MENDIDIK
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD BIASA
MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBTUHAN KHUSUS
MENDIDIKANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD BIASA
KEGIATAN
BELAJAR 1
Identifikasi dan Asesmen Anak
Berkebutuhan Khusus
langkah awal yang harus dilakukan oleh
guru yang mengajar di sekolah biasa adalah mengetahui apakah di kelasnya ada
anak yang memerlukan bantuan khusus karena mu auru harus mampu menetapkan
tingkat dapat diketahui, langkah selanjutnya guru harus mampu
menetapkan tingkat kemampuan yang dimiliki anak tersebutdalam kelainan tertentu . Dengan cara ini, guru akan kebutuhan
anak. Kedua memberi layanan pendidikan yang sesuai dengan in. yang selanjutnya
tangkah ini akan kita bahas dalam kegiatan belajar akan merupakan landasan bagi
Anda untuk merancang bantuan yang diperlukan. Oleh belajar ini, Anda diharapkan
dapat mengidentifikasi dan melakukan asesmen karena itu, setelah menyelesaikan
kegiatan terhadap ABK yang ada di kelas Anda. Untuk mencapai tujuan tersebut, baca
dengan cermat uraian dan contoh berikut, kerjakan dengan disiplin tugas dan
latihan yang diberikan, serta ukur tingkat kemampuan Anda dengan mengerjakan
tes formatif yang disediakan!
A. IDENTIFIKASI ABK
Tujuan utama identifikasi adalah mengenal atau
menemukan anak yang menyandang kelainan dan jenis kelainan yang disandangnya. Identifikasi
didasarkan pada asumsi bahwa anak-anak yang menyandang kelainan menunjukkan
penampilan atau perilaku yang sedikit banyak berbeda dari yang semestinya.
Beberapa perilaku tampak sangat nyata berbeda, misalnya pada anak yang
menyandang gangguan penglihatan, tunadaksa, dan gangguan pendengaran. Namun,
pada jenis kelainan yang lain, seperti tunagrahita ringan atau berbakat atau
anak berkesulitan belajar, kadang-kadang perilaku tersebut susah dibedakan.
Oleh karena itu, guru harus mampu mengamati anak secara cermat, dan menguasai
jenis perilaku yang ditampilkan oleh masing-masing jenis ABK. Perilaku atau
penampilan inilah yang harus diamati sebagai dasar
untuk melakukan deteksi atau identifikasi
Untuk mencapai tujuan ini, berbagai teknik dapat Anda terapkan. Teknik yang paling banyak dilakukan adalah observasi,
yaitu mengamati dengan cermat berbagai kebiasaan anak anak di kelas Anda. Dari
observasi ini. Anda akan dapat menduga apakah seorang anak mempunyai kelainan
atau tidak. Di samping observasi, identifikasi juga dapat dilakukan dengan
wawancara atau bahkan dengan tes sederhana. Mari kita kaji teknik tersebut satu
per satu!
1. Teknik Observasi
Observasi merupakan teknik yang paling
banyak digunakan dalam melakukan identifikasi. Observasi dapat dilakukan dengan
sengaja atau tidak sengaja. Misalnya saja, ketika Anda melintas di deretan
tengah siswa Anda. Anda melihat Tuti berulang kali mengedip-ngedipkan dan
mengusap-usap matanya. Ja juga menyalin dari teman sebangkunya apa yang harus
dia salin dari papan tulis. Temuan tidak sengaja ini seyogianya membuat Anda
melakukan observasi yang intensif terhadap Tuti. Anda dapat mengamati cara dia
membaca huruf-huruf yang ada di papan tulis, dan juga sikapnya ketika membaca
dari buku. Di samping itu, secara fisik Anda dapat mengamati mata Tuti, apakah
menunjukkan adanya kelainan, misalnya sering berair atau bengkak. Hasil pen
pengamatan menderita gangguan ini akan membuat Anda menduga bahwa Tuti
penglihatan.
Pada saat lain barangkali Anda menemukan
seorang anak yang selalu memiringkan kepalanya ke arah Anda ketika Anda sedang
menjelaskan sesuatu. Pengamatan ini seyogianya membawa Anda kepada dugaan bahwa
anak tersebut mungkin menderita gangguan pendengaran. Untuk memastikan dugaan
Anda, Anda dapat melakukan observasi lebih cermat dengan cara mengamati tingkah
laku anak tersebut secara saksama. Cobalah Anda ingat kembali karakteristik
fisik anak yang menderita gangguan pendengaran! Anda tentu ingat kembali bahwa
anak-anak ini akan selalu berusaha menatap lawan bicaranya, bertanya kepada
teman di sebelahnya, dan memiringkan kepalanya ke arah datangnya suara. Secara
fisik Anda juga dapat memperhatikan telinga anak tersebut, apakah daun
telinganya normal atau barangkali telinganya sering keluar air.
Jika
perilaku anak yang menderita gangguan penglihatan dan pendengaran mudah Anda
identifikasi, tidak demikian halnya dengan anak tunagrahita ringan, tunalaras,
berkesulitan belajar, dan berbakat yang mungkin ada di kelas Anda. Anda harus
memperhatikannya secara cermat perilaku mereka barangkali tidak jauh
berbeda dari anak-anak la samping itu, perilaku juga dipengaruhi oleh latar
belakang senadya etiap anak. Misalnya, ada anak yang pendiam yang dak akan
beruska dak diminta karena memang kebiasaan dari rumah seperti , bokas b
menderita kelainan. Ada anak yang banyak bicara dan suka menga eman karena
memang latar belakang budayanya seperti itu dan bukan arena dia menderita
gangguan emosional. Oleh karena itu, dalam kondi seperti ini, pengamatan atau
observasi saja tidakiah cukup. Useba uletfi harus disertai dengan teknik lain.
