TUGAS
KELOMPOK MATA KULIAH |
STRATEGI
PEMBELAJARAN DI SD (PDGK4105) |
MODUL 11 |
DISIPLIN
KELAS |
KEGIATAN
BELAJAR 1 |
|
KEGIATAN
BELAJAR 2 |
STRATEGI
PENANAMAN DAN PENANGANAN DISIPLIN KELAS |
BAB I |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PENDAHULUAN |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
1.1 |
Latar Belakang |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dalam modul-modul sebelumnya, kita telah mempelajari tentang
keterampilan mengelola kelas, yang secara khusus membahas tentang hakikat
pengelolaan kelas serta keterampilan yang perlu dikuasai guru dalam
menciptakan, memlihara, serta mengembalikan kondisi belajar yang optimal. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dalam modul 11 ini, kita secara khusus akan mengkaji salah satu
komponen pengelolaan kelas, yaitu disiplin kelas. Materi ini secara terperinci
akan mencakup hakikat disiplin kelas yang meliputi apa, mengapa, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kelas, serta strategi
penanaman/penanganan disiplin kelas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB II |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PEMBAHASAN |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 1 |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.1 |
Hakikat Disiplin Kelas |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Kata disiplin pasti sangat akrab dengan kita karena mungkin
sering kita terapkan dalam menjalankan tugas. Dalam kegiatan belajar ini,
kita akan mengkaji pengeritan disiplin dan disiplin kelas, mengapa disiplin
kelas itu penting, serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi disiplin kelas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
A. |
Displin dan Displin Kelas |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Disiplin |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Apakah pada setiap peristiwa kita menemukanadany aturan dan
ketaatan pada aturan tersebut? Ya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Pada setiap peristiwa terdapat aturan dan ketatan pada aturan tersebut.
Kebiasaan bangun pukul 6 pagi, keharusan berbaris ketika akan masuk kelas,
membuang sampah pada tempat yang disediakan, serta belajar pada waktu
tertentu, adalah aturan yang terdapat pada contoh tersebut, dan aturan
tersebut ditaati oleh peserta didik. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Maka dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah ketaatan terhadap
aturan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Disiplin Kelas |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Kita sudah sepakat bahwa secara umu disiplin berarti ketaan
terhadap aturan, baik aturan untuk umum maupun kelompok tertentu, dan bahkan
aturan yang kita buat untuk diri sendiri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Pengertian disiplin kelas telah banyak diungkap oleh para pakar.
Menurut Turney & Cairns (1980) yang telah mengkaji ulang definisi displin
kelas yang berasal dari para pakar, diungkapkan definisi disiplin yang
bervariasi sebagai berikut : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
1) |
Disiplin diartikan tingkat keteratuna yang terdapat pada satu
kelompok. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
2) |
Disiplin kelas diartikan sebagai teknik yang digunakan oleh guru
untuk membangun atau memelihara keteraturan di dalam kelas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
3) |
Ada pakar yang menyamakan kata disiplin dengan hukuman. Dengan
makna ini, kita dapat menggunakan kata disiplin dalam kalimat. “Disiplinkan
anak itu”! |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dari ketiga pengertian di atas, bahwa disiplin kelas dilandasi
oleh adanya hubungan guru-siswa dalam kelas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Kohn (1996) mendefinisikan disiplin sebagai bagian pengelolaan
kelas yang terutama berurusan dengan penanganan perilaku yang menyimpang. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin dapat
mempunyai arti yang beragam. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
·
|
Sebagai kata benda, disiplin
dapat berarti tingkat keteraturan yang terdapat pada satu kelompok, yaitu
dalam kelas atau teknik yang digunakan guru untuk membangun atau memelihara
keteraturan dalam kelas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
·
|
Sebagai kata sifat,
disiplin berarti ketaaran pada aturan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
·
|
Sebagai kata kerja,
disiplin dapat berarti hukuman sehingga mendisiplinkan berarti menghukum. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kelas kita artkan sebagai
tingkat keteraturan, yang terjadi di dalam kelas atau tingkat ketaatan siswa
terhadap aturan kelas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. |
Disiplin Kelas |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Disiplin kelas perlu diajarkan atau ditanamkan pada siswa karena
