kemampuan berpikir formal operasional dari Piaget dan
perkembangan lebih tinggi dari bentuk pemikiran moral Kohlberg. Remaja juga
masih menunjukkan adanya kesenjangan dan ketidakajegan dalam pemikiran
politiknya. Pemikiran politiknya tidak didasarkan atas prinsip “seluruhnya
atau tidak sama sekali”, sebagai ciri-ciri kemampuan pemikiran moral tahap
tinggi, tetapi lebih banyak didasari oleh pengetahuan-pengetahuan politik
yang bersifat khusus. Meskipun demikian pemikiran mereka sudah lebih abstrak
dan kurang bersifat individual dibandingkan dengan usia anak sekolah dasar. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
C. |
PERKEMBANGAN AGAMA DAN KEYAKINAN |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Perkembangan kemampuan berpikir remaja mempengaruhi
perkembangan pemikiran dan keyakinan tentang agama. Kalua pada tahap usia
sekolah dasar pemikiran agama ini bersifat dogmatis, masih dipengaruhi oleh
pemikiran yang bersifat konkret dan berkenaan dengan sekitar kehidupannya,
maka pada masa remaja sudah berkembang lebih jauh, didasari
pemikiran-pemikiran rasional, menyangkut hal-hal yang bersifat abstrak atau
gaib dan meliputi hal-hal yang lebih luas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Remaja yang
mendapatkan pendidikan agama yang intensif, bukan saja telah memiliki kebiasaan
melaksanakan kegiatan peribadatan dan ritual agama, tetapi juga telah
mendapatkan atau menemukan kepercayaan-kepercayaan khusus yang lebih mendalam
yang membentuk keyakinannya dan menjadi pegangan dalam merespons terhadap
masalah-masalah dalam kehidupannya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Perbedaan profil perkembangan agama dan keyakinan
antara siswa SLTP dengan siswa SLTA adalah sebagai berikut. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
No. |
Siswa SLTP (Remaja Awal) |
Siswa SLTA (Remaja Akhir) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Mengenai eksistensi sifat kemurahan dan keadilan
Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis |
Eksistensi dan sifat kemurahan serta keadilan Tuhan
mulai dipahami dan dihayati menurut sistem kepercayaan
atau agama yang dianutnya |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari
dilakukan mungkin didasarkan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang
memaksa dari luar dirinya |
Penghayatan dan pelaksanaan kehidupan keagamaan
sehari-hari mulai dilakukan atas dasar kesadaran dan petimbangan hati
nuraninya sendiri yang tulus ikhlas |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan
hidupnya |
Mulai menemukan pegangan hidup yang definitif |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Thomas Hobbes (1588-1679 dalam Sigelman dan Shaffer,
1995:29) berpendapat bahwa anak-anak secara alamiah adalah berperilaku nakal,
pengganggu, dan sebagainya. Menjadi tugas masyarakatlah untuk mengontrol
perilaku anak, dan mengajar mereka sehingga berperilaku baik. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Jean Jacques Rousseau (1712-1778) berpendapat anak
secara alamiah adalah baik, sejak lahir naluriah anak mampu membedakan mana
perilaku yang baik dan buruk. Lingkungan bertugas untuk memberikan arahan
agar anak berperilaku baik. Dalam pandangan bahwa perilaku anak dipengaruhi
oleh faktor pembawaan (herediter) dikenal dengan mazhab nativisme. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Filosofi dari Inggris, John Locke (1632-1704)
terkenal dengan teori tabula rasa. Anak bagaikan kertas putih yang menunggu
untuk ditulisi melalui pengalamannya. Locke menyangkal bahwa anak itu sejak
lahir baik atau buruk, tetapi ia akan berkembang bergantung pada pengalaman
yang ia peroleh dikenal dengan mazhab empirisme. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Menurut penganut konvergensi bahwa perilaku
manusia dipengaruhi baik oleh pembawaan maupun oleh lingkungan. Tokohnya
William James (1742-1804). Teori inilah yang dianut oleh kebanyakan ahli saat
ini. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Menurut Papalia dan Olds (1992:7-8) faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan individu dapat dikategorikan ke dalam faktor
internal melawan faktor eksternal, dan pengaruh normatif melawan pengaruh
bukan normatif. Faktor internal, faktor pembawaan sejak lahir yang disebut
heredity. Faktor heredity adalah segala seuatu yang dibawa sejak lahir, yang
diterima anak dari orang tuanya. Faktor eksternal, faktor yang berpengaruh
terhadap diri individu yang berasal dari lingkungan (enviromental
influences). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Beberapa peneliti seperti Baltes, Rese dan Lipsitt