Sama
halnya dengan mendeteksi anak tanagrahita dan berhaka, mendeteksi atau mengidentifikasi
anak berkesulitan belajar juga tidak mudah Untuk kesulitan belajar menulis dan
membaca, gau memang dap perilaku mereka ketika menulis dan membaca dan yaga
dapat produk tulisan mereka. Namun, observasi saja tidak cukup k menduga
seorang anak menderita kesulitan belajar. Tekak lain, seperti wawancara perlu
dilakukan untuk meyakinkan dugaan kita untuk Agar observasi yang kita lakukan
dapat membantu munculnya dugaan bahwa seorang anak menderita kelainan, kita
perlu melengkapi diri dengan lembar observasi meskipun sifatinya sangat
informal Lembar observasi ini dapat Anda buat sendiri dengan cara mencantumkan
karakteristik fisik ABK dari semua jenis sebagai indikator perilaku ka lembar
observasi ini Anda buat dengan cermat, Anda akan peka terhadap munculnya
kelainan di kelas Anda. Kepekaan terhadap perilaku anak merupakan salah satu
syarat keberhasilan identifikasi. Guru yang peka terhadap perilaku anak akan
segera melihat adanya kelainan pada anak tersebut sehingga ia dapat memfokuskan
perhatiannya pada perilaku anak; dengan perkataan lain, ia secara sengaja
memperhatikan anak tersebut secara lebih cermat. Dengan demikian, proses
identifikasi dapat digambarkan sebagai berikut.
Melihat Gejala Observasi Cermat → Dugaan
Untuk
memungkinkan proses ini berlangsung, lembar observasi yang mangkin ada di
kepala Anda perlu dibuat dengan akurat. Berikut dapat Anda simak contoh lembar
observasi untuk identifikasi.
2.Teknik Wawancara
Setelah melakukan observasi, ada
kemungkinan Anda belum dapat membuat dugaan apakah anak tersebut mempunyai
kelainan atau tidak karena data yang Anda kumpulkan kurang lengkap. Untuk
melengkapnya. Anda dapat melakukan wawancara dengan orang ma siswa, teman-teman
anak tersebut atau dengan guru lain. Untuk memudahkan wawancara dengan orang tua
siswa, guru dapat menggunakan lembar observasi sebagai acuan. bahkan guru dapat
memberikan lembar observasi tersebut pada orang tua siswa sehingga orang tua
menyadari kelainan yang mungkin muncul pada anaknya. Wawancara tentu saja
difokuskan pada data yang telah Anda peroleh karena tujuan memang untuk menguji
apakah dugaan Anda benar atau salah. Misalnya, Anda menduga seorang anak
menderita tunarungu ringan karena ia sering memiringkan kepalanya ke arah
sumber suara, Anda barangkali bertanya kepada orang tua siswa apakah anaknya
cepat menyahut jika dipanggil atau cepat melakukan perintah yang diberikan
secara lisan. Hasil wawancara tersebut akan dapat menentukan apakah dugaan Anda
benar atau keliru.
3. Tes Sederhana
Tes sederhana yang dibuat sendiri oleh guru,
baik berupa tes perbuatan maupun tes tertulis dapat digunakan untuk
mengidentifikasi munculnya kelainan pada anak-anak di kelas Anda. Misalnya,
Anda melihat anak sering memiringkan kepalanya ke arah sumber suara, Anda dapat
memberikan beberapa perintah lisan dan melihat reaksi anak tersebut. Anda dapat
pula memberikan tes membaca singkat untuk mengidentifikasi apakah anak
mempunyai kesulitan belajar membaca atau Anda dapat menyuruh siswa menulis
sesuatu untuk melihat apakah dia mempunyai kesulitan belajar menulis.
Dari
berbagai teknik identifikasi di atas, Anda tentu sudah dapat menyimpulkan bahwa
identifikasi atau sering disebut deteksi adanya kelainan dapat dilakukan guru
jika guru mempunyai wawasan yang memadai tentang karakteristik ABK. Tanpa
pengetahuan dan wawasan yang memadai, guru tidak mungkin mampu
menginterpretasikan gejala yang ditunjukkan oleh anak-anak di kelasnya. Di
samping itu, kepekaan dan perhatian guru akan perilaku yang ditunjukkan oleh
para siswanya juga memegang peranan penting dalam keberhasilan identifikasi.
Dalam hal ini Anda harus selalu ingat bahwa identifikasi merupakan langkah awal
dalam menolong anak.
Selama dan
setelah melakukan identifikasi, guru menafsirkan gejala yang dilihat ditemukan,
dan tafsiran ini akan sampai pada kesimpulan apakah anak-anak yang menjadi
fokus pengamatan menunjukkan gejala kan atau tidak. Jika berdasarkan
pengamatan, wawancara atau tos sederhana tersebut, guru menyimpulkan bahwa anak
menyandang kelaman meka langkah selanjutnya adalah menetapkan tingkat kelainan
yang disandang atau tingkat kemampuan yang dimiliki anak sehingga kebutuhan
layanan pendidikan yang diperlukan dapat diberikan. Langkah inilah yang disebut
asesmen. Mari kita kaji secara cermat hakikat ásesmen sehingga Anda mampu
melakukannya untuk anak-anak di kelas Anda.
B. ASESMEN
Kata
asesmen berasal dari bahasa inggris assessment, yang secara harfiah berarti
penafsiran atau penilaian. Sejalan dengan pengertian tersebut, dalam kaitan
dengan ABK, asesmen dapat diartikan sebagai menilai atau menaksir kemampuan
yang dimiliki oleh anak sehingga hasil asesmen dapat digunakan untuk menaksir
bantuan yang diperlukan oleh anak tersebut. Jika Anda membaca berbagai buku
yang berkaitan dengan Pendidikan Khusus, Anda akan menemukan berbagai definisi
asesmen. namun maknanya hampir sama. Misalnya, McLaughlin & Lewis (1985:
5). mengutip definisi dari Wallace & McLaughlin sebagai berikut.
