Sunday 12 June 2022

PERKEMBANGAN SOSIAL, MORAL, DAN SIKAP

0 comments

 


 

MODUL 3

 

KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH


 

KEGIATAN BELAJAR 1

 

PERTUMBUHAN FISIK SERTA PERKEMBANGAN INTELEKTUAL DAN EMOSIONAL


 

KEGIATAN BELAJAR 2

 

PERKEMBANGAN SOSIAL, MORAL, DAN SIKAP


 

KEGIATAN BELAJAR 3

 

PERBEDAAN INDIVIDU ANAK USIA SEKOLAH MENENGAH


 



BAB I

PENDAHULUAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1.1

Latar Belakang

 

Pada usia sekolah menengah, penampilan siswa berubah sebagai akibat perubahan hormon. Cara hidup mereka berubah sesuai dengan perkembangan kemampuannya untuk mulai berpikir abstrak dan perasaannya tentang banyak hal juga berubah. Proses berpikir mereka bukan hanya mempengaruhi sikap dan moralnya, tetapi juga erat kaitannya dengan pendidikan dan karier yang dipilihnya.

 

Kematangan intelektual pada umumnya dianggap ada kaitannya dengan kemampuan berpikir abstrak. Kematangan emosional bergantung kepada ditemukannya identitas diri, ketidakbergantungan kepada orang tua, berkembangnya sistem nilai dan kemampuan untuk menjalin hubungan yang matang dalam persahabatan dan cinta.

 

 

1.2

Rumusan Masalah

 

1.

Apa yang dimaksud dengan pertumbuhan fisik, perkembangan intelektual, dan perkembangan emosional?

 

2.

Apa yang dimaksud perkembangan sosial, nilai-nilai moral, dan sikap?

 

3.

Apa kaitan antara pertumbuhan fisik, perkembangan intelektual, dan perkembangan emosional?

 

4.

Apa kaitan antara perkembangan sosial, nilai-nilai moral, dan sikap?

 

5.

Apa perbedaan individu anak usia sekolah menengah?

 

6.

Apa saja jenis-jenis kebutuhan anak usia sekolah menengah?

 

 

1.3

Tujuan

 

1.

Agar dapat menjelasakan katian antara pertumbuhan fisik atau jasmani dengan perkembangan intelektual;

 

2.

agar dapat menjelaskan kaitan antara perkembangan intelektual dan emosional;

 

3.

agar dapat menjelaskan kaitan antara perkembangan sosial, nilai-nilai moral, dan sikap;

 

4.

agar dapat menjelaskan perbedaan individu anak usia sekolah menengah;

 

5.

agar dapat menjelaskan jenis-jenis kebutuhan anak usia sekolah menengah.

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

KEGIATAN BELAJAR 1

2.1

Pertumbuhan Fisik serta Perkembangan Intelektual dan Emosional

 

Pada usia sekolah menengah yaitu usia SLTP dan SLTA, anak berada pada masa remaja atau pubertas atau adolesen. Masa remaja merupakan masa peralihan atau transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa. Oleh karena itu, sebagai pendidik, perlu menghayati tahapan perkembangan yang terjadi pada siswa sehingga dapat mengerti segala tingkah laku yang ditampakkan siswa.

 

 

A.

PERTUMBUHAN FISIK/JASMANI

 

Salah satu segi perkembangan yang cukup pesat dan nampak dari luar adalah perkembangan fisik. Pada masa remaja, perkembangan fisik mereka sangat cepat dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Rata-rata pertambahan tinggi badan masih dapat diperkirakan, tetapi pertumbuhan berat lebih sulit diperkirakan. Hal itu disebabkan karena besarnya pengaruh faktor luar, seperti kondisi sosial, ekonomi, pengaruh komposisi dan gizi makanan.

 

Selain terjadi pertumbuhan tinggi badan yang sangat cepat, pada masa remaja berlangsung perkembangan seksual yang cepat pula. Perkembangan ini ditandai dengan munculnya ciri-ciri kelamin primer dan sekunder.

 

Ciri-ciri kelamin primer berkenaan dengan perkembangan alat-alat produksi, baik pada pria maupun wanita. Pada awal masa remaja anak wanita muali mengalami menstruasi dan laki-laki mengalami mimpi basah, dan pengalaman ini merupakan pertanda bahwa mereka telah memasuki masa kematangan seksual. Sedangkan ciri-ciri kelamin sekunder, berkenaan dengan tumbuhnya bulu-bulu pada seluruh badan, perubahan suara, menjadi semakin rendah-besar (lebih-lebih pada pria), membesarnya buah dada pada wanita, dan tumbuhnya jakun pada pria. Dengan perkembangan ciri-ciri kelamin sekunder ini, secara fisik remaja mulai menampakkan ciri-ciri orang dewasa.

 

Bertolak dari perkembangan fisik ini, Nampak bahwa laju perkembangan siswa sekolah menengah memiliki perbedaan karakteristik antara siswa SLTP (remaja awal) dengan SLTA (remaja akhir). Abin Syamsuddin Makmun (1996:92) memetakan perbedaan profil perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik antara remaja awal dengan remaja akhir seperti tampak pada table berikut ini:

 

Perbedaan Profil Perkembangan Fisik Antara Siswa SLTP dengan Siswa SLTA

 

No.

Siswa SLTP (Remaja Awal)

Siswa SLTA (Remaja Akhir)

 

 

1.

Laju perkembangan secara umum berlangsung secara pesat

Laju perkembangan secara umum kembali menurun sangat lambat

 

 

2.

Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering kurang seimbang (termasuk otor dan tulang belulang)

Proporsi ukuran tinggi dan berat badan lebih seimbang mendekati kekuatan tubuh orang dewasa

 

 

3.

Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbuh bulu pada pubic region, otot mengembangn pada bagian-bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis (menstruasi pada wanita dan polusi pada pria pertama kali)

Siap berfungsinya organ-organ reproduktif seperti pada orang-orang yang sudah dewasa

 

 

4.

Gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan

Gerak-geriknya mulai mantap

 

 

5.

Aktif dalam berbagai jenis cabang permainan yang dicobanya

Jenis dan jumlah cabang permainan lebih selektif dan terbatas pada keterampilan yang menunjang kepada persiapan kerja

 

 

 

 

B.

PERKEMBANGAN INTELEKTUAL

 

Pada usia sekolah dasar, kemampuan berpikir anak masih berkenaan dengan hal-hal yang konkret atau berpikir konkret, pada masa SLTP muli berkembang kemampuan berpikir abstrak, remaja mampu membayangkan apa yang akan dialami bila terjadi suatu peristiwa umpamanya perang nuklir, kiamat, dan sebagainya.

 

Berpikir abstrak adalah berpikir tentang ide-ide, yang oleh Jean Piaget seorang ahli Psikologi dari Swiss disebutnya sebagai berpikir formal operasional. Berkembangnya kemampuan berpikir formal oprasional pada remaja ditandai dengan tiga hal penting, yaitu:

 

1.

Anak mulai mampu melihat (berpikir) tentang kemungkinan-kemungkinan.

 

2.

Anak telah mampu berpikir ilmiah. Remaja telah mampu mengikuti langkah-langkah berpikir ilmiah.

 

3.

Remaja telah mampu memadukan ide-ide secara logis. Artinya ide-ide atau pemikiran abstrak yang kompleks telah mampu dipadukan dalam suatu kesimpulan yang logis.

 

Secara umum kemampuan berpikir formal mengarahkan remaja kepada pemecahan masalah-masalah berpikir secara sistematik. Oleh karena itu, guru perlu mendorong mulai kemampuan berpikir, para siswa pada usia ini, tentang kemungkinan ke depan. Mengarah para siswa kepada pemikiran tentang pekerjaan yang tentunya pemikiran tersebut, disesuaikan dengan pertambahan usia.

 

Pada usia sekolah dasar anak sudah memiliki kemampuan mengingat informasi dan keterampilan memproses informasi tersebut. Keterampilan memproses informasi ini pada remaja lebih cepat dan kuat, dan ini sangat memegang peranan penting dalam penyelesaian tugas-tugas pembelajaran maupun pekerjaan.

 

Penguasaan keterampilan memproses informasi ini menyempurnakan atau membulatkan penampilan penguasaan kognitif mereka. Bertolak dari uraian di atas dan pengayaan dari Abin Symasuddin Makmun (1996:92) menyajikan perbedaan perkembangan intelektual antara siswa SLTP dengan siswa SLTA.

 

 

 

Perbedaan Profil Perkembangan Intelektual Antara Siswa SLTP dengan Siswa SLTA

 

No.

Siswa SLTP (Remaja Awal)

Siswa SLTA (Remaja Akhir

 

 

1.

Proses berpikirnya sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) dalam ide-ide atau pemikiran abstrak (meskipun relative terbatas)

Sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuannya membuat generalisasi yang lebih konklusif dan komprehensif

 

 

2.

Kecakapan dasar umum (general intelligence) menjalani laju perkembangan yang terpesat (terutama bagi yang belajar di sekolah)

Tercapainya titik puncak (kedewasaan intelektual umum, yang mungkin ada pertambahan yang sangat terbatas bagi yang terus bersekolah)

 

 

3.

Kecapakan dasar khusus (bakat atau aptitude) mulai menunjukkan kecenderungan-kecenderungan lebih jelas

Kecenderungan bakat tertentu mencapai titik puncak dan kemantapannya

 

 

 

 

C.

PERKEMBANGAN EMOSIONAL

 

Kebanyakan remaja merasa dekat dengan orang tuanya, karena memiliki nilai-nilai yang sama dalam banyak hal dan masih memerlukan orang tua untuk melakukan hal tertentu. Konflik remaja lebih sering terjadi dengan ibunya daripada dengan ayahnya. Hal ini Sebagian disebabkan karena ibu lebih dekat hubungannya dengan anak dan merasa sulit untuk melepas anak.

 

Penyebab lain adalah karena ayah kadang-kadang cenderung untuk melepas hubungan dengan anak-anak remajanya, terutama dari anak-anak perempuannya karena berlain kebutuhan ditinjau dari jenis kelaminnya. Dan melepas diri dari anak laki-lakinya karena mereka sekarang lebih besar dari kedua orang tuanya serta lebih agresif. Walaupun demikian perkembangan emosional yang menyertai masa transisi ini tidaklah sampai merusak nilai-nilai sosial yang dianut orang tua.

 

Konflik yang terjadi pada awal masa remaja terjadi karenamasa pubertasnya dan bukan bersandar pada usia kronologis. Pada umumnya, ketidaksepahaman anak dan orang tua berakhir bila di antaranya terjadi kepuasan hubungan, dan orang tua secara terus menerus berusaha memahami anaknya serta mempelajari nilai-nilai dasar remaja.

 

Pada orang tua remaja hendaknya lebih fleksibel dalam berpikir dan peraturannya tidak seketat waktu anaknya lebih muda umurnya. Namun perlu menjadi perhatian orang tua bila kebebasan emosional diberikan terlalu awal kepada remaja, akan menimbulkan petaka kepada remaja. Mereka bisa tergelincir oleh pengaruh temannya dengan perilaku yang tidak sehat, bisa melakukan kegiatan seksual yang premature dan menyalahgunakan obat.