(Papalia dan Olds, 1992:8) mencoba memilahkan pengaruh terhadap perkembangan
individu itu menjadi pengaruh normatif dan pengaruh non normatif. Pengaruh
normatif jika pengaruh terhadap kebanyakan orang dalam kelompok tertentu
adalah sama. Sedangkan non-normatif adalah peristiwa yang luar biasa yang
memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Baik pengaruh nomatif maupun pengaruh non-normatif
terhadap individu, terjadi pada tingkatan lingkungan tertentu. Pandangan
seperti ini dikenal dengan pendekatan ekologis terhadap perkembangan (ecological
approach to development). Pandangan ekologis menekankan peranan sistem
baik di dalam keluarga maupun sistem di luar keluarga yang berpengaruh
terhadap perkembangan anak. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Menurut Urie Bronfenbrenner (Papalia dan Olds,
1992:9) terdapat empat tingkatan pengaruh lingkungan yang merentang dari
lingkungan yang paling intim sampai lingkungan yang sangat global. Keempat
tingkatan pengaruh lingkungan tersebut mencakup: sistem mikro (microsystem),
sistem meso (messosystem), sistem exo (exosystem), dan sistem
makro (macrosystem). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Pengaruh lingkungan sistem mikro, yaitu lingkungan kehidupan sehari-hari, seperti
lingkungan sekolah dan lingkungan rumah. Termasuk di dalamnya suasana pergaulan
dengan orang tua, guru-guru, lingkungan teman sebaya, dan sebagainya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Pengaruh lingkungan sistem meso, yaitu keterkaitan antarvariasi tingkatan sistem yang
melibatkan individu di dalamnya. Perilaku siswa sekolah menengah akan
dipengaruhi oleh keterkaitan antara lingkungan rumah dengan lingkungan
sekolah, pengaruh keterkaitan lingkungan rumah dengan masyarakat. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Pengaruh lingkungan sistem exo adalah pengaruh institusi lingkungan yang lebih
besar, seperti pengaruh sekolah, pengaruh media massa, bahkan pengaruh lingkungan
pemerintahan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Pengaruh lingkungan yang paling luas adalah pengaruh sistem makro. Ada keterkaitan
erat pengaruh dari kebudayaan, pengaruh agama, pendidikan, politik, dan
pengaruh keadaan sosial ekonomi terhadap perkembangan individu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dalam pola pandangan yang konvensional, diyakini
bahwa terdapat tiga faktor dominan yang mempengaruhi proses perkembangan anak
usia sekolah menengah. Ketiga faktor tersebut adalah faktor pembawaan
(heredity) yang bersifat alamiah (nature); faktor lingkungan (environment)
yang memungkinkan proses perkembangan (nurture); dan faktor waktu (time)
adalah saat tibanya masa peka atau kematangan (maturation). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Faktor
tersebut dapat digambarkan secara fungsional |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pada usia remaja, lingkungan yang sangat berpengaruh
adalah kelompok. Faktor pengaruh kelompok ini ditenggarai sebagai faktor
dominan yang berpengaruh terhadap perilaku remaja. Remaja lebih patuh
terhadap aturan dan norma kelompok sebaya, bahkan jika dibandingkan dengan
kepatuhan terhadap peraturan di dalam keluarga. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Bertolak dari
gambaran di atas nampak bahwa keterikatan hidup siswa sekolah menengah dalam
kelompok, rawan untuk menimbulkan kenakalan remaja, seperti perkelahian
antarsekolah, tindakan pencurian, perilaku seks bebas, penyalahgunaan obat
bius, dan bentuk-bentuk perilaku anti sosial lainnya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Namun demikian sekiranya pada masa ini mendapat
bimbingan yang memadai justru akan menjadikan remaja yang berguna. Seperti
siswa sekolah menengah yang bisa menjadi juara Olimpiade Fisika. Oleh karena
itu, pada masa sekolah menengah ini merupakan masa krisis yang disebut the
best of time atau the worst of time (Conger dalam Abin Syamsuddin
M, 1996:91). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Perkembangan perilaku dan pribadi siswa sekolah
menengah merupakan perwujudan pengaruh dari faktor dominan. Faktor dominan
tersebut berpengaruh terhadap siswa secara khas dan bervariasi yang mungkin
dapat menguntungkan atau menghambat laju proses perkembangan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 3 |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.3 |
Perbedaan Individu Anak Usia Sekolah Menengah |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
A. |
PERBEDAAN KEMAMPUAN |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Perbedaan individual siswa sekolah menengah