Educational assessment of the handicapped is a "systematic process
of
asking educational relevant questions about a student's learning
behavior for the purposes of placement and instruction".
Jika Anda simak definisi di atas secara
cermat, Anda akan sepakat bahwa makna akhir definisi tersebut adalah sama.
Secara lengkap definisi di atas menyatakan bahwa asesmen pendidikan bagi ABK
adalah satu proses yang sistematis dalam mengajukan pertanyaan pendidikan yang
relevan tentang perilaku belajar seorang siswa dengan tujuan penempatan dan
pembelajaran. Ini berarti, informasi yang diperoleh dari asesmen digunakan
untuk menempatkan anak pada sekolah atau kelas yang sesuai, serta mengembangkan
program pembelajaran yan sesuai dengan kemampuan anak tersebut.
Dalam
dunia Pendidikan Khusms, lebih-lebih di dunia Barat, asestnen merupakan
prosedur yang sangat formal, yang harus dikerjakan melalui langkah-langkah anak
dilakukang ketat. Misalnya, sebelum asesmen terhadap seorang harus ada izin
tertulis dari orang tua anak bersangkutan Hal ini berkaitan dengan kode etik
asesmen sehingga orang tua harus diberi tahu bahwa anaknya menunjukkan gejala
kelainan sehingga perlu dilakukan asesmen Izin dari orang tua sekaligus
merupakan pengakuan dari orang tua habwa anaknya menunjukkan gejala kelainan.
Selanjutnya, pemilihan instrumen atau alat asesmen, baik formal maupun informal
harus dilakukan secara ketat dalam sebuah tim yang terdiri dari para ahli
pendidikan dam pakar dalam bidang yang diduga diderita anak. Pengadministrasian
instrumen asesmen, lebih-lebih untuk instrumen yang bersifat formal sangat
ketat dan harus sesuai dengan petunjuk pengadministrasian yang setiap
instrumen. Hasil asesmen atau informasi yang didapat harus ditetapkan untuk
diinterpretasikan dan dilaporkan oleh tim, yang selanjutnya akan digunakan
untuk menempatkan anak dan menyusun program baginya. Di samping itu, selama
proses asesmen, kode etik asesmen harus dipegang teguh. Ada kode etik yang
harus dipegang teguh dalam melakukan asesmen. sebagaimana yang diungkapkan oleh
McLaughlin & Lewis (1985: 608), yaitu sebagai berikut.
1. Tidak ada kecerobohan dalam
pengadministrasian. Ini berarti, pengadministrasian dilakukan secara cermat dan
akurat, yang antara lain meliputi proses pengumpulan informasi, pencatatan
hasil tes, dan identitas siswa.
2. Tidak ada jalan pintas dalam merancang
rencana asesmen seorang siswa. Ini berarti langkah-langkah dalam melakukan
asesmen harus diikuti secara cermat sehingga tidak ada langkah yang
dilampaui/dilewati.
3. Tidak ada kecurangan dalam pemberian
skor. Skor harus diberikan secara objektif sehingga benar-benar menggambarkan
perilaku/ kemampuan anak yang sesungguhnya.
4. Dalam pertemuan, anggota tim tidak
boleh diwakili. Anggota tim wajib ikut dalam pertemuan yang membahas berbagai
aspek asesmen. Dengan demikian, hasil pembahasan akan sesuai dengan persepsi
anggota tim yang sesungguhnya. 5. Tidak ada tindakan yang bersifat
diskriminatif. Semua siswa harus diperlakukan sama dalam asesmen. Dengan
demikian, tidak ada pilih kasih. Contoh tindakan diskriminatif,
misalnya asesmen terhadap Andi akan dilakukan terlebih dahulu karena ia
anak orang terkenal, sedangkan asesmen terhadap Tita yang menunjukkan gejala
yang hampir sam ditunda dulu.
Dengan
menyimak kode etik di atas, tentu dapat
memahami betapa ketatnya asesmen tersebut harus dilakukan. Keketatan ini dapat
kita paham jika kita kaitkan dengan pemanfaatan hasil asesmen. Hasil yang
keliru akan membawa bencana bagi anak. Anak tidak akan mendapat tempat dan
program pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga potensi yang kita
harapkan akan berkembang, mungkin akan terbenam. Hal ini dapat kita bandingkan
dengan diagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter (meskipun kondisinya tidak
sama persis). Jika dokter salah dalam melakukan diagnosis, obat yang diberikan
tidak akan menyembuhkan pasien, bahkan mungkin akan membuat sakit pasien
semakin parah. Oleh karena itu, kehati hatian dan kecermatan sangat perlu
ditunjukkan dalam melakukan asesmen than melan Jika asesmen begitu ketat, mungkinkah
seorang guru yang mengajar di sekolah biasa seperti Anda melakukan asesmen?
Jawabnya, sudah pasti mungkin. Di Indonesia, lebih-lebih untuk melakukan
asesmen terhadap ABK yang mungkin ada di SD biasa, asesmen dilakukan secara
informal oleh guru, yang pada umumnya menggunakan instrumen yang bersifat
informal. Namun demikian, prosedur dan kode etik asesmen sebaiknya kita ikuti
secara cermat. Misalnya, tentu akan sangat baik jika orang tua siswa diberi
tahu bahwa anaknya menunjukkan gejala kelainan dan guru akan melakukan
pengamatan lebih jauh terhadap anak tersebut. Kode etik yang lima butir
tersebut perlu kita pegang teguh, agar informasi yang kita peroleh dari asesmen
benar-benar menggambarkan perilaku atau kemampuan anak yang sesungguhnya Tentang
tim yang melakukan asesmen, sebagai guru di SD, Anda dapat membentuk, kemudian
berunding dengan teman sejawat, kepala sekolah atau barangkali guru Pendidikan
Khusus yang Anda kenal. Dengan cara seperti ini, kita berusaha melakukan
asesmen dengan menerapkan rambu-rambu standar dalam kadar tertentu.