 

Hubungan orang tua dan remaja yang akan menunjukkan dan memberikan keseimbangan ialah bila ada kehangatan dan sifat menerima dalam keluarga, konsisten dalam  aturan dan norma-norma serta nilai yang dianut, saling mau mendengarkan, adanya keterbukaan dan mau bernegosiasi.

 

Hal itu akan memungkinkan berkembanya emosi remaja secara wajar. Dan semakin kuat perhatian orang tua terhadap kehidupan remaja, akan semakin tinggi prestasi yang diraihnya di sekolah (Dianne Pappalia, 1992).

 

 

 

KEGIATAN BELAJAR 2

2.2

Perkembangan Sosial, Moral, dan Sikap

A.

PERKEMBANGAN SOSIAL, MORALITAS DAN SIKAP

 

Keterampilan berpikir baru yang dimiliki remaja adalah pemikiran sosial. Pemikiran sosial ini berkenaan dengan pengetahuan dan keyakinan mereka tentang masalah-masalah hubungan pribadi dan sosial. Remaja awal telah mempunyai pemikiran-pemikiran logis, tetapi dalam pemikiran logis ini mereka sering kali menghadapi kebingungan antara pemikiran orang lain. Menghadapi keadaan ini berkembangn pada remaja sikap egosentrisme, yang berupa pemikiran-pemikiran subjektif logis dirinya tentang masalah-masalah sosial yang dihadapi dalam masyarakat atau kehidupan pada umumnya. Egosentrisme remaja sering kali muncul atau diperlihatkan dalam hubungan dengan orang lain, mereka tidak dapat memisahkan perasaan dia dan perasaan orang lain tentang dirinya. Remaja sering berpenampilan atau berperilaku mengikuti bayangan atau sosok gangnya.

 

Secara berangsur-angsur remaja mengurangi sifat egosentrisme-nya dalam hubungan pribadinya berkembangn etika pribadi mereka, berkenaan dengan pengetahuan dan penghayatan tentang apa yang baik dan yang jahat. Ada dua aspek nilai yang menjadi perhatian utama para remaja, yaitu nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan.

 

Dalam perkembangan nilai-nilai keadilan dan kejujuran, remaja kurang oportunistik dibandingkan dengan masa sebelumnya. Secara berangsur telah berkurang penilaian yang didasarkan atas ganjaran dan hukuman langsung atas dasar pengalaman dirinya, walaupun masih dalam tahap konvensional (Kohlberg). Para remaja umumnya dalam memberikan penilaian terhadap suatu situasi masih berpegang pada prinsip-prinsip yang berlaku dalam kehidupan kekerabatan dan sebaya serta peraturan-peraturan kenegaraan. Baru pada menjelang akhir masa remaja, mereka mampu berpegang pada nilai-nilai yang lebih tinggi (pasca konvensi: Kohlberg).

 

Masa remaja rasa kepedulian terhadap kepentingan dan kesejahteraan orang lain cukup besar, tetapi kepedulian ini masih dipengaruhi oleh sifat egosentrisme. Mereka belum bisa membedakan kebahagian atau kesenangan yang dasar (hakiki) dengan yang sesaat, memperhatikan kepentingan orang secara umum atau orang-orang yang dekat dengan dia.

 

Masa remaja juga telah berkembang nilai moral berkenaan dengan rasa bersalah, telah tumbuh pada mereka bukan saja rasa bersalah karena berbuat tidak baik, tetapi juga bersalah karena tidak berbuat baik. Dalam perkembangan nilai moral ini, masih nampak adanya kesenjangan. Remaja sudah mengetahui nilai atau prinsip-prinsip yang mendasar, tetapi mereka belum mampu melakukannya, mereka sudah menyadari bahwa membahagiakan orang lain itu adalah baik, tetapi mereka belum mampu melihat bagaimana merealisasikannya.

 

 

 

 

 

 

 

Perbedaan Profil Perkembangan Pemikiran Sosial dan Moralitas Antasa Siswa SLTP dengan Siswa SLTA

 

No.

Siswa SLTP (Remaja Awal)

Siswa SLTA (Remaja Akhir)

 

 

1.

Diawali dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak orang tetapi bersifat temporer

Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif serta bertahan lebih lama

 

 

2.

Adanya ketergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi

Ketergantungan kepada kelompok sebaya berangsung fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat, dan sebagainya.

 

 

3.

Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruhorang tua dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tuanya

Mulai dapat memelihara jarak dan batas-batas kebebasannya mana yang harus dirundingkan dengan orang tuanya

 

 

4.

Dengan sikapnya dan cara berpikinya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya

Sudah dapat memisahkan antara nilai-nilai dengan kaidah-kaidah normatif yang universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat berbuat keliru atau kesalahan

 

 

5.

Mengidentifikasi dirinya dengan tokoh-tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

B.

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN POLITIK

 

Perkembangan pemikiran politik remaja hampir sama dengan perkembangan moral, karena memang keduanya berkaitan erat. Remaja telah mempunyai pemikiran-pemikiran politik yang lebih kompleks dari anak-anak sekolah dasar. Mereka telah memikirkan ide-ide dan pandangan politik yang lebih abstrak, dan telah melihat banyak hubungan antarhal-hal tersebut.

 

Pemikiran politik ini jelas menggambarkan unsur-unsur kemampuan berpikir formal operasional dari Piaget dan perkembangan lebih tinggi dari bentuk pemikiran moral Kohlberg. Remaja juga masih menunjukkan adanya kesenjangan dan ketidakajegan dalam pemikiran politiknya. Pemikiran politiknya tidak didasarkan atas prinsip “seluruhnya atau tidak sama sekali”, sebagai ciri-ciri kemampuan pemikiran moral tahap tinggi, tetapi lebih banyak didasari oleh pengetahuan-pengetahuan politik yang bersifat khusus. Meskipun demikian pemikiran mereka sudah lebih abstrak dan kurang bersifat individual dibandingkan dengan usia anak sekolah dasar.