dibedakan berdasrkan perbedaan dalam kemampuan potensial (potensial
ability) dan kemampuan nyata (actual ability). |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Kemempuan potensial adalah kecakapan yang masih terkandung dalam diri siswa yang
diperolehnya secara pembawaan, sehingga memiliki peluang untuk berkembang
menjadi kemampuan nyata. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Kemampuan nyata adalah
kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang juga, karena
merupakan hasil usaha atau belajar yang bersangkutan dengan cara, bahan dan
dalan hal tertentu yang telah dijalaninya. Oleh karena itu kemampuan nyata ini disebut juga
prestasi belajar (achievement). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. |
PERBEDAAN DALAM INTELEGENSI |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Intelegensi adalah kemampuan umum seseorang dalam
memecahkan masalah dengan cepat, tepat, dan mudah. Heim memberi batasan
tentang perilaku inteligen sebagai ”consisting of grasping the essentials
in given situation and responding appropriately to them and we are all well
aware that some can cope with certain situations better than others”
(Dennis Child, 1993:206) yang kalau diterjemahkan “seseorang dikatakan
memiliki perilaku inteligen sekiranya ia memiliki kemampuan untuk memahami
hal-hal penting dari situasi yang dihadapi, dan mampu memberikan pemecahan
yang lebih baik disbanding dengan yang lain”. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Indikator perilaku inteligen menurut Whiterington
(Abin Syamsuddin M, 1996) antara lain: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Kemudahan dalam menggunakan bilangan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Efisiensi dalam berbahasa |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Kecepatan dalam pengamatan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Kemudahan dalam mengingat |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Kemudahan dalam memahami hubungan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
6. |
Imajinasi |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Vernon mencoba menjelaskan tentang intelegensi dalam
tiga kategori (Dennis Child, 1993:207), yaitu: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Pengertian secara biologis menekankan pada kemampuan individu dalam
mengadaptasi diri terhadap rangsangan lingkungan. Mengadaptasi diri dalam
arti menekankan pada kemampuan untuk mengemas perilaku baik secara
terang-terangan (overtly behavior) maupun tersamar (covertly behavior)
sebagai hasil darai pengalaman. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Pengertian secara psikologis lebih menekankan pada efisiensi mental (mental
efficiency) dan kapasitas pemahaman abstrak (abstract reasoning)
yang diperlukan dalam menggunakan bahasa simbol. Formula dari Spearmen’s tentang
perilaku inteligen merupakan pendidikan tentang korelasi dan relasi,
merupakan contoh definisi secara psikologis. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Pengertian secara operasional melibatkan spesifikasi perilaku
inteligen secara lebih rinci dan menemukan cara mengukur spesifikasi yang
dimaksudkan. Dengan demikian perilaku inteligen diekspresikan dalam arti
pengukuran, yaitu apa yang diukur oleh tes intelegensi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Beberapa tokoh yang banyak berkecimpung dalam
pengembangan tentang teori intelegensi antara lain: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Ø |
Thurstone, mengatakan teori uni faktor yaitu bahwa intelegensi
merupakan faktro yang tunggal. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Ø |
Spearmen’s memperkenalkan teori dua faktor, yaitu faktor kemampuan
guru (general factor) dan bakat (specific factor). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Ø |
Guilford mengetengahkan teori multi faktor atau lebih dikenal dengan
Guilford’s Structure of Intellect yang memberi gambaran tengan adanya 150
faktor kemampuan pada manusia. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Ø |
Howard Gardner memperkenalkan teori Multiple Inteligences,
yaitu bahwa inteligensi manusia terdiri dari 8 inteligensi (bahasa, logis-matematika,
tilikan ruang, bodily-konesthetic, musik, antarpribadi, intra pribadi, dan
natralist). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pengelompokan inteligensi didasarkan pada ukuran
yang dikenal dengan IQ (Intelligence Quotient). IQ diperoleh dengan
memberikan seperangkat tes intelegensi kepada siswa yang dites (testee).
