Wednesday 8 June 2022

MENDIDIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

0 comments

 

MENDIDIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD BIASA

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBTUHAN KHUSUS

 


MENDIDIKANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD BIASA

            KEGIATAN BELAJAR 1

Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus

langkah awal yang harus dilakukan oleh guru yang mengajar di sekolah biasa adalah mengetahui apakah di kelasnya ada anak yang memerlukan bantuan khusus karena mu auru harus mampu menetapkan tingkat dapat diketahui, langkah selanjutnya guru harus mampu menetapkan tingkat kemampuan yang dimiliki anak tersebutdalam  kelainan tertentu . Dengan cara ini, guru akan kebutuhan anak. Kedua memberi layanan pendidikan yang sesuai dengan in. yang selanjutnya tangkah ini akan kita bahas dalam kegiatan belajar akan merupakan landasan bagi Anda untuk merancang bantuan yang diperlukan. Oleh belajar ini, Anda diharapkan dapat mengidentifikasi dan melakukan asesmen karena itu, setelah menyelesaikan kegiatan terhadap ABK yang ada di kelas Anda. Untuk mencapai tujuan tersebut, baca dengan cermat uraian dan contoh berikut, kerjakan dengan disiplin tugas dan latihan yang diberikan, serta ukur tingkat kemampuan Anda dengan mengerjakan tes formatif yang disediakan!

A. IDENTIFIKASI ABK

 Tujuan utama identifikasi adalah mengenal atau menemukan anak yang menyandang kelainan dan jenis kelainan yang disandangnya. Identifikasi didasarkan pada asumsi bahwa anak-anak yang menyandang kelainan menunjukkan penampilan atau perilaku yang sedikit banyak berbeda dari yang semestinya. Beberapa perilaku tampak sangat nyata berbeda, misalnya pada anak yang menyandang gangguan penglihatan, tunadaksa, dan gangguan pendengaran. Namun, pada jenis kelainan yang lain, seperti tunagrahita ringan atau berbakat atau anak berkesulitan belajar, kadang-kadang perilaku tersebut susah dibedakan. Oleh karena itu, guru harus mampu mengamati anak secara cermat, dan menguasai jenis perilaku yang ditampilkan oleh masing-masing jenis ABK. Perilaku atau penampilan inilah yang harus diamati sebagai dasar

untuk melakukan deteksi atau identifikasi Untuk mencapai tujuan ini, berbagai teknik dapat Anda terapkan. Teknik  yang paling banyak dilakukan adalah observasi, yaitu mengamati dengan cermat berbagai kebiasaan anak anak di kelas Anda. Dari observasi ini. Anda akan dapat menduga apakah seorang anak mempunyai kelainan atau tidak. Di samping observasi, identifikasi juga dapat dilakukan dengan wawancara atau bahkan dengan tes sederhana. Mari kita kaji teknik tersebut satu per satu!

1. Teknik Observasi

Observasi merupakan teknik yang paling banyak digunakan dalam melakukan identifikasi. Observasi dapat dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja. Misalnya saja, ketika Anda melintas di deretan tengah siswa Anda. Anda melihat Tuti berulang kali mengedip-ngedipkan dan mengusap-usap matanya. Ja juga menyalin dari teman sebangkunya apa yang harus dia salin dari papan tulis. Temuan tidak sengaja ini seyogianya membuat Anda melakukan observasi yang intensif terhadap Tuti. Anda dapat mengamati cara dia membaca huruf-huruf yang ada di papan tulis, dan juga sikapnya ketika membaca dari buku. Di samping itu, secara fisik Anda dapat mengamati mata Tuti, apakah menunjukkan adanya kelainan, misalnya sering berair atau bengkak. Hasil pen pengamatan menderita gangguan ini akan membuat Anda menduga bahwa Tuti penglihatan.

Pada saat lain barangkali Anda menemukan seorang anak yang selalu memiringkan kepalanya ke arah Anda ketika Anda sedang menjelaskan sesuatu. Pengamatan ini seyogianya membawa Anda kepada dugaan bahwa anak tersebut mungkin menderita gangguan pendengaran. Untuk memastikan dugaan Anda, Anda dapat melakukan observasi lebih cermat dengan cara mengamati tingkah laku anak tersebut secara saksama. Cobalah Anda ingat kembali karakteristik fisik anak yang menderita gangguan pendengaran! Anda tentu ingat kembali bahwa anak-anak ini akan selalu berusaha menatap lawan bicaranya, bertanya kepada teman di sebelahnya, dan memiringkan kepalanya ke arah datangnya suara. Secara fisik Anda juga dapat memperhatikan telinga anak tersebut, apakah daun telinganya normal atau barangkali telinganya sering keluar air.

Jika perilaku anak yang menderita gangguan penglihatan dan pendengaran mudah Anda identifikasi, tidak demikian halnya dengan anak tunagrahita ringan, tunalaras, berkesulitan belajar, dan berbakat yang mungkin ada di kelas Anda. Anda harus memperhatikannya secara cermat perilaku mereka barangkali tidak jauh berbeda dari anak-anak la samping itu, perilaku juga dipengaruhi oleh latar belakang senadya etiap anak. Misalnya, ada anak yang pendiam yang dak akan beruska dak diminta karena memang kebiasaan dari rumah seperti , bokas b menderita kelainan. Ada anak yang banyak bicara dan suka menga eman karena memang latar belakang budayanya seperti itu dan bukan arena dia menderita gangguan emosional. Oleh karena itu, dalam kondi seperti ini, pengamatan atau observasi saja tidakiah cukup. Useba uletfi harus disertai dengan teknik lain.

Sama halnya dengan mendeteksi anak tanagrahita dan berhaka, mendeteksi atau mengidentifikasi anak berkesulitan belajar juga tidak mudah Untuk kesulitan belajar menulis dan membaca, gau memang dap perilaku mereka ketika menulis dan membaca dan yaga dapat produk tulisan mereka. Namun, observasi saja tidak cukup k menduga seorang anak menderita kesulitan belajar. Tekak lain, seperti wawancara perlu dilakukan untuk meyakinkan dugaan kita untuk Agar observasi yang kita lakukan dapat membantu munculnya dugaan  bahwa seorang anak menderita kelainan, kita perlu melengkapi diri dengan lembar observasi meskipun sifatinya sangat informal Lembar observasi ini dapat Anda buat sendiri dengan cara mencantumkan karakteristik fisik ABK dari semua jenis sebagai indikator perilaku ka lembar observasi ini Anda buat dengan cermat, Anda akan peka terhadap munculnya kelainan di kelas Anda. Kepekaan terhadap perilaku anak merupakan salah satu syarat keberhasilan identifikasi. Guru yang peka terhadap perilaku anak akan segera melihat adanya kelainan pada anak tersebut sehingga ia dapat memfokuskan perhatiannya pada perilaku anak; dengan perkataan lain, ia secara sengaja memperhatikan anak tersebut secara lebih cermat. Dengan demikian, proses identifikasi dapat digambarkan sebagai berikut.

Melihat Gejala Observasi Cermat → Dugaan

Untuk memungkinkan proses ini berlangsung, lembar observasi yang mangkin ada di kepala Anda perlu dibuat dengan akurat. Berikut dapat Anda simak contoh lembar observasi untuk identifikasi.

2.Teknik Wawancara

Setelah melakukan observasi, ada kemungkinan Anda belum dapat membuat dugaan apakah anak tersebut mempunyai kelainan atau tidak karena data yang Anda kumpulkan kurang lengkap. Untuk melengkapnya. Anda dapat melakukan wawancara dengan orang ma siswa, teman-teman anak tersebut atau dengan guru lain. Untuk memudahkan wawancara dengan orang tua siswa, guru dapat menggunakan lembar observasi sebagai acuan. bahkan guru dapat memberikan lembar observasi tersebut pada orang tua siswa sehingga orang tua menyadari kelainan yang mungkin muncul pada anaknya. Wawancara tentu saja difokuskan pada data yang telah Anda peroleh karena tujuan memang untuk menguji apakah dugaan Anda benar atau salah. Misalnya, Anda menduga seorang anak menderita tunarungu ringan karena ia sering memiringkan kepalanya ke arah sumber suara, Anda barangkali bertanya kepada orang tua siswa apakah anaknya cepat menyahut jika dipanggil atau cepat melakukan perintah yang diberikan secara lisan. Hasil wawancara tersebut akan dapat menentukan apakah dugaan Anda benar atau keliru.

3. Tes Sederhana

Tes sederhana yang dibuat sendiri oleh guru, baik berupa tes perbuatan maupun tes tertulis dapat digunakan untuk mengidentifikasi munculnya kelainan pada anak-anak di kelas Anda. Misalnya, Anda melihat anak sering memiringkan kepalanya ke arah sumber suara, Anda dapat memberikan beberapa perintah lisan dan melihat reaksi anak tersebut. Anda dapat pula memberikan tes membaca singkat untuk mengidentifikasi apakah anak mempunyai kesulitan belajar membaca atau Anda dapat menyuruh siswa menulis sesuatu untuk melihat apakah dia mempunyai kesulitan belajar menulis.

Dari berbagai teknik identifikasi di atas, Anda tentu sudah dapat menyimpulkan bahwa identifikasi atau sering disebut deteksi adanya kelainan dapat dilakukan guru jika guru mempunyai wawasan yang memadai tentang karakteristik ABK. Tanpa pengetahuan dan wawasan yang memadai, guru tidak mungkin mampu menginterpretasikan gejala yang ditunjukkan oleh anak-anak di kelasnya. Di samping itu, kepekaan dan perhatian guru akan perilaku yang ditunjukkan oleh para siswanya juga memegang peranan penting dalam keberhasilan identifikasi. Dalam hal ini Anda harus selalu ingat bahwa identifikasi merupakan langkah awal dalam menolong anak.

Selama dan setelah melakukan identifikasi, guru menafsirkan gejala yang dilihat ditemukan, dan tafsiran ini akan sampai pada kesimpulan apakah anak-anak yang menjadi fokus pengamatan menunjukkan gejala kan atau tidak. Jika berdasarkan pengamatan, wawancara atau tos sederhana tersebut, guru menyimpulkan bahwa anak menyandang kelaman meka langkah selanjutnya adalah menetapkan tingkat kelainan yang disandang atau tingkat kemampuan yang dimiliki anak sehingga kebutuhan layanan pendidikan yang diperlukan dapat diberikan. Langkah inilah yang disebut asesmen. Mari kita kaji secara cermat hakikat ásesmen sehingga Anda mampu melakukannya untuk anak-anak di kelas Anda.

B. ASESMEN

Kata asesmen berasal dari bahasa inggris assessment, yang secara harfiah berarti penafsiran atau penilaian. Sejalan dengan pengertian tersebut, dalam kaitan dengan ABK, asesmen dapat diartikan sebagai menilai atau menaksir kemampuan yang dimiliki oleh anak sehingga hasil asesmen dapat digunakan untuk menaksir bantuan yang diperlukan oleh anak tersebut. Jika Anda membaca berbagai buku yang berkaitan dengan Pendidikan Khusus, Anda akan menemukan berbagai definisi asesmen. namun maknanya hampir sama. Misalnya, McLaughlin & Lewis (1985: 5). mengutip definisi dari Wallace & McLaughlin sebagai berikut.

Educational assessment of the handicapped is a "systematic process of

asking educational relevant questions about a student's learning

behavior for the purposes of placement and instruction".

 

Jika Anda simak definisi di atas secara cermat, Anda akan sepakat bahwa makna akhir definisi tersebut adalah sama. Secara lengkap definisi di atas menyatakan bahwa asesmen pendidikan bagi ABK adalah satu proses yang sistematis dalam mengajukan pertanyaan pendidikan yang relevan tentang perilaku belajar seorang siswa dengan tujuan penempatan dan pembelajaran. Ini berarti, informasi yang diperoleh dari asesmen digunakan untuk menempatkan anak pada sekolah atau kelas yang sesuai, serta mengembangkan program pembelajaran yan sesuai dengan kemampuan anak tersebut.

Dalam dunia Pendidikan Khusms, lebih-lebih di dunia Barat, asestnen merupakan prosedur yang sangat formal, yang harus dikerjakan melalui langkah-langkah anak dilakukang ketat. Misalnya, sebelum asesmen terhadap seorang harus ada izin tertulis dari orang tua anak bersangkutan Hal ini berkaitan dengan kode etik asesmen sehingga orang tua harus diberi tahu bahwa anaknya menunjukkan gejala kelainan sehingga perlu dilakukan asesmen Izin dari orang tua sekaligus merupakan pengakuan dari orang tua habwa anaknya menunjukkan gejala kelainan. Selanjutnya, pemilihan instrumen atau alat asesmen, baik formal maupun informal harus dilakukan secara ketat dalam sebuah tim yang terdiri dari para ahli pendidikan dam pakar dalam bidang yang diduga diderita anak. Pengadministrasian instrumen asesmen, lebih-lebih untuk instrumen yang bersifat formal sangat ketat dan harus sesuai dengan petunjuk pengadministrasian yang setiap instrumen. Hasil asesmen atau informasi yang didapat harus ditetapkan untuk diinterpretasikan dan dilaporkan oleh tim, yang selanjutnya akan digunakan untuk menempatkan anak dan menyusun program baginya. Di samping itu, selama proses asesmen, kode etik asesmen harus dipegang teguh. Ada kode etik yang harus dipegang teguh dalam melakukan asesmen. sebagaimana yang diungkapkan oleh McLaughlin & Lewis (1985: 608), yaitu sebagai berikut.

1. Tidak ada kecerobohan dalam pengadministrasian. Ini berarti, pengadministrasian dilakukan secara cermat dan akurat, yang antara lain meliputi proses pengumpulan informasi, pencatatan hasil tes, dan identitas siswa.

2. Tidak ada jalan pintas dalam merancang rencana asesmen seorang siswa. Ini berarti langkah-langkah dalam melakukan asesmen harus diikuti secara cermat sehingga tidak ada langkah yang dilampaui/dilewati.

3. Tidak ada kecurangan dalam pemberian skor. Skor harus diberikan secara objektif sehingga benar-benar menggambarkan perilaku/ kemampuan anak yang sesungguhnya.

4. Dalam pertemuan, anggota tim tidak boleh diwakili. Anggota tim wajib ikut dalam pertemuan yang membahas berbagai aspek asesmen. Dengan demikian, hasil pembahasan akan sesuai dengan persepsi anggota tim yang sesungguhnya. 5. Tidak ada tindakan yang bersifat diskriminatif. Semua siswa harus diperlakukan sama dalam asesmen. Dengan demikian, tidak ada pilih kasih. Contoh tindakan diskriminatif, misalnya asesmen terhadap Andi akan dilakukan terlebih dahulu karena ia anak orang terkenal, sedangkan asesmen terhadap Tita yang menunjukkan gejala yang hampir sam ditunda dulu.

Dengan menyimak kode etik di atas,  tentu dapat memahami betapa ketatnya asesmen tersebut harus dilakukan. Keketatan ini dapat kita paham jika kita kaitkan dengan pemanfaatan hasil asesmen. Hasil yang keliru akan membawa bencana bagi anak. Anak tidak akan mendapat tempat dan program pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga potensi yang kita harapkan akan berkembang, mungkin akan terbenam. Hal ini dapat kita bandingkan dengan diagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter (meskipun kondisinya tidak sama persis). Jika dokter salah dalam melakukan diagnosis, obat yang diberikan tidak akan menyembuhkan pasien, bahkan mungkin akan membuat sakit pasien semakin parah. Oleh karena itu, kehati hatian dan kecermatan sangat perlu ditunjukkan dalam melakukan asesmen than melan Jika asesmen begitu ketat, mungkinkah seorang guru yang mengajar di sekolah biasa seperti Anda melakukan asesmen? Jawabnya, sudah pasti mungkin. Di Indonesia, lebih-lebih untuk melakukan asesmen terhadap ABK yang mungkin ada di SD biasa, asesmen dilakukan secara informal oleh guru, yang pada umumnya menggunakan instrumen yang bersifat informal. Namun demikian, prosedur dan kode etik asesmen sebaiknya kita ikuti secara cermat. Misalnya, tentu akan sangat baik jika orang tua siswa diberi tahu bahwa anaknya menunjukkan gejala kelainan dan guru akan melakukan pengamatan lebih jauh terhadap anak tersebut. Kode etik yang lima butir tersebut perlu kita pegang teguh, agar informasi yang kita peroleh dari asesmen benar-benar menggambarkan perilaku atau kemampuan anak yang sesungguhnya Tentang tim yang melakukan asesmen, sebagai guru di SD, Anda dapat membentuk, kemudian berunding dengan teman sejawat, kepala sekolah atau barangkali guru Pendidikan Khusus yang Anda kenal. Dengan cara seperti ini, kita berusaha melakukan asesmen dengan menerapkan rambu-rambu standar dalam kadar tertentu.

Sebagaimana sudah berkali-kali kita sebutkan, asesmen merupakan tindak lanjut dari identifikasi. Jika identifikasi menghasilkan dugaan bahwa seorang siswa menyandang kelainan tertentu, misalnya kesulitan belajar menulis maka untuk mengetahui kejelasan dugaan tersebut. Anda perlu melakukan asesmen. Dari asesmen yang dilakukan tersebut, Anda diharapkan mendapat informasi yang akurat tentang perilaku/kemampuan anak tersebut,

yang sekaligus merupakan informasi tentang tingkat kelaina disandang, yang selanjutnya mengacu kepada kebutulan siswa akan bantuan khusus. Inilah yang merupakan tujuan mams asesmen. Sejalan dengan tujuan tersebut, sebagaimana sudah disebutkan di atas, asesimen dilakukan melalui berbagai instrumen, baik yang berupa instrumentes formal maupun tes buatan guru (informal). Di Indonesia, tes yang bersifat formal agak susah didapat. Oleh karena itu, Anda disarankan untuk mampu menyustin sendin tes yang bersifat informal atau buatan guru. Hasil tes ini akan memberi informasi tentang tingkat kelainan yang disandang dan jenis bantuan yang diperlukan.        

Sesuai dengan definisi asesmen, bidang-bidang yang menjadi sasaran asesmen harus selalu berkaitan dengan pendidikan. Bidang tersebut antara lain mencakup kemampuan akademik, kemampuan belajar