C.

PERKEMBANGAN AGAMA DAN KEYAKINAN

 

Perkembangan kemampuan berpikir remaja mempengaruhi perkembangan pemikiran dan keyakinan tentang agama. Kalua pada tahap usia sekolah dasar pemikiran agama ini bersifat dogmatis, masih dipengaruhi oleh pemikiran yang bersifat konkret dan berkenaan dengan sekitar kehidupannya, maka pada masa remaja sudah berkembang lebih jauh, didasari pemikiran-pemikiran rasional, menyangkut hal-hal yang bersifat abstrak atau gaib dan meliputi hal-hal yang lebih luas.

 

Remaja yang mendapatkan pendidikan agama yang intensif, bukan saja telah memiliki kebiasaan melaksanakan kegiatan peribadatan dan ritual agama, tetapi juga telah mendapatkan atau menemukan kepercayaan-kepercayaan khusus yang lebih mendalam yang membentuk keyakinannya dan menjadi pegangan dalam merespons terhadap masalah-masalah dalam kehidupannya.

 

Perbedaan profil perkembangan agama dan keyakinan antara siswa SLTP dengan siswa SLTA adalah sebagai berikut.

 

No.

Siswa SLTP (Remaja Awal)

Siswa SLTA (Remaja Akhir)

 

 

1.

Mengenai eksistensi sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis

Eksistensi dan sifat kemurahan serta keadilan Tuhan mulai dipahami dan dihayati menurut sistem kepercayaan atau agama yang dianutnya

 

 

2.

Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan mungkin didasarkan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya

Penghayatan dan pelaksanaan kehidupan keagamaan sehari-hari mulai dilakukan atas dasar kesadaran dan petimbangan hati nuraninya sendiri yang tulus ikhlas

 

 

3.

Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidupnya

Mulai menemukan pegangan hidup yang definitif

 

 

 

 

 

 

 

Thomas Hobbes (1588-1679 dalam Sigelman dan Shaffer, 1995:29) berpendapat bahwa anak-anak secara alamiah adalah berperilaku nakal, pengganggu, dan sebagainya. Menjadi tugas masyarakatlah untuk mengontrol perilaku anak, dan mengajar mereka sehingga berperilaku baik.

 

Jean Jacques Rousseau (1712-1778) berpendapat anak secara alamiah adalah baik, sejak lahir naluriah anak mampu membedakan mana perilaku yang baik dan buruk. Lingkungan bertugas untuk memberikan arahan agar anak berperilaku baik. Dalam pandangan bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh faktor pembawaan (herediter) dikenal dengan mazhab nativisme.

 

Filosofi dari Inggris, John Locke (1632-1704) terkenal dengan teori tabula rasa. Anak bagaikan kertas putih yang menunggu untuk ditulisi melalui pengalamannya. Locke menyangkal bahwa anak itu sejak lahir baik atau buruk, tetapi ia akan berkembang bergantung pada pengalaman yang ia peroleh dikenal dengan mazhab empirisme.

 

Menurut penganut konvergensi bahwa perilaku manusia dipengaruhi baik oleh pembawaan maupun oleh lingkungan. Tokohnya William James (1742-1804). Teori inilah yang dianut oleh kebanyakan ahli saat ini.

 

Menurut Papalia dan Olds (1992:7-8) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu dapat dikategorikan ke dalam faktor internal melawan faktor eksternal, dan pengaruh normatif melawan pengaruh bukan normatif. Faktor internal, faktor pembawaan sejak lahir yang disebut heredity. Faktor heredity adalah segala seuatu yang dibawa sejak lahir, yang diterima anak dari orang tuanya. Faktor eksternal, faktor yang berpengaruh terhadap diri individu yang berasal dari lingkungan (enviromental influences).

 

Beberapa peneliti seperti Baltes, Rese dan Lipsitt (Papalia dan Olds, 1992:8) mencoba memilahkan pengaruh terhadap perkembangan individu itu menjadi pengaruh normatif dan pengaruh non normatif. Pengaruh normatif jika pengaruh terhadap kebanyakan orang dalam kelompok tertentu adalah sama. Sedangkan non-normatif adalah peristiwa yang luar biasa yang memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan manusia.

 

Baik pengaruh nomatif maupun pengaruh non-normatif terhadap individu, terjadi pada tingkatan lingkungan tertentu. Pandangan seperti ini dikenal dengan pendekatan ekologis terhadap perkembangan (ecological approach to development). Pandangan ekologis menekankan peranan sistem baik di dalam keluarga maupun sistem di luar keluarga yang berpengaruh terhadap perkembangan anak.

 

Menurut Urie Bronfenbrenner (Papalia dan Olds, 1992:9) terdapat empat tingkatan pengaruh lingkungan yang merentang dari lingkungan yang paling intim sampai lingkungan yang sangat global. Keempat tingkatan pengaruh lingkungan tersebut mencakup: sistem mikro (microsystem), sistem meso (messosystem), sistem exo (exosystem), dan sistem makro (macrosystem).

 

1.

Pengaruh lingkungan sistem mikro, yaitu lingkungan kehidupan sehari-hari, seperti lingkungan sekolah dan lingkungan rumah. Termasuk di dalamnya suasana pergaulan dengan orang tua, guru-guru, lingkungan teman sebaya, dan sebagainya.

 

2.

Pengaruh lingkungan sistem meso, yaitu keterkaitan antarvariasi tingkatan sistem yang melibatkan individu di dalamnya. Perilaku siswa sekolah menengah akan dipengaruhi oleh keterkaitan antara lingkungan rumah dengan lingkungan sekolah, pengaruh keterkaitan lingkungan rumah dengan masyarakat.