Sebagaimana
sudah berkali-kali kita sebutkan, asesmen merupakan tindak lanjut dari
identifikasi. Jika identifikasi menghasilkan dugaan bahwa seorang siswa
menyandang kelainan tertentu, misalnya kesulitan belajar menulis maka untuk
mengetahui kejelasan dugaan tersebut. Anda perlu melakukan asesmen. Dari
asesmen yang dilakukan tersebut, Anda diharapkan mendapat informasi yang akurat
tentang perilaku/kemampuan anak tersebut,
yang sekaligus merupakan informasi
tentang tingkat kelaina disandang, yang selanjutnya mengacu kepada kebutulan
siswa akan bantuan khusus. Inilah yang merupakan tujuan mams asesmen. Sejalan
dengan tujuan tersebut, sebagaimana sudah disebutkan di atas, asesimen
dilakukan melalui berbagai instrumen, baik yang berupa instrumentes formal
maupun tes buatan guru (informal). Di Indonesia, tes yang bersifat formal agak
susah didapat. Oleh karena itu, Anda disarankan untuk mampu menyustin sendin
tes yang bersifat informal atau buatan guru. Hasil tes ini akan memberi
informasi tentang tingkat kelainan yang disandang dan jenis bantuan yang
diperlukan.
Sesuai
dengan definisi asesmen, bidang-bidang yang menjadi sasaran asesmen harus
selalu berkaitan dengan pendidikan. Bidang tersebut antara lain mencakup
kemampuan akademik, kemampuan belajar, perilaku dalam kelas, serta kesulitan
belajar tertentu, seperti kesulitan belajar menulis, membaca, dan berhitung.
Oleh karena asesmen ini bersifat individual maka alat asesmen untuk setiap anak
berbeda sesuai dengan dugaan kelainan sebagai hasil identifikasi. Oleh karena
itu, ada anak yang hanya diakses untuk kemampuan menulis, kemampuan mendengar
(memahami bahasa lisan) atau hanya untuk kemampuan membaca. Dengan penjelasan
ini, Anda dapat memahami bahwa asesmen untuk setiap anak bersifat unik karena
kemampuannya juga bersifat unik.
Dalam
Modul 8, Anda telah mempelajari berbagai alat asesmen untuk kesulitan belajar
membaca, menulis, dan berhitung/matematika. Contoh alat asesmen juga sudah ada
pada Modul 8. Alat asesmen dapat Anda cobakan jika dari hasil identifikasi,
Anda menemukan ada siswa di kelas Anda yang mengalami kesulitan belajar yang
terkait dengan alat asesmen tersebut. Kemungkinan Anda menemukan siswa yang
mengalami kesulitan belajar sangat besar karena menurut hasil penelitian,
jumlah anak-anak SD yang mengalami kesulitan belajar cukup besar, yaitu
kesulitan belajar berhitung 57,5%, kesulitan membaca 51,2%, dan kesulitan
belajar menulis 31.7% (Herry Widyastono, 1997). Oleh karena itu, mari kita coba
kembangkan berbagai contoh mengidentifikasi dan melakukan asesmen terhadap anak
berkesulitan belajar dan kelainan yang lain, agar wawasan Anda menjadi lengkap.
Cobalah Anda simak dengan cermat contoh-contoh berikut ini. Bandingkan contoh
ini dengan para siswa yang ada di kelas Anda, bahkan jika perlu dan sesuai,
terapkanlah contoh ini di kelas Anda!
Contoh :
Ibu Sriyuni, seorang guru SD yang mengajar di
kelas 3, merasa sangat risau akan kemampuan membaca Tedi. Telah berulang kali
Bu Sri mendapatkan Tedi membaca sambil menunjuk terus pada kata-kata yang
dibacanya. Di samping itu, pengamatan yang dilakukan oleh Bu Sri selama
seminggu menunjukkan bahwa Tedi selalu ingin menghindar jika mendapat giliran
membaca. Jika dia terpaksa membaca, Tedi sering membuat banyak kesalahan dan
ditertawakan oleh teman-temannya. Berdasarkan pengamatan tersebut, Bu Sri
memutuskan untuk memberi perhatian yang lebih serius pada kemampuan membaca
Tedi. Bu Sri memilih beberapa alat asesmen informal yang diberikan oleh
temannya yang pernah mengikuti pelatihan tentang Menangani Anak Berkesulitan
Belajar. Alat asesmen yang digunakan oleh Ibu Sriyuni terdiri dari lembar
observasi dan procedure cloze. Observasi dilakukan oleh Ibu Sriyuni selama
seminggu, sedang tes berupa Procedure Cloze diberikannya 3 kali. Hasil
observasi dan tes Procedure Cloze diolah dan kemudian Ibu Sri sampai pada
kesimpulan berikut.
A. Tedi mengalami kesulitan dalam
memenggal kata, terutama kata yang terdiri dari 3 suku kata atau lebih.
Misalnya, dia membaca kata tetapi, dia membaca tet-api, kata keluarga,
dibaca kel-uar-ga.
B. Tedi mendapat kesulitan dalam
membaca vokal ganda, seperti baik, biak, buah, yang selalu dibacanya bek, bik,
dan buh. Dari 3 kali procedure cloze yang diberikan, Tedi hanya berhasil
melengkapi 5 kata dengan benar dari 36 kata yang harus diisinya.
C. menunjukkan bahwa Tedi mendapat kesulitan dalam memahami isibacaan dan
menebak kata dari konteks.
KEGIATAN BELAJAR 2
Tindak Lanjut
Pelayanan Pendidikan bagi ABK
A. Mengidentifikasi Jenis Layanan Pendidikan yang Dibutuhkan ABK
Hasil
asesmen haruslah ditafsirkan oleh tim asesmen. Penafsiran hasil asesmen dapat
dilakukan bersama kolega (teman guru lain), kepala sekolah atau dengan teman
guru Pendidikan Khusus yang dikenal. Penafsiran harus dilakukan secara cermat
karena hasilnya akan digunakan untuk mengembangkan programnya.