alasan berikut. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Disiplin perlu diajarkan dan perlu dipelajari serta dihayati oleh
peserta didik, agar mereka mampu mendisiplinkan dirinya sendiri. Inilah yang
menjadi tujuan utama penanaman disiplin. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Peserta didik mampu mengendalikan diri sendiri, tanpa perlu
dikontrol oleh guru (Winzer, 1992). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Disiplin, sebagaimana diakui oleh para pakar sejak dahulu,
merupakan titik pusat berputarnya kehidupan sekolah (Turney & Cairns,
1980). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Keberhasilan dan kegagalan sekolah tergantung tingkat
ketercapaian dalam menerapkan disiplin yang sempurna. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Tingkat ketaatan siswa yang tinggi terhadap aturan kelas,
lebih-lebih jika ketaatan tersebut tumbuh dari diri sendiri, bukan
dipaksakan, akan memungkinkan terciptanya iklim belajar yang kondusif, yaitu
iklim belajar yang menyenangkan sehingga siswa terpacu untuk belajar. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Sebaliknya, tingkat ketaatan yang rendah terhadap aturan kelas
akan membuat iklim belajar yang tidak kondusif, tidak menyenangkan. Guru akan
lebih banyak berurusan dengan perilaku peserta didik yang menyimpang sehingga
pelajaran terbengkalai. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Sebagaimana diterangkan oleh Danielson (1996), belajar tidak
mungkin terjadi jika perilaku peserta didik tidak terkendali atau di luar
kontrol. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Jumlah peserta didik dalam satu kelas, lebih-lebih di negeri
kita, cukup banyak. Di kota-kota besar, satu kelas bisa terdiri dari 40-50
orang peserta didik. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Kelas yang besar ini, jika tidak diikat oleh aturan yang ditaati
bersama akan dapat menimbulkan kekacauan. Oleh karena itu, agar kelas yang
penuh sesak ini dapat menjadi tempat belajar yang menyenangkan disiplin kelas
sangat diperlukan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
6. |
Kebiasaan untuk menaati atran dalam kelas akan memberi dampak
yang lebih luas bagi kehidupan peserta didik di dalam masyarakat. Peserta
didik yang terbiasa menaati aturan di dalam kelas, akan terdorong pula
menaati aturan yang ada dalam masyarakat. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dengan demikian, kita membiasakan peserta didik kita untuk
mengikuti aturan kelas, ketika berada di luar kelas pun dia akan terbiasa
bertindak sesuai dengan aturan yang diketahuinya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
C. |
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kelas |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Untuk meningkatkan ketaatan peserta didik terhadap aturan kelas
menjadi lebih tinggi, terlebih dahuli kita harus paham benar, faktor apa yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan peserta didik. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Faktor yang mempengaruhi disiplin kelas sebenarnya sangat
kompleks, dan sering sukar untuk diidnetifikasi. Untuk memudahkan mempelajarinya,
faktor-faktor tersebut kita kelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu : |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Faktor Fisik |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Disiplin kelas dilandasi oleh adanya interaksi guru-siswa dalam
konteks (hubungan) kelas maka faktor fisik yang memmepngaruhi disiplin kelas
juga mencakup guru, peserta didik, dan ruang kelas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Kondisi fisik guru antara lain tampak dalam penampilannya, akan
mempengaruhi ketaatan peserta didik pada aturan. Guru yang penampilannya
rapi, sehat, dan tampak bersemangat akan lebih mudah mengatur peserta didiknya
daripada guru yang tampak lusuh dan lesu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Kondisi fisik peserta didik yang prima, seperti tampak pada
penampilannya serta panca indra yang sehat akan mempengaruhi ketaatan peserta
didik pada aturan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Kondisi fisik ruang kelas, yang mencakup keamanan dan susunan
peralatan, serta cara penggunaan alat-alat pelajaran juga mempengaruhi
tingkat kedisiplina peserta didik. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Faktor Sosial |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Kelas merupakan masyarakat kecil tempat para peserta didik dan
guru bergaul atau bersosialisasi. Hubungan antara guru-siswa dan tentunya
peserta didik dengan peserta didik terjadi di dalam kelas. Hubungan yang
akrab dan sehat, saling mempercayai akan mampu meningkatkan disiplin kelas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Hal ini tersirat dalam tulisan ballard yang diterbitkan pada
tahun 1925, dan dikutip oleh Turney & Cairns (1980) “hanya dalam iklim