 

3.

Pengaruh lingkungan sistem exo adalah pengaruh institusi lingkungan yang lebih besar, seperti pengaruh sekolah, pengaruh media massa, bahkan pengaruh lingkungan pemerintahan.

 

4.

Pengaruh lingkungan yang paling luas adalah pengaruh sistem makro. Ada keterkaitan erat pengaruh dari kebudayaan, pengaruh agama, pendidikan, politik, dan pengaruh keadaan sosial ekonomi terhadap perkembangan individu.

 

Dalam pola pandangan yang konvensional, diyakini bahwa terdapat tiga faktor dominan yang mempengaruhi proses perkembangan anak usia sekolah menengah. Ketiga faktor tersebut adalah faktor pembawaan (heredity) yang bersifat alamiah (nature); faktor lingkungan (environment) yang memungkinkan proses perkembangan (nurture); dan faktor waktu (time) adalah saat tibanya masa peka atau kematangan (maturation).

 

Faktor tersebut dapat digambarkan secara fungsional  dimana P adalah person, yaitu perilaku atau pribadi anak sekolah menengah sebagai perwujudan dari perkembangan. f adalah fungsi, H adalah Heridity atau pembawaan, E adalah Environment yaitu lingkungan sekitar individu, dan T adalah Time yaitu saat tibanya masa peka atau kematangan.

 

Pada usia remaja, lingkungan yang sangat berpengaruh adalah kelompok. Faktor pengaruh kelompok ini ditenggarai sebagai faktor dominan yang berpengaruh terhadap perilaku remaja. Remaja lebih patuh terhadap aturan dan norma kelompok sebaya, bahkan jika dibandingkan dengan kepatuhan terhadap peraturan di dalam keluarga.

 

Bertolak dari gambaran di atas nampak bahwa keterikatan hidup siswa sekolah menengah dalam kelompok, rawan untuk menimbulkan kenakalan remaja, seperti perkelahian antarsekolah, tindakan pencurian, perilaku seks bebas, penyalahgunaan obat bius, dan bentuk-bentuk perilaku anti sosial lainnya.

 

Namun demikian sekiranya pada masa ini mendapat bimbingan yang memadai justru akan menjadikan remaja yang berguna. Seperti siswa sekolah menengah yang bisa menjadi juara Olimpiade Fisika. Oleh karena itu, pada masa sekolah menengah ini merupakan masa krisis yang disebut the best of time atau the worst of time (Conger dalam Abin Syamsuddin M, 1996:91).

 

Perkembangan perilaku dan pribadi siswa sekolah menengah merupakan perwujudan pengaruh dari faktor dominan. Faktor dominan tersebut berpengaruh terhadap siswa secara khas dan bervariasi yang mungkin dapat menguntungkan atau menghambat laju proses perkembangan.

 

 

 

 

KEGIATAN BELAJAR 3

2.3

Perbedaan Individu Anak Usia Sekolah Menengah

A.

PERBEDAAN KEMAMPUAN

 

Perbedaan individual siswa sekolah menengah dibedakan berdasrkan perbedaan dalam kemampuan potensial (potensial ability) dan kemampuan nyata (actual ability).

 

·          

Kemempuan potensial adalah kecakapan yang masih terkandung dalam diri siswa yang diperolehnya secara pembawaan, sehingga memiliki peluang untuk berkembang menjadi kemampuan nyata.

 

·          

Kemampuan nyata adalah kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang juga, karena merupakan hasil usaha atau belajar yang bersangkutan dengan cara, bahan dan dalan hal tertentu yang telah dijalaninya. Oleh karena itu kemampuan nyata ini disebut juga prestasi belajar (achievement).

 

 

 

 

B.

PERBEDAAN DALAM INTELEGENSI

 

Intelegensi adalah kemampuan umum seseorang dalam memecahkan masalah dengan cepat, tepat, dan mudah. Heim memberi batasan tentang perilaku inteligen sebagai ”consisting of grasping the essentials in given situation and responding appropriately to them and we are all well aware that some can cope with certain situations better than others” (Dennis Child, 1993:206) yang kalau diterjemahkan “seseorang dikatakan memiliki perilaku inteligen sekiranya ia memiliki kemampuan untuk memahami hal-hal penting dari situasi yang dihadapi, dan mampu memberikan pemecahan yang lebih baik disbanding dengan yang lain”.

 

Indikator perilaku inteligen menurut Whiterington (Abin Syamsuddin M, 1996) antara lain:

 

1.

Kemudahan dalam menggunakan bilangan

 

2.

Efisiensi dalam berbahasa

 

3.

Kecepatan dalam pengamatan

 

4.

Kemudahan dalam mengingat

 

5.

Kemudahan dalam memahami hubungan

 

6.

Imajinasi

 

Vernon mencoba menjelaskan tentang intelegensi dalam tiga kategori (Dennis Child, 1993:207), yaitu:

 

·          

Pengertian secara biologis menekankan pada kemampuan individu dalam mengadaptasi diri terhadap rangsangan lingkungan. Mengadaptasi diri dalam arti menekankan pada kemampuan untuk mengemas perilaku baik secara terang-terangan (overtly behavior) maupun tersamar (covertly behavior) sebagai hasil darai pengalaman.

 

·          

Pengertian secara psikologis lebih menekankan pada efisiensi mental (mental efficiency) dan kapasitas pemahaman abstrak (abstract reasoning) yang diperlukan dalam menggunakan bahasa simbol. Formula dari Spearmen’s tentang perilaku inteligen merupakan pendidikan tentang korelasi dan relasi, merupakan contoh definisi secara psikologis.