Berikut pengelompokkan hasil tes inteligensi yang dapat diamati. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Klasifikasi Tingkat Kemampuan Umum (Inteligensi) |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
IQ |
Persentase dari Populasi |
Klasifikasi |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
140 ke atas |
1 |
Genius (jenius) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
130-139 |
2 |
Very superior (sangat unggul) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
120-129 |
8 |
Very superior (sangat unggul) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
110-119 |
16 |
Superior (unggul) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
100-109 |
23 |
Average (rata-rata) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
90-99 |
23 |
Normal |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
80-89 |
16 |
Dull average (mendekati normal) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
70-79 |
8 |
Borderline (lambat) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
60-69 |
2 |
Mentally defficent |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Di bawah 60 |
1 |
Terbelakang |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Sumber: Abin Syamsuddin Makmun (1996:42) |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
C. |
PERBEDAAN DALAM KEPRIBADIAN |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Kepribadian berasal dari bahasa Inggris personality.
Personality berasal dari personae bahasa Yunani yang artinya topeng.
Konon istilah personae ini banyak dipakai para pemain sandiwara (teater) yang
memakai topeng dalam memerankan suatu tokoh dalam cerita. Hal ini mengandung
arti bahwa kepribadian itu adalah perilaku yang ditampilkan oleh seseorang
dalam situasi tertentu. Sekiranya situasi berubah maka kepribadian akan
berubah pula. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Gage dan Berliner (1984:165) menyatakan bahwa personality
is the integration of all of a person’s traits, abilities, motives as well as
his or her temperament, attitudes, opinions, beliefs, emotional responses,
cognitive style, character, and morals. Terjemahannya adalah kepribadian
merupakan keterpaduan seluruh ciri-ciri individu, kemampuan, motivasi
sebagaimana ditampilkan dalam temperamen, sikap, pendapat, keyakinan, respons
emosional, gaya kognitif, karakter dan moral. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Menurut Allport (Sumadi Suryabrata, 1988:240)
pengertian kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai
sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Organisasi dinamis memberikan gambaran bahwa kepribadian
itu senantiasa berkembang dan berubah, walaupun ada organisasi sistem yang
mengikat dan menghubungkan berbagai komponen kepribadian. Psikofis
mengidikasikan bahwa kepribadian bukan semata-mata mental dan bukan
semata-mata neural, melainkan melingkupi kerja fisik dan psikis dalam
kesatuan kepribadian. Muara dari perilaku individu adalah penyesuaian diri
dengan lingkungan, hal ini berarti bahwa kepribadian mengantarai individu
antara lingkungan fisik dengan lingkungan psikologisnya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pandangan Erikson (Gage Berliner, 1984:168) masa
remaja adalah masa Sturm und Drang (masa angin-anginan). Pada tahapan
ini terjadi beberapa penangguhan dalam pengintegrasian unsur-unsur
kepribadian. Masalah yang sering muncul pada usia remaja ini adalah membangun
identitas diri. Ciri utama pada masa ini menurut Erikson adalah identity versus
confusion. Kegagalan dalam mengatasi krisis identitas ini akan
menyebabkan kegagalan rmeaja menjadi orang dewasa yang memiliki kepribadian
terpadu. Tetapi sebaliknya jika menemukan identitas diri, remaja akan
menjelma menjadi manusia dewasa yang memiliki pribadi yang terpadu. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Sebagai guru, penting untuk dipahami bahwa jenis
kebutuhan anak pun mempunyai perbedaan antara kebutuhan anak yang satu dengan
yang lain. Dengan menyadari bahwa kebutuhan tersebut berbeda, maka diharapkan
guru bisa mengambil sikap dan tindakan yang tepat dalam rangka pemenuhan
kebutuhan para siswanya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Setiap manusia melakukan kegiatan dalam rangka
memenuhi kebutuhan (needs) hidupnya. Murray mengelompokan kebutuhan