Untuk melakukan penafsiran hasil asesmen,
rambu-rambu berikut dapat kita jadikan acuan.
1. Tujuan asesmen adalah mengukur atau menafsirkan kemampuan yang dimiliki
oleh siswa dalam bidang yang kita duga u mengalami masalah kelainan. Oleh
karena itu, penafsiran hasil asesmen harus selalu mengacu kepada tujuan
tersebut.
2. Hasil asesmen akan digunakan untuk mengembangkan program bantuan program
pembelajaran bagi anak tersebut.
3. Penafsiran terutama didasarkan pada informasi yang relevan, sedangkan
informasi lain hanya digunakan sebagai penunjang.
Dari hasil penafsiran asesmen kita dapat
memperkirakan atau menafsirkan kebutuhan layanan pendidikan yang diperlukan
oleh siswa yang bersangkutan, berikut langkah-langkah yang perlu kita
pertimbangkan dalam penafsiran kebutuhan layanan pendidikan.
1. Tetapkan kemampuan yang semestinya dikuasai oleh anak Untuk menetapkan
kemampuan ini, Anda dapat mengacu kepada kurikulum yang sedang berlaku,
Misalnya, anak Kelas 1 SD Cawu III, semestinya sudah mampu menulis dengan
bentuk buruf yang benar serta jarak huruf dan jarak kata yang teratur.
2. Deskripsikan kemampuan yang dimiliki anak berdasarkan hasil asesmen.
Deskripsi ini dapat kita buat berdasarkan penafsiran hasil asesmen.
3. Bandingkan kemampuan yang dimiliki anak dengan kemampuan yang seharusnya
dia kuasai
4. Gambarkan kesenjangan antara kemampuan yang dimiliki anak dengan
kemampuan yang harus dia miliki.
5. Berdasarkan kesenjangan tersebut, tafsirkan kebutuhan program layanan
pendidikan untuk mencapai kemampuan yang semestinya.
Berdasarkan rambu-rambu dan langkah-langkah di atas,
mari kita coba melakukan penafsiran terhadap hasil asesmen dan penafsiran
kebutuhan dari 4 kasus/contoh yang kita kaji dalam Kegiatan Belajar 1.
Dalam Contoh 1, hasil asesmen menunjukkan bahwa
Tedi:
a. Mengalami kesulitan dalam memenggal kata sehingga dia mengucapkan kata
yang terdiri dari tiga suku atau lebih dengan penggalan yang salah;
b. Mempunyai kesulitan membaca vokal ganda, seperti baik, biak, dan buah
sehingga kata-kata tersebut dibaca dengan ucapan yang salah;
c. Mendapat kesulitan dalam memahami isi bacaan dan menebak kata dari
konteks sehingga hanya dapat menjawab lima kata dari 36 kata yang ditebaknya.
Siswa
kelas 3 semestinya sudah mampu membaca kata dengan lancar dan dengan
pemenggalan yang benar, mengucapkan vokal ganda dengan benar, serta semestinya
sudah mampu memahami isi bacaan sederhana sehingga dia dapat menebak kata-kata
tertentu dari konteks bacaan atau kalimat. Pada kenyataannya, kemampuan Tedi belum
sampai ke sana la masih mendapat kesulitan dalam mengucapkan kata dengan
pemenggalan yang benar dan pengucapan vokal ganda, serta masih mendapat
kesulitan dalam memahami isi bacaan. Berdasarkan kesenjangan ini, kita dapat
menafsirkan kebutuhan layanan pendidikan bagi Tedi dalam membaca, yaitu Tedi
memerlukan bantuan atau layanan khusus dalam :
a. Memenggal kata, terutama untuk kata-kata yang terdiri dari tiga suku kata
atau lebih;
b. Membaca vokal ganda atau dua vokal yang tidak diselingi oleh konsonan;
c. Memahami isi bacaan serta menebak kata dari konteks.
Dari Contoh 2, hasil asesmen menunjukkan
bahwa Rita mendapat kesulitan belajar menulis, yang secara terperinci terdiri
dari:
a. Kesulitan membedakan bentuk huruf sehingga ia menuliskan huruf a, u. dan
dengan bentuk yang hampir sama, demikian pula bentuk huruf e dan l;
b. Kesulitan dalam memelihara jarak huruf dan jarak kata sehingga tulisan
yang dibuatnya menunjukkan jarak huruf dan jarak kata yang tidak eratur;
c. kesulitan dalam jaan sehingga banyak kata yang salah eja, termasuk
menambah dan mengurangi atau menukar Ineuf schingga tulisannya banyak yang
salah eja
Siswa
Kelas 1 SD Cawu 3 semestinya sudah mang menulis huruf dengan bentuk yang benar
serta mampu memelihara jarak huruf dan jarak kata, di samping sudah mampu
mengeja kata-kata yang sesuai untuk anak Kelas 1 Namun, pada kenyataannya Rita
belum mampu menguasai kemampuan tersebut Tulisannya belum dapat dibaca karena
bentuk huruf a, u dan o yang hampir sama, serta masih mengalami kesulitan dalam
menulis kata dengan ejaan yang benar. Berdasarkan kesenjangan tersebut kita
dapat menafsirkan bahwa untuk mencapai kemampuan yang semestinya dikuasai, Rita
memerlukan bantuan layanan pendidikan sebagai berikut.
a. Rita memerlukan bantuan dalam membedakan bentuk huruf serta menggambar
huruf .
b. Rita memerlukan bantuan dalam membuat jarak yang tetap antarhuruf
dan antar kata.
c. Rita memerlukan bantuan dalam mengeja kata dan membedakan bunyi yang
dilambangkan oleh setiap huruf.
Selanjutnya,
hasil asesmen pada Contoh 3 menunjukkan bahwa Irman mengalami gangguan
pendengaran yang diakibatkan oleh masuknya binatang ke dalam telinganya.