 

·          

Pengertian secara operasional melibatkan spesifikasi perilaku inteligen secara lebih rinci dan menemukan cara mengukur spesifikasi yang dimaksudkan. Dengan demikian perilaku inteligen diekspresikan dalam arti pengukuran, yaitu apa yang diukur oleh tes intelegensi.

 

Beberapa tokoh yang banyak berkecimpung dalam pengembangan tentang teori intelegensi antara lain:

 

Ø   

Thurstone, mengatakan teori uni faktor yaitu bahwa intelegensi merupakan faktro yang tunggal.

 

Ø   

Spearmen’s memperkenalkan teori dua faktor, yaitu faktor kemampuan guru (general factor) dan bakat (specific factor).

 

Ø   

Guilford mengetengahkan teori multi faktor atau lebih dikenal dengan Guilford’s Structure of Intellect yang memberi gambaran tengan adanya 150 faktor kemampuan pada manusia.

 

Ø   

Howard Gardner memperkenalkan teori Multiple Inteligences, yaitu bahwa inteligensi manusia terdiri dari 8 inteligensi (bahasa, logis-matematika, tilikan ruang, bodily-konesthetic, musik, antarpribadi, intra pribadi, dan natralist).

 

Pengelompokan inteligensi didasarkan pada ukuran yang dikenal dengan IQ (Intelligence Quotient). IQ diperoleh dengan memberikan seperangkat tes intelegensi kepada siswa yang dites (testee). Berikut pengelompokkan hasil tes inteligensi yang dapat diamati.

 

Klasifikasi Tingkat Kemampuan Umum (Inteligensi)

 

 

 

IQ

Persentase dari Populasi

Klasifikasi

 

 

 

 

140 ke atas

1

Genius (jenius)

 

 

 

 

130-139

2

Very superior (sangat unggul)

 

 

 

 

120-129

8

Very superior (sangat unggul)

 

 

 

 

110-119

16

Superior (unggul)

 

 

 

 

100-109

23

Average (rata-rata)

 

 

 

 

90-99

23

Normal

 

 

 

 

80-89

16

Dull average (mendekati normal)

 

 

 

 

70-79

8

Borderline (lambat)

 

 

 

 

60-69

2

Mentally defficent

 

 

 

 

Di bawah 60

1

Terbelakang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber: Abin Syamsuddin Makmun (1996:42)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C.

PERBEDAAN DALAM KEPRIBADIAN

 

Kepribadian berasal dari bahasa Inggris personality. Personality berasal dari personae bahasa Yunani yang artinya topeng. Konon istilah personae ini banyak dipakai para pemain sandiwara (teater) yang memakai topeng dalam memerankan suatu tokoh dalam cerita. Hal ini mengandung arti bahwa kepribadian itu adalah perilaku yang ditampilkan oleh seseorang dalam situasi tertentu. Sekiranya situasi berubah maka kepribadian akan berubah pula.

 

Gage dan Berliner (1984:165) menyatakan bahwa personality is the integration of all of a person’s traits, abilities, motives as well as his or her temperament, attitudes, opinions, beliefs, emotional responses, cognitive style, character, and morals. Terjemahannya adalah kepribadian merupakan keterpaduan seluruh ciri-ciri individu, kemampuan, motivasi sebagaimana ditampilkan dalam temperamen, sikap, pendapat, keyakinan, respons emosional, gaya kognitif, karakter dan moral.

 

Menurut Allport (Sumadi Suryabrata, 1988:240) pengertian kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Organisasi dinamis memberikan gambaran bahwa kepribadian itu senantiasa berkembang dan berubah, walaupun ada organisasi sistem yang mengikat dan menghubungkan berbagai komponen kepribadian. Psikofis mengidikasikan bahwa kepribadian bukan semata-mata mental dan bukan semata-mata neural, melainkan melingkupi kerja fisik dan psikis dalam kesatuan kepribadian. Muara dari perilaku individu adalah penyesuaian diri dengan lingkungan, hal ini berarti bahwa kepribadian mengantarai individu antara lingkungan fisik dengan lingkungan psikologisnya.

 

Pandangan Erikson (Gage Berliner, 1984:168) masa remaja adalah masa Sturm und Drang (masa angin-anginan). Pada tahapan ini terjadi beberapa penangguhan dalam pengintegrasian unsur-unsur kepribadian. Masalah yang sering muncul pada usia remaja ini adalah membangun identitas diri. Ciri utama pada masa ini menurut Erikson adalah identity versus confusion. Kegagalan dalam mengatasi krisis identitas ini akan menyebabkan kegagalan rmeaja menjadi orang dewasa yang memiliki kepribadian terpadu. Tetapi sebaliknya jika menemukan identitas diri, remaja akan menjelma menjadi manusia dewasa yang memiliki pribadi yang terpadu.

 

Sebagai guru, penting untuk dipahami bahwa jenis kebutuhan anak pun mempunyai perbedaan antara kebutuhan anak yang satu dengan yang lain. Dengan menyadari bahwa kebutuhan tersebut berbeda, maka diharapkan guru bisa mengambil sikap dan tindakan yang tepat dalam rangka pemenuhan kebutuhan para siswanya.

 

Setiap manusia melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan (needs) hidupnya. Murray mengelompokan kebutuhan menjadi dua kelompok besar, yaitu:

 

·          

Viscerogenic adalah kebutuhan secara fisiologis, yaitu kebutuhn untuk makan, minum, bernafas, dan lain sebagainya yang berorientasi pada kebutuhan untuk mempertahankan hidup.

 

·          

Psychogenic adalah kebutuhan sosial atau social motives. Kebutuhan sosial ini merupakan sumbangan Murray yang berpengaruh hingga saat sekarang.