menjadi dua kelompok besar, yaitu: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Viscerogenic adalah kebutuhan secara fisiologis, yaitu kebutuhn untuk makan,
minum, bernafas, dan lain sebagainya yang berorientasi pada kebutuhan untuk
mempertahankan hidup. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Psychogenic adalah kebutuhan sosial atau social motives. Kebutuhan sosial
ini merupakan sumbangan Murray yang berpengaruh hingga saat sekarang. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Murray mencoba memilahkan kebutuhan sosial menjadi
20 kebutuhan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Abasement Needs (n Aba), yaitu kebutuhan untuk tidak berdaya, merendah apabila berbuat keliru,
menerima cercaan atau celaan orang lain, merasa perlu mendapat hukuman
apabila berbuat kesalahan, merasa lebih baik menghidnar dari perkelahian,
merasa lebih baik menyatakan pengakuan akan kekeliruannya, adan merasa rendah
diri dalam berhadapan dengan orang lain. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Needs for Achievement (n Ach), adalah kebutuhan berprestasi yaitu kebutuhan untuk
melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, dorongan untuk mencapai hasil
sebaik mungkin, melaksanakan tugas yang menuntut keterampilan dan usaha,
dikenal otoritasnya, mengerjakan tugas yang sangat berarti, mengerjakan
pekerjaan yang sulit sebaik mungkin, dorongan untuk menyelesaikan masalah
yang rumit, dan ingin mengerjakan sesuatu lebih baik dari orang lain. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Needs for Affiliation (n Aff), adalah kebutuhan untuk berhubungan dengan orang
lain seperti teman sebaya, setia kawan, berpartisipasi dalam kelompok sebaya,
mengerjakan sesuatu untuk teman, kebutuhan untuk membentuk persahabatan baru,
dorongan untuk mencari kawan sebanyak mungkin, mengerjakan pekerjaan
bersaman-sama, akrab dengan teman, dorongan untuk menulis surat persahabatan,
dan sebagainya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Needs for Aggression (n Agg), yaitu kebutuhan untuk melakukan tindakan kekerasan,
menyerang pandangan yang berbeda dengan dirinya, menyampaikan pandangan
tentang jalan pikiran orang lain, mengecam orang lain secara terbuka,
mempermainkan orang lain, melukai perasaan orang lain, dorongan untuk membaca
berita yang menjurus kepada kekerasan seperti perkosaan, dan lain sebagainya
yang sejenis. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Autonomy Needs (n Aut), yaitu kebutuhan untuk bertindakan secara mandiri, menyatakan kebebasan
diri untuk berbuat atau mengatakan apapun, bebas dalam mengambil keputusan,
melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan orang lain, menghindari pendapat
orang lain, menghindari tanggung jawab atau tugas dari orang lain. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
6. |
Counteraction, yaitu kebutuhan untuk mencari bentuk yang berbeda dari yang telah
mapan, seperti sebagai oposisi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
7. |
Defendance needs, yaitu kebutuhan untuk bergantung pada diri sendiri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
8. |
Deference needss (n Def), adalah kebutuhan untuk meniru orang lain, hormat kepada orang lain,
dorongan untuk mendapat pengaruh dari orang lain, menemukan apa yang
diharapkan orang lain, mengikuti perintah dan apa yang diharapkan orang lain,
memberikan hadiah kepada orang lain, memuji pekerjaan orang lain, menerima
kepemimpinan orang lain, dorongan untuk membaca riwayat orang-orang besar,
menyesuaikan diri pada kebiasaan orang lain, menghindarkan diri dari kegiatan
yang tidak biasa, menyerahkan pengembilan keputusan kepada orang lain. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
9. |
Needs for Dominance (n Dom), yaitu kebutuhan untuk menguasai lingkungan manusia,
membantah pendapat orang lain, ingin menjadi pemimpin kelompoknya, ingin
dipandang sebagai pemimpin orang lain, ingin selalu terpilih sebagai
pemimpin, mengambil keputusan dengan mengatasnamakan kelompok, menetapkan
persetujuan secara sepihak, membujuk dan mempengaruhi orang lain agar mau
menjalankan apa yang ia inginkan, mengawasi dan mengarahkan kegiatan orang
lain, mendiktekan apa yang harus dikerjakan orang lain. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