yang saling mempercayai, saling mengerti, dan saling menghormati, peserta
didik dapat tumbuh dan berkembang”. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Di samping interaksi guru-peserta didik-peserta didik, latar
belakang sosial peserta didik, yaitu lingkungan dan orang-orang yang berada
di sekitar peserta didik juga mempengaruhi tingkat kedisiplinan peserta
didik. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Faktor Psikologi |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Faktor psikologis atau kejiwaan juga dianggap sangat berpengaruh
pada tingkat kedisiplinan peserta didik. Faktor psikologis mencakup, antara
lain perasaan (seperti sedih, sengan, marah, bosan, benci, dan sebagainya),
dan kebutuhan (seperti keinginan untuk dihargai, diakui, dan disayangi). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN BELAJAR 2 |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.2 |
Strategi Penanaman dan Penanganan Disiplin Kelas |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
A. |
Pandangan Terhadap Penanaman dan Penanganan Disiplin Kelas |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Sebagaimana halnya dengan berbagai aspek pendidikan, penanaman,
dan penanganan disiplin kelas juga disikapi secara bervariasi oleh para
pakar. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Sikap atau pandangan terhadap disiplin kelas akan menentukan cara
guru dalam menanamkan dan menangani disiplin kelas. Pandangan tersebut,
antara lain sebagai berikut. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Pandangan yang menyatakan bahwa guru harus berusaha agar peserta
didik mengerjakan apa yang diinginkan oleh guru. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Peserta didik tidak perlu tahu mengapa dia harus mengerjakan hal
tersebut atau peserta didik juga tidak perlu tahu apakah yang dikerjakannya
tersebut sesuai dengan kebutuhannya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Pandangan ini secara keras dikritik oleh Kohn (1996), yang
menginginkan adanya perubahan dalam cara memandang disiplin kelas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Pandangan ini berfokus kepada kepentingan guru (teacher
centered). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Kohn (1996) menegaskan bahwa guru seharusnya mulai dengan
pertanyaan : “Apa yang diperlukan oleh peserta didik, dan bagaimana cara saya
untuk memenuhi kebutuhan tersebut”? |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Pandangan ini berfokus kepada kepentingan peserta didik, bukan
kepentingan guru. Penganut pandangan ini berpendapat bahwa peserta didik
hendaknya diberi kesempatan untuk ikut bertanggung jawab atas disiplin kelas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Untuk itu guru jangan hanya mendiktekan apa yang harus dikerjakan
peserta didik, tetapi juga memberi kesempatan kepada peserta didik memilih
dan mengambil keputusan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Pandangan yang berfokus pada kebutuhan peserta didik ini
tampaknya senanda dengan pandangan yang diulas oleh Winzer (1995), yang
mengatakan bahwa pendekatan yang berhasil dalam membanganun disiplin adalah
pendekatan yang menghormati hak individu, mendorong peningkatan konsep diri
peserta didik, serta memupuk kerja sama. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Pandangan humanistik, yaitu pandangna yang menenkankan
kemanusiaan. Pandangan ini mengemukakan perlunya komunikasi yang terbuka dan
jujur antara orang tua dan peserta didik atau antara guru dan peserta didik. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Komunikasi yang jujur dan terbuka sangat perlu sehingga guru tahu
apa yang tidak disukai dan yang disukai peserta didik. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Pandangan kaum behaviorism, yang berpendapat bahwa perilaku dapat
dipelajari dan dikontrol. Hukuman dan penguatan merupakan dua hal yang
dianjurkan untuk digunakan dalam menegakkan disiplin. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dengan memberi penguatan, perilaku yang diharapkan dapat
ditingkatkan, sedangkan dengan memberi hukuman, perlikau yang kurang baik
dapat dihilangkan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. |
Strategi Penanaman Disiplin Kelas |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Yang umum terjadi di sekolah-sekolah adalah guru membuat
aturan/tata tertib kelas dan mendiktekannya kepada peserta didik, kemudian
menempelkannya di dinding kelas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Beberapa cara yang dapat digunakan sebagai rambu-rambu dalam
memilih cara yang tepat /sesuai dengan kondisi kelas. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Modelkan tata tertib yang sudah ditetapkan oleh sekolah |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Contoh nyata merupakan alat mengajar/mendidik yang terbaik,
terutama bagi anak-anak di SD. Sebagaimana dinyatakan oleh Elias, et al.