 

Murray mencoba memilahkan kebutuhan sosial menjadi 20 kebutuhan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

 

1.

Abasement Needs (n Aba), yaitu kebutuhan untuk tidak berdaya, merendah apabila berbuat keliru, menerima cercaan atau celaan orang lain, merasa perlu mendapat hukuman apabila berbuat kesalahan, merasa lebih baik menghidnar dari perkelahian, merasa lebih baik menyatakan pengakuan akan kekeliruannya, adan merasa rendah diri dalam berhadapan dengan orang lain.

 

2.

Needs for Achievement (n Ach), adalah kebutuhan berprestasi yaitu kebutuhan untuk melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, dorongan untuk mencapai hasil sebaik mungkin, melaksanakan tugas yang menuntut keterampilan dan usaha, dikenal otoritasnya, mengerjakan tugas yang sangat berarti, mengerjakan pekerjaan yang sulit sebaik mungkin, dorongan untuk menyelesaikan masalah yang rumit, dan ingin mengerjakan sesuatu lebih baik dari orang lain.

 

3.

Needs for Affiliation (n Aff), adalah kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain seperti teman sebaya, setia kawan, berpartisipasi dalam kelompok sebaya, mengerjakan sesuatu untuk teman, kebutuhan untuk membentuk persahabatan baru, dorongan untuk mencari kawan sebanyak mungkin, mengerjakan pekerjaan bersaman-sama, akrab dengan teman, dorongan untuk menulis surat persahabatan, dan sebagainya.

 

4.

Needs for Aggression (n Agg), yaitu kebutuhan untuk melakukan tindakan kekerasan, menyerang pandangan yang berbeda dengan dirinya, menyampaikan pandangan tentang jalan pikiran orang lain, mengecam orang lain secara terbuka, mempermainkan orang lain, melukai perasaan orang lain, dorongan untuk membaca berita yang menjurus kepada kekerasan seperti perkosaan, dan lain sebagainya yang sejenis.

 

5.

Autonomy Needs (n Aut), yaitu kebutuhan untuk bertindakan secara mandiri, menyatakan kebebasan diri untuk berbuat atau mengatakan apapun, bebas dalam mengambil keputusan, melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan orang lain, menghindari pendapat orang lain, menghindari tanggung jawab atau tugas dari orang lain.

 

6.

Counteraction, yaitu kebutuhan untuk mencari bentuk yang berbeda dari yang telah mapan, seperti sebagai oposisi.

 

7.

Defendance needs, yaitu kebutuhan untuk bergantung pada diri sendiri.

 

8.

Deference needss (n Def), adalah kebutuhan untuk meniru orang lain, hormat kepada orang lain, dorongan untuk mendapat pengaruh dari orang lain, menemukan apa yang diharapkan orang lain, mengikuti perintah dan apa yang diharapkan orang lain, memberikan hadiah kepada orang lain, memuji pekerjaan orang lain, menerima kepemimpinan orang lain, dorongan untuk membaca riwayat orang-orang besar, menyesuaikan diri pada kebiasaan orang lain, menghindarkan diri dari kegiatan yang tidak biasa, menyerahkan pengembilan keputusan kepada orang lain.

 

9.

Needs for Dominance (n Dom), yaitu kebutuhan untuk menguasai lingkungan manusia, membantah pendapat orang lain, ingin menjadi pemimpin kelompoknya, ingin dipandang sebagai pemimpin orang lain, ingin selalu terpilih sebagai pemimpin, mengambil keputusan dengan mengatasnamakan kelompok, menetapkan persetujuan secara sepihak, membujuk dan mempengaruhi orang lain agar mau menjalankan apa yang ia inginkan, mengawasi dan mengarahkan kegiatan orang lain, mendiktekan apa yang harus dikerjakan orang lain.

 

10.

Exhibition (n Exh), yaitu kebutuhan untuk memamerkan diri, menarik perhatian orang lain, memperlihatkan diri agar menjadi pusat perhatian orang lain, dorongan untuk menceritakan keberhasilan dirinya, menggunakan kata-kata yang tidak dipahami orang lain, dorongan untuk bertanya yang sekiranya tidak dijawab orang lain, memberikan pengalaman diri yang membahayakan, dorongan untuk menceritakan hal-hal yang menggelikan.

 

11.

Harmovoidance, yaitu kebutuhan untuk menghindari ketidaknyamanan.

 

12.

Infavoidance, yaitu kebutuhan untuk menghindari kegagalan.

 

13.

Nurturance (n Nur), yaitu kebutuhan untuk membantu orang yang memerlukan bantuan, membantu orang lain yang kurang beruntung, memberlakukan orang lain dengan baik dan simpatik, memaafkan orang lain, menyenangkan orang lain, berbaik hati kepada orang lain, menunjukkan simpatik kepada orang lain yang terluka atau sakit, memperlihatkan kasih sayang kepada orang lain.

 

14.

Order (n Ord), yaitu kebutuhan untuk melakukan sesuatu dengan teratur, dorongan untuk melakukan pekerjaan dengan rapi, membuat rencana sebelum memulai tugas yang sulit, menunjukkan keteraturan dalam berbagai hal, memelihara segala sesuatu dengan rapi dan teratur, memperinci tugas secara teratur, menyimpan surat atau barang-barang dengan menggunakan sistem tertentu untuk memudahkannya, makan dan minum secara teratur..

 

15.

Play, yaitu kebutuhan untuk bermain, mencari kesenangan.

 

16.

Rejection,yaitu kebutuhan untuk menolak orang lain.

 

17.

Sentience, yaitu kebutuhan mencari dan menikmati sesuatu yang sensual.

 

18.

Sex, yaitu kebutuhan membangun hubungan yang bersifat erotis.

 

19.