Sebagai akibat dari gangguan tersebut, Irman sangat lamban menangkap perintah
lisan, tetapi ia tidak mengalami kesulitan dengan perintah tertulis.
Anak normal
seusia Irman semestinya mampu memahami perintah lisan dengan cepat dan tidak
akan menunjukkan gerak-gerak yang mencurigakan Kenyataannya Irman sering
menunjukkan gerak-gerak yang mencurigakan dan tidak mampu memahami perintah
lisan secara cepat, tetapi kalau diberi perintah tertulis, ia dapat memahami
dan mereaksi secara cepat. Latar belakang dari ketidakmampuan ini adalah satu
peristiwa yang menyebabkan Irman mengalami gangguan pendengaran. Berdasarkan
tafsiran dan fakta fakta tersebut, kita dapat memperkirakan bahwa bantuan
layanan yang dibutuhkan oleh Irman adalah layanan yang berkaitan dengan asesmen
untuk gangguan pendengarannya dan upaya untuk mengatasinya.
Terakhir,
dan Contoh 4, kita dapat menyimak bahwa hasil asesmen menunjukkan Trini mendapat
kesulitan atau masalah dalam mengisi waktu luang setelah selesai mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan sehingga ta menjadi pengganggu teman-temannya. Hal
ini disebabkan kemampuan intelektual Trini yang melebihi teman-temannya.
Padahal, untuk ukuran anak pormal, tugas-tugas yang diberikan oleh guru sesuai
dengan waktu yang disediakan untuk menyelesaikannya. Berdasarkan hasil ascumen
dan kesenjangan tersebut, kita dapat menafsirkan bahwa Trini memerlukan bantuan
dalam mengisi waktu luangnya.
Tidak
mustahil kasus-kasus yang dicontohkan tersebut memang pernah terjadi di kelas
Anda. Kasus-kasus yang terjadi dengan ABK yang ada di SLB mungkin jauh lebih
parah dari kasus-kasus ini dan penanganannya pun lebih rumit dan kompleks. Di
negara-negara lain, seperti Amerika, penanganan seperti ini bahkan harus sesuai
dengan undang-undang karena memang undang-undang yang berkaitan dengan
perlindungan hak ABK sangat banyak.
Sebagaimana
sudah Anda kaji dalam Kegiatan Belajar 1, dan juga dalam Modul 2, dalam setiap
tahap pelayanan (mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi dan tindak
lanjut), pelayanan pendidikan harus dilakukan secara kolaboratif. Oleh karena
itu, sebagai guru di sekolah biasa, sebagaimana halnya dengan langkah-langkah
identifikasi dan asesmen, tahap penafsiran ini pun sebaiknya Anda lakukan dalam
tim. Misalnya, untuk penafsiran hasil asesmen pada Contoh 1, 2, dan 4, Anda
dapat berkolaborasi dengan teman guru lainnya, dengan guru Pendidikan Khusus
yang mungkin Anda kenal, dan dengan kepala sekolah. Untuk Contoh 3, sebaiknya
Anda bekerja sama dengan orang tua siswa, kepala sekolah, dan jika mungkin
dengan seorang dokter THT atau dengan guru Pendidikan Khusus dan SLB-B. Dengan
cara berkolaborasi, penafsiran mungkin akan menjadi lebih tepat, lebih-lebih
jika sejak langkah identifikasi semua anggota tim sudah dilibatkan. Meskipun di
Indonesia secara eksplisit belum ada undang-undang yang mengatur tentang
penanganan layanan pendidikan seperti ini, namun kita harus selalu berhati-hati
agar usaha yang kita lakukan benar-benar sesuai dengan kebutuhan ABK, dan bukan
malah menjerumuskan ABK. Kita harus selalu menjaga agar usaha yang kita lakukan
dapat menolong anak yang mengalami kesulitan atau yang mempunyai kelainan untuk
keluar dari kesulitan tersebut berkembang secara optimal. Oleh karena peran
guru-guru di sekolah biasa untuk menolong ABK yang mungkin ada di kelasnya
sangat besar.
B. Mengembangkan Program Layanan Pendidikan
Hasil
asesmen dan segala usaha untuk menafsirkan kebutuhan layanan pendidikan bagi
ABK yang ada di kelas tidak akan ada
artinya, jika kita tindak lanjuti dengan pengembangan program. Idealnya
pengembangan program juga oleh tim yang menangani anak ini sejak tahap
identifikasi Program Program Pengajaran Individual (PPI) karena memang program
tersebut secara individual. Keputusan mengembangkan PPI bagi anak tertentu
didasarkan pada kebutuhan anak yang tidak mungkin akan terpenuhi jika tidak
diberikan layanan pendidikan secara individual. Sepanjang kebutuhan tidak dan
mungkin belum perlu dikembangkan.
Secara
sederhana, format PPI dapat kita buat dengan format sebagai berikut,
Program
Pengajaran Individual
Nama siswa :
Jenis :
Kelas :
Bidang Kesulitan :
Kemampuan yang semestinya dikuasai :
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . .
Kemampuan nyata yang dikuasai :
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . .
Informasi lain yang relevan :
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . Tujuan Umum :
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . .
Tujuan Khusus :
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . .
Materi Pelajaran :
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . .
Media dan Sumber :
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . .
Penilaian :
Prosedur : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. .
Jenis dan Alata Penilaian :
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . .
Mengetahui
Kepala
Sekolah Guru
Pendamping
. . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
Jika Anda
kaji dengan cermat format tersebut di atas, Anda akan sepakat bahwa format
tersebut hampir sama dengan format Rencana Pembelajaran atau yang menurut PP
No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 20, disebut sebagai
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang Anda buat setiap hari. Bedanya,
format PPI hanya diperuntukkan bagi seorang siswa yang identitasnya dicantumkan
secara eksplisit, sedangkan rencana pembelajaran yang biasa Anda kembangkan
dibuat untuk satu kelas PPI dibuat untuk setiap anak yang memerlukan layanan
pendidikan khusus karena kemampuan dan kebutuhan setiap anak memang berbeda.