(1997), melalui model atau contoh yang diperlihatkan oleh guru, anak-anak
akan dapat melihat langsung perilaku keterampilan, dan sikap yang dianjutkan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Oleh karena itu, guru perlu memodelkan disiplin itu, berikut
beberpa contohnya : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Jika ingin anak-anak tidak
terlambat, kita harus mencontohkannya, dengan cara datang sebelum waktunya
atau tepat waktu. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Jika kita ingin agar anak-anak
berpakaian rapi, kita pun harus mencontohkan dengan cara berpakaian rapi. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Cara terbaik untuk menanamkan disiplin adalah dengan terlebih
dahulu mendisiplinkan diri sendiri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Adakan pertemuan kelas secara berkala, terutama jika ada atruan
yang perlu ditinjau kembali. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Pertemuan kelas dianggap oleh beberapa pakar (diantaranya
Glasser) sebagai salah satu alternatif yang efektif untuk menanamkan dan
menangani disiplin kelas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Sedang Kohn (1996) mengungkapkan bahwa pertemuan kelas dapat
berfungsi sebagai berikut : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Tempat berbagi pengalaman antar
peserta didik dan antara peserta didik-guru. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Tempat untuk mengambil keputusan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c. |
Tempat untuk membuat rencana |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
d. |
Tempat untuk melakukan refleksi,
yaitu merenungkan dan mengungkapkan perasaan tentang disiplin kelas yang
sudah berlangsung. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Terapkan aturan secara fleksibel (luwes) sehingga peserta didik
tidak merasa tertekan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Sesuaikan penerapan aturan dengan tingkat perkembangan anak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5. |
Libatkan siswa dalam membuat aturan kelas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
C. |
Strategi Penanganan Disiplin Kelas |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pada kenyataannya, kehidupan kelas tidak selalu mulus. Ada saja
gangguna yang muncul sehingga sebagai guru, kita harus mampu menangani
masalah disiplin kelas yang muncul tersebut. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Strategi ini akan kita kelompokkan menjadi 3 bagian, sesuai
dengan berat ringannya gangguan yang terjadil. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Menangani Gangguan Ringan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Gangguan-gangguan ringan yang tidak sampai mengganggu kelas
secara keseluruhan tentu sering terjadi. Gangguan ringan ini jika dibiarkan
mungkin akan berkembang menjadi gangguan berat. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Winzer (1995) menuraikan beberapa strategi yang dapat digunakan
guru untuk mengatasi gangguan ringan. Strategi tersebut antara lain sebagai
berikut : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Mengabaikan |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Gangguan kecil dan ringan yang kita anggap tidak akan
mempengaruhi yang lain dapat diabaikan saja. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Menatap agak lama |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Menatap peserta didik yang membuat gangguan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c. |
Menggunakan tanda nonverbal |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Tanda nonverbal adalah tanda-tanda berupa gerakan tubuh, seperti
mengangkat tangan, menggeleng atau menaruh tangan (telunjuk) di atas bibir. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
d. |
Mendekati |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Gerakan mendekati yang dilakukan guru akan menyebabkan peserta
didik yang melakukan pelanggaran sadar bahwa perbuatannya sudah diketahui
guru. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
e. |
Memanggil nama |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Memanggil nama peserta didik yang sedang melakukan pelanggaran
kecil akan dapat membantu memulihkan disiplin kelas asal dilakukan secara
bijaksana. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
f. |
Mengabaikan secara sengaja |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Tindakan ini didasarkan pada asumsi bahwa tingkah anak yang suka
menarik perhatian akan menjadi-jadi jika ia mendapan perhatian. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Tentu masih banyak lagi strategi/teknik yang dapat kita terapkan
untuk mengatasi gangguan ringan. Pengalaman kita sebagai guru akan memberi
bekal yang mantab bagi kita dalam menerapkan strategi yang diuraikan tersebut
sehingga kita dapat memilih strategi yang paling tepat untuk mengatasi
gangguan ringan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Yang perlu kita ingat bahwa peserta didik bukanlah objekyang
dapat kita buat semau kita, tetapi mereka adalah subjek yang bekerja sama
dengan kita dan menentukan keberhasilan pekerjaan kita. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dengan pandangan seperti ini, kita tidak akan pernah memaksakan
kehendak kita kepada peserta didik. Sebaliknya, kita akan selalu berusaha
untuk melihat apa kebutuhan mereka, dan mengupayakan agar kebutuhan tersebut
dapat terpenuhi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Menangani Gangguan Berat |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Gangguan berat atau besar adalah pelanggaran yang dilakukan siswa
yang dapat mempengaruhi peserta didik lain atau mengganggu jalannya pelajaran. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Berikut adalah strategi yang dikemukakan oleh Winzer (1995) : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Memberi hukuman |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Hukuman merupakan alat pendidikan yang masih sering
diperdebatkan. Terlepas dari berbagai pendapat yang tidak setuju akan
penggunaan hukuman, ternyata hukuman masih diperlukan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Oleh karena itulah para ahli pendidikan, di antaranya Winzer