10. |
Exhibition (n Exh), yaitu kebutuhan untuk memamerkan diri, menarik perhatian orang lain,
memperlihatkan diri agar menjadi pusat perhatian orang lain, dorongan untuk
menceritakan keberhasilan dirinya, menggunakan kata-kata yang tidak dipahami
orang lain, dorongan untuk bertanya yang sekiranya tidak dijawab orang lain,
memberikan pengalaman diri yang membahayakan, dorongan untuk menceritakan
hal-hal yang menggelikan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
11. |
Harmovoidance, yaitu kebutuhan
untuk menghindari ketidaknyamanan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
12. |
Infavoidance, yaitu kebutuhan
untuk menghindari kegagalan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
13. |
Nurturance (n Nur), yaitu kebutuhan untuk membantu orang yang memerlukan bantuan, membantu orang lain yang
kurang beruntung, memberlakukan orang lain dengan baik dan simpatik,
memaafkan orang lain, menyenangkan orang lain, berbaik hati kepada orang
lain, menunjukkan simpatik kepada orang lain yang terluka atau sakit,
memperlihatkan kasih sayang kepada orang lain. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
14. |
Order (n Ord), yaitu kebutuhan untuk melakukan sesuatu dengan
teratur, dorongan untuk melakukan pekerjaan dengan rapi, membuat
rencana sebelum memulai tugas yang sulit, menunjukkan keteraturan dalam
berbagai hal, memelihara segala sesuatu dengan rapi dan teratur, memperinci
tugas secara teratur, menyimpan surat atau barang-barang dengan menggunakan
sistem tertentu untuk memudahkannya, makan dan minum secara teratur.. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
15. |
Play, yaitu kebutuhan untuk bermain, mencari
kesenangan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
16. |
Rejection,yaitu kebutuhan
untuk menolak orang lain. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
17. |
Sentience, yaitu kebutuhan mencari dan menikmati sesuatu yang sensual. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
18. |
Sex, yaitu kebutuhan
membangun hubungan yang bersifat erotis. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
19. |
Succorance (suc), adalah kebutuhan untuk mencari bantuan dari orang lain apabila mendapat
kesulitan, mencari dukungan dari
orang lain, mengharapkan orang lain berbaik hati kepadanya, mengharapkan
simpati dari orang lain, mengharapkan orang lain memahami masalah diri
pribadinya, menerima belaian kasih sayang orang lain, mengahrapkan bantuan
orang lain di saat dirinya tertekan, dan mengharapkan maaf dari orang lain
apabila dirinya sakit. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
20. |
Understanding adalah kebutuhan
untuk menganalisis dan mencari jawaban sementara/hipotesis. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Kebutuhan-kebutuhan tersebut lebih bersifat
dipelajari dan bersifat khas pada kebudayaan tertentu. Dalam konsep Murray,
kebutuhan diartikan sebagai kekuatan yang mempengaruhi persepsi dan tindakan
untuk mengatasi ketidaknyamanan situasi yang berlangsung. Dengan demikian
kita diingatkan kepada konsep keseimbangan, dalam arti bahwa manusia
senantiasa mencari keseimbangan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Kebutuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Faktor internal adalah faktor yang mempengaruhi kebutuhan dari dalam diri individu,
atau tujuannya ada di dalam kegiatan itu sendiri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
·
|
Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi kebutuhan individu dari luar, atau
tujuan suatu kegiatan berada di luar kegiatannya itu sendiri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Menurut konsep Murray dari 20 kebutuhan-kebutuhan
tersebut, kebutuhan yang dominan pada usia sekolah menengah adalah |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Needs for Affiliation (n Aff), pada usia remaja kebutuhan untuk membentuk
kelompok ini terkadang menimbulkan masalah dengan terbentuknya gang atau
kelompok yang saling bertentangan antara satu kelompok dengan kelompok
lainnya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Needs for Aggression (n Agg), dorongan pada kebutuhan ini menyebabkan anak remaja
suka melakukan tawuran/perkelahian. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Autonomy Needs (n Aut), pada kebutuhan ini anak remaja senang menentang pendapat orang tuanya