Dengan demikian, kebutuhan anak tidak akan tertangani secara baik jika kita
mengembangkan satu program untuk semua anak yang memerlukan bantuan khusus.
Namun, adakalanya ada layanan khusus atau program bagi anak yang dapat kita
lakukan di kelas, seperti halnya program bagi anak berbakat yang diminta
membantu teman-temannya dalam mengerjakan tugas tertentu. Di samping itu, jika
ada anak yang menunjukkan kebutuhan layanan pendidikan yang hampir sama, Anda
tentu dapat mengembangkan satu program bagi keduanya dengan diberi catatan pada
butir-butir yang menunjukkan perbedaan. Agar Anda mendapat gambaran yang lebih
jelas, mari kita kembangkan satu PPI dengan mengambil kasus yang sudah kita
bahas, yaitu kasus pada Contoh 1.
Program
Pengajaran Individual
Nama siswa : Tedi
Jenis Kelamin :Laki-laki
Kelas :
3
Bidang Kesulitan : Membaca
Kemampuan yang Semestinya Dikuasal :
1. Dapat membaca dengan ucapan yang benar secara
2. Dapat memahami isi bacaan
3. Dapat menebak kata dari konteks kalimat/bacaan.
Kemampuan Nyata yang Dikuasal :
1. Membaca kata yang terdiri dari 3 suku kata atau lebih dengan penggalan
yang salah.
2. Membaca vokal ganda dengan ucapan yang salah.
3. Hanya dapat memahami kurang lebih 15% dari kata-kata yang semestinya
dapat dipahami dalam konteks bacaan.
Informasi Lain yang Relevan:
1. Masih sering membaca dengan menunjuk kata yang dibaca.
2. Sering menghindari giliran membaca.
Tujuan Umum:
1. Tedi dapat membaca dengan ucapan yang benar secara lancar.
2. Tedi dapat memahami isi bacaan.
Tujuan Khusus:
1.1 Tedi dapat membaca kata yang terdiri dari tiga suku kata atau lebih
dengan penggalan yang benar.
1.2 Tedi dapat mengucapkan vokal ganda dengan benar.
2.1 Tedi dapat menjawab pertanyaan tentang isi wacana yang diberikan.
2.2 Tedi dapat menemukan kata yang tepat untuk melengkapi kata-kata yang
dihilangkan dalam satu wacana singkat.
Materi Pelajaran:
1. Kata-kata yang terdiri dari 3 suku kata atau lebih, seperti bencana,
keluarga, menyeberang, menulis, menggambar, bersemangat.
2. Kata-kata yang mengandung vokal rangkap, seperti baik, buah, laik, lain,
berkembang biak, sauh, riang.
3. Wacana singkat yang banyak memuat kata-kata yang terdiri dari 3 atau
lebih suku kata dan kata-kata yang mengandung vokal rangkap. Wacana ini
dilengkapi dengan gambar-gambar yang menarik yang menggambarkan makna dalam
wacana.
Penilalan:
1. Prosedur Penilaian: Penilaian kemajuan Tedi dilakukan selama proses
latihan berlangsung dan pada akhir masa latihan.
2. Jenis dan Alat Penilalan: Penilaian akan dilakukan dengan tes perbuatan,
tes lisan, dan tes tertulis. Tes perbuatan berupa tugas untuk
membaca/mengucapkan kata, kalimat dan membaca paragraf, tes lisan berupa
pertanyaan isi bacaan, dan tes tertulis berupa mengisi kata-kata yang
dihilangkan, semacam prosedur cloze (mulai dari yang paling sederhana sampai ke
yang agak sukar). Selama melaksanakan latihan, digunakan lembar observasi
berikut untuk merekam kemajuan Tedi.
Tabel 9.3
Lembar Observasi
Nama : Tedi
No |
Aspek yang dinilai |
Jumlah jawaban benar pada latihan ke - |
keterangan |
|||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
|||
1 |
Pengucapan kata terpisah : a. Pemenggalan b. Vocal ganda |
|
|
|
|
|
|
|
2 |
Pengucapan kata dalam kalimat : a. Pemenggalan b. Vokal rangkap |
|
|
|
|
|
|
|
3 |
Pengucapan kata dalam wacana : a. Pemenggalan b. Vokal rangkap |
|
|
|
|
|
|
|
4 |
Pemahaman : a. Makna kalimat b. Makna paragraph |
|
|
|
|
|
|
|
5 |
Menebak kata : a. Dalam kalimat b. Dalam paragraf |
|
|
|
|
|
|
|
Contoh pengembangan PPI yang terdapat pada Tabel 9.3 merupakan contoh yang dapat dipersiapkan guru
untuk memberikan layanan pendidikan sebagai tindak lanjut hasil asesmen yang
telah dilakukan pada Tedi. Sepintas lalu barangkali Anda akan menganggap bahwa pekerjaan
ini terlalu menyita waktu Anda sebagai guru di sekolah biasa. Namun, jika Anda
cermati betapa pentingnya waktu yang Anda sediakan untuk mengerjakan hal itu
bagi perkembangan potensi siswa, jerih payah Anda akan terobati. Untuk
kepentingan praktis. Anda tentu dapat melakukan modifikasi atau perubahan,
asalkan butir-butir penting dari PPI tersebut dapat memandu anda dalan
pelaksanaan program.
Dengan melihat contoh PPI semua kasus dari contoh kasus 1 dan 2 dapat
dilalui, langkah pengembangannya sama namun bidang kesulitannya yang berbeda.
Sedangkan contoh kasus 3 (Irman) nampaknya harus mengembangkan 2 jenis program.
Yatitu dengan memanggil seorang dokter THT atau audiolog. Dan juga dengan penggunaan alat peraga visual.