Succorance (suc), adalah kebutuhan untuk mencari bantuan dari orang lain apabila mendapat kesulitan, mencari dukungan dari orang lain, mengharapkan orang lain berbaik hati kepadanya, mengharapkan simpati dari orang lain, mengharapkan orang lain memahami masalah diri pribadinya, menerima belaian kasih sayang orang lain, mengahrapkan bantuan orang lain di saat dirinya tertekan, dan mengharapkan maaf dari orang lain apabila dirinya sakit.

 

20.

Understanding adalah kebutuhan untuk menganalisis dan mencari jawaban sementara/hipotesis.

 

Kebutuhan-kebutuhan tersebut lebih bersifat dipelajari dan bersifat khas pada kebudayaan tertentu. Dalam konsep Murray, kebutuhan diartikan sebagai kekuatan yang mempengaruhi persepsi dan tindakan untuk mengatasi ketidaknyamanan situasi yang berlangsung. Dengan demikian kita diingatkan kepada konsep keseimbangan, dalam arti bahwa manusia senantiasa mencari keseimbangan.

 

Kebutuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu

 

·          

Faktor internal adalah faktor yang mempengaruhi kebutuhan dari dalam diri individu, atau tujuannya ada di dalam kegiatan itu sendiri.

 

·          

Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi kebutuhan individu dari luar, atau tujuan suatu kegiatan berada di luar kegiatannya itu sendiri.

 

Menurut konsep Murray dari 20 kebutuhan-kebutuhan tersebut, kebutuhan yang dominan pada usia sekolah menengah adalah

 

1.

Needs for Affiliation (n Aff), pada usia remaja kebutuhan untuk membentuk kelompok ini terkadang menimbulkan masalah dengan terbentuknya gang atau kelompok yang saling bertentangan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.

 

2.

Needs for Aggression (n Agg), dorongan pada kebutuhan ini menyebabkan anak remaja suka melakukan tawuran/perkelahian.

 

3.

Autonomy Needs (n Aut), pada kebutuhan ini anak remaja senang menentang pendapat orang tuanya sendiri.

 

4.

Counteraction, remaja senantiasa ingin berbeda pendapat orang tuanya, atau bahkan dengan gurunya di sekolah.

 

5.

Needs for Dominance (n Dom)

 

6.

Exhibition (n Exh), pada masa remaja inilah umumnya remaja biasa menggunakan bahasa prokem yang hanya dipahami oleh kelompoknya sendiri.

 

7.

Sex, pada kebutuhan ini remaja tanpa pengawasan yang terarah sering terjerumus ke dalam perilaku seks bebas.

BAB III

PENUTUPAN

3.1

Kesimpulan

 

a.

Pada usia sekolah menengah, pertumbuhan fisik siswa sangat cepat dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa remaja awal (usia SLTP) anak-anak ini nampak postur tubuhnya tinggi-tinggi tapi kurus.

 

b.

Pada masa remaja berlangsung pula perkembangan seksual yang cepat. Pada masa awal remaja, anak perempuan mengalami menstruasi dan laki-laki mengalami mimpi basah.

 

c.

Sejalan dengan pertumbuhan fisik yang cepat, berkembang pula kemampuan intelektualnya. Berkembangnya kemampuan berpikir formal operasional pada remaja ditandai dengan: 1. mereka mampu melihat (berpikir) tentang kemungkinan-kemungkinan, 2. mulai mampu berpikir ilmiah, dan 3. Mampu memadukan ide-ide secara logis dalam suatu kesimpulan.

 

d.

Perkembangan pemikiran sosial dan moralitas nampak pada sikap berkurangnya egosentrisme. Siswa SLTP dan SMU juga telah mempunyai pemikiran politik dan keyakinan yang lebih rasional.

 

e.

Terdapat beberapa madzah atau aliran dalam pendidikan yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, di antaranya adalah aliran nativisme, empirisme, dan konvergensi.

 

f.

Papalia dan Olds (1992:7-8) menyebtukan faktor internal dan eksternal yang telah memberi pengaruh besar terhadap perkembangan anak. Urie Bronfenbrenner menyatakan ada 4 tingkatan pengaruh lingkungan seprti, sistem mikro, meso, dan exo yang membentuk pribadi anak. Sedangkan pandangan konvensional menyatakan bahwa ada 3 faktro dominan yang mempengaruhi perkembangan siswa SLTP dan SMU, yaitu pembawaan, lingkungan, dan waktu.

 

g.

Aspek perkembangan anak adalah pada aspek perkembangan fisik, intelektual, moral, maupun aspek kemampuan.

 

h.

Perbedaan kemampuan seorang anak bisa mencakup perbedaan dalam berkomunikasi, bersosialisasi atau perbedaan kemampuan kognitif. Faktor yang menonjol dalam membentuk kemampuan kognitif adalah faktor pembentukan lingkungan alamiah dan yang dibuat.

 

i.

Kebutuhan sosial menurut Murray ada 20 jenis dan 7 di antaranya menjadi kebutuhan yang paling dominan.

 

 

 

3.2

Saran

 

Guru harus dapat membantu memudahkan penemuan identitas diri remaja (siswa) agar sisiwa dapat menjelma menjadi manusia dewasa yang memiliki pribadi yang terpadu.

 

Sebagai guru, penting untuk memahami bahwa jenis kebutuhan anak pun mempunyai perbedaan antara kebutuhan anak yang satu dengan yang lain. Dengan menyadari bahwa kebutuhan tersebut berbeda, maka diharapkan guru bisa mengambil sikap dan tindakan yang tepat dalam rangka pemenuhan kebutuhan para siswanya.

 

 

Daftar Pustaka

Sumantri, Mulyani. 2017. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universita Terbuka.

 

0 comments:

Post a Comment