sendiri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Counteraction, remaja senantiasa ingin berbeda pendapat orang tuanya, atau bahkan
dengan gurunya di sekolah. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Needs for Dominance (n Dom) |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
6. |
Exhibition (n Exh), pada masa remaja inilah umumnya remaja biasa menggunakan bahasa
prokem yang hanya dipahami oleh kelompoknya sendiri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
7. |
Sex, pada kebutuhan ini remaja tanpa pengawasan yang
terarah sering terjerumus ke dalam perilaku seks bebas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB III |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PENUTUPAN |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3.1 |
Kesimpulan |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
a. |
Pada usia sekolah menengah, pertumbuhan fisik siswa sangat cepat
dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa remaja awal (usia SLTP)
anak-anak ini nampak postur tubuhnya tinggi-tinggi tapi kurus. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
b. |
Pada masa remaja berlangsung pula perkembangan seksual yang cepat.
Pada masa awal remaja, anak perempuan mengalami menstruasi dan laki-laki
mengalami mimpi basah. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
c. |
Sejalan dengan pertumbuhan fisik yang cepat, berkembang pula kemampuan
intelektualnya. Berkembangnya kemampuan berpikir formal operasional pada
remaja ditandai dengan: 1. mereka mampu melihat (berpikir) tentang
kemungkinan-kemungkinan, 2. mulai mampu berpikir ilmiah, dan 3. Mampu
memadukan ide-ide secara logis dalam suatu kesimpulan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
d. |
Perkembangan pemikiran sosial dan moralitas nampak pada sikap
berkurangnya egosentrisme. Siswa SLTP dan SMU juga telah mempunyai pemikiran
politik dan keyakinan yang lebih rasional. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
e. |
Terdapat beberapa madzah atau aliran dalam pendidikan yang membahas
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, di antaranya adalah aliran
nativisme, empirisme, dan konvergensi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
f. |
Papalia dan Olds (1992:7-8) menyebtukan faktor internal dan eksternal
yang telah memberi pengaruh besar terhadap perkembangan anak. Urie
Bronfenbrenner menyatakan ada 4 tingkatan pengaruh lingkungan seprti, sistem
mikro, meso, dan exo yang membentuk pribadi anak. Sedangkan pandangan
konvensional menyatakan bahwa ada 3 faktro dominan yang mempengaruhi
perkembangan siswa SLTP dan SMU, yaitu pembawaan, lingkungan, dan waktu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
g. |
Aspek perkembangan anak adalah pada aspek perkembangan fisik,
intelektual, moral, maupun aspek kemampuan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
h. |
Perbedaan kemampuan seorang anak bisa mencakup perbedaan dalam
berkomunikasi, bersosialisasi atau perbedaan kemampuan kognitif. Faktor yang
menonjol dalam membentuk kemampuan kognitif adalah faktor pembentukan
lingkungan alamiah dan yang dibuat. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
i. |
Kebutuhan sosial menurut Murray ada 20 jenis dan 7 di antaranya
menjadi kebutuhan yang paling dominan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3.2 |
Saran |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Guru harus dapat membantu memudahkan penemuan identitas diri
remaja (siswa) agar sisiwa dapat menjelma menjadi manusia dewasa yang
memiliki pribadi yang terpadu. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Sebagai guru, penting untuk memahami bahwa jenis kebutuhan anak pun mempunyai
perbedaan antara kebutuhan anak yang satu dengan yang lain. Dengan menyadari
bahwa kebutuhan tersebut berbeda, maka diharapkan guru bisa mengambil sikap
dan tindakan yang tepat dalam rangka pemenuhan kebutuhan para siswanya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Daftar
Pustaka |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sumantri, Mulyani. 2017. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Universita Terbuka. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
0 comments:
Post a Comment