Terwujudnya program referral atau
rujukan mungkinakan memakan waktu yang cukup lama khususnya di daerah
terpencil. Oleh karena itu perlu mengembangkan program kedua yaitu yang dapat
dilakukan sendiri untuk memenuhi kebutuhan siswa.
Begitupun ketika siswa anada mempunyai gangguan penglihatan pasti anda
harus berpedoman pada karakteristik anak tunanetra. Anda harus melakukan
beberapa penyesuaian kelas, seperti memindahkan tempat duduk ke deretan depan,
lebih banyak memberikan perintah lisan, serta mengguanakan alat peraba.
Untuk kasus terakhir (Trini) anda dapat melakukan program pertama berupa
tugas yang sifatnya memperkaya pengetahuan Trini. seperti dengan memberi tugas
membaca, mengerjakan sesuatu, melakukan eksplorasi atau percobaan dan
sebagainya. Program kedua sering disebut program mentor (Clark, 1983) yaitu
Trini dapat diberi tugas untuk membantu temannya terytama yang lamban
mengerjakan tugas. Terlepas dari program yang dirancang harus tetap mengacu
pada tujuan utama yaitu Trini dapat memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan
yang positif.
C. Pelaksanaan Program
Dengan berpegang pada PPI yang sudah
dikembangkan, anda segera dapat melaksanakan program. Sebelum pelaksanaan
program, berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program perlu
dipersiapkan. Hal-hal tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Jadwal pelaksanaan harus disiapkan sesuai dengan rencana pada PPI.
Misalnya, Tedi akan diberi latihan di luar jam pelajaran, 3 kali dalam
seminggu. Hari dan waktu yang akan digunakan haruslah ditetapkan secara
eksplisit. Misalnya, setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat, setelah sekolah usai,
dari pukul 12.00 – 12.30.
2. Materi pelajaran serta media yang akan digunakan seperti kartu kata,
kalimat dan paragraf serta rekaman bacaan harus disiapkan secara tuntas.
3. Pemberitahuan kepada orang tua Tedi harus dilakukan sebelum pelaksanaan
dimulai. Pemberitahuan ini sangat penting agar orang tua mendapat informasi
yang benar tentang kegiatan sekolah yang harus dijalani oleh anaknya. Di
samping itu, dengan pemberitahuan ini, orang tua juga dilibatkan sebagai
anggota tim yang dapat diminta untuk memonitor kemajuan anaknya.
4. Jika guruakan dibantu oleh anggota tim lain, misalnya guru lain, tim
harus menetapkan langkah-langkah pelaksanaan dan peran masing-masing anggota
tim. Dengan cara ini, setiap anggota tim akan menyadari tugasnya sendiri dan
tugas anggota tim lainnya.
Selama pelaksanaan program, guru
melakukan penilaian kemajuan Tedi dengan menggunakan lembar observasi yang
telah dipersiapkan. Lembar observasi ini akan dimanfaatkan oleh guru untuk
memperbaiki atau melakukan perubahan pada latihan berikutnya. Dengan cara ini,
kesalahan dalam latihan segera dapat diperbaiki sehingga tidak berlarut-larut.
Pada akhir program, Tedi diberikan tes
akhir untuk melihat tingkat pencapaian dia pada akhir latihan. Sesuai dengan
yang tercantum dalam PPI, tes akhir diberikan dalam bentuk tes perbuatan, tes
lisan, dan tes tertulis. Hasil tes akhir bersama dengan hasil observasi dan
catatan akhir latihan dikumpulkan sebagai bahan untuk melakukan penilaian
program.
D. Penilaian Program Pelayanan Pendidikan
Program yang telah dilaksanakan haruslah
dinilai keefektifannya bagi Tedi. Penilaian terutama ditekankan pada dampak
program terhadap Tedi, berdasarkan hasil observasi/catatan setiap latihan dan
hasil tes akhir. Hasil tes akhir dibandingkan dengan tujuan yang harus dikuasai
Tedi. Seandainya tujuan tersebut belum dapat dikuasai maka setiap komponen
program harus dinilai sumbangannya terhadap pencapaian tujuan tersebut.
Kemungkinan penilaian/pertimbangan yang dapat kita lakukan untuk setiap
komponen program antara lain sebagai berikut :
1. Barangkali tujuan yang kita tetapkan terlalu tinggi bagi Tedi.
2. Barangkali materi yang kita siapkan kurang menarik bagi Tedi atau kurang
relevan dengan tujuan yang akan dicapai.
3. Bagaimana kesesuaian latihan atau kegiatan belajar dengan kemampuan Tedi?
Barangkali terlampau berat atau Tedi sudah lelah ketika melakukan latihan
tersebut. Atau bagaimana suasana latihan secara keseluruhan. Apakah Tedi merasa
gembira atau merasa tertekan ketika melakukan latihan?
4. Bagaimana kualitas tes yang kita berikan? Apakah sudah sesuai untuk
mengukur tujuan yang ingin dicapai atau barangkali ada hambatan dalam
pelaksanaan?
Dengan melakukan pertimbangan di atas dan
menelaah hasil observasi dan catatan pada setiap latihan, kita dapat menetapkan
keefektifan program. Sebenarnya, pada akhir setiap latihan, hasil observasi,
dan catatan guru dimanfaatkan untuk memperbaiki latihan maka keefektifan
program sudah dinilai sejak awal dan sudah dilakukan perbaikan langsung. Perbaikan
ini tentu mencakup materi dan media yang digunakan, kegiatan belajar, seperti
jenis dan frekuensi latihan yang diberikan, serta perbaikan suasana latihan.
Perbaikan langsung ini jauh lebih baik daripada penilaian yang hanya dilakukan
pada akhir program. Akhirnya, anda tentu harus melaporkan hasil program
pelayanan pendidikan ini kepada anggota tim yaitu teman sejawat dan orang tua
Tedi.
DAFTAR PUSTAKA
I.G.A.K Wardani, dkk. (2021). Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Universitas Terbuka.
0 comments:
Post a Comment