(1995) mengingatkan agar dalam menggunakan hukuman, guru hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
1) |
Gunakan hukuman, hanya jika kita menganggap itu sangat perlu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
2) |
Mulailah dengan hukuman yang ringan. Misalnya teguran yang halus. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
3) |
Hukuman harus diberkan secara adil dan sesuai dengan tingkat
pelanggaran. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
4) |
Ketika memberikan hukuman, ajarkan juga atau contohkan apa yang
semestinya dilakukan oleh peserta didik. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
5) |
Berhati-hatilah dalam memberikan hukuman, pertimbangkan dampaknya
bagi peserta didik, dan mungkin bagi orang tua dan administrator (kepala
sekolah dan pengawas). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Jika terpaksa menghukum, pilihlah hukuman yang mendidik, yang
sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan serta kemampuan peserta
didik untuk menjalani hukuman tersebut. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Melibatkan orang tua |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Pendidikan anak merupakan tanggung jawab bersama antara orang
tua, masyarakat, dan sekolah. Oleh karena itu, wajar jika guru melibatkan
orang tua dalam menangani masalah pelanggaran disiplin. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Untuk melibatkan orang tua, ada baiknya guru membuat laporan
secara teratur kepada orang tua tentang kemajuan anaknya. Laporan ini dapat
berupa buku penghubung antara orang tua dan guru. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Jenis pelanggaran yang layak disampaikan kepada orang tua tentu
saja pelanggaran yang tak mungkin ditangani sendiri oleh guru. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Menangani perilaku agresif |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Perilaku agresif adalah perilaku menyerang yang ditunjukkan oleh
peserta didik di dalam kelas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Berikut beberapa cara untuk menangani perilaku yang demikian,
yang dikemukakan oleh Winzer (1995) : |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Mengubah/menukar teman duduk |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Jika ada peserta didik yang tampak selalu “berkelahi” atau ribut
dengan teman duduknya, kita dapat mencoba memindahkan tempat duduk anak
tersebut. Namun, kita perlu berhati-hari dalam memindahka tempat duduk, dan
sesudah pemindahan kita wajib memantau perubahan yang terjadi. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Jangan terjebak dalam konfrontasi
atau perselisihan yang tidak perlu |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Kita harus menyadari, terutama jika kita mengajar di kelas tinggi
karena perkembangannya/pertumbuhannya, anak-anak ingin bebas dari kekuasaan
melalui tindakan agresif atau konfrontasi verbal yang kasar. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c. |
Jangan melayani peserta didik yang
agresif ketika hati sedang panas |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Jika terjadi konfrontasi, usahakan mendinginkan
suasana/menenangkan hati, sebelum secara langsung berhadapan dengan
anak-anak. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
d. |
Hindarkan diri dari mengucapakan
kata-kata yang kasar atau yang bersifat menghina |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Penggunaan kata-kata kasar atau menghina, lebih-lebih yang
diucapkan dengan nada marah tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan
memperburuk hubungan guru-peserta didik |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Oleh karena itu, guru sebaiknya mendengarkan apa yang disampaikan
peserta didik, berusaha menahan diri sehinga terhindar dari pengucapan
kata-kata yang tidak senonoh. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
e. |
Konsultasi dengan pihak lain |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Jika guru dihadapkan pada perilaku agresif yang membahayakan
peserta didik lain atau guru sendiri, sebaiknya guru segera berkonsultasi
dengan pihak lain, seperti dengan teman sejawat, kepala sekolah, orang tua
peserta didik atau orang lain yang dianggap tepat. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB III |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PENUTUPAN |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3.1 |
Kesimpulan |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
a. |
Disiplin kelas merupakan salah satu komponen dari pengelolaan
kelas yang diartikan sebagai tingkat keteraturan, yang terjadi di dalam kelas
atau tingkat ketaatan peserta didik terhadap aturan kelas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
b. |
Sikap dan pandangan akan berpengaruh terhadap cara-cara guru
menangani disiplin kelas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
c. |
Dengan menggunakan rambu-rambu dalam memilih cara yang
tepat/sesuai untuk dapat dipilih/dipertimbangkan dalm menanmkan disiplin
kelas. Kita juga dapat mencobanya atau memperkaya dengan cara-cara yang
diperoleh dari pengalaman. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
d. |
Pada kenyataanya, kehidupan kelas tidak selalu mulus. Ada saja
gangguan yang muncul sehingga sebagai guru, kita harus mampu menangani
masalah disiplin kelas yang munucul tersebut. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
e. |
Cara terbaik untuk menanamkan disiplin adalah dengan terlebih
dahulu mendisiplinkan diri sendiri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3.2 |
Saran |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat mempelajari serta
memahami mareti yang disampaikan serta dapat mengambil manfaat nya. Mengingat
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun
dalam kesempurnaan penyususnan makalah ini sangat kami harapkan sehingga
materi yang disampaikan lebih mendalam dan mudah dipahami. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Daftar
Pustaka |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
W., Sri Anitah. dkk. 2020. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta:
CV. Dharmaputra |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
0 comments:
Post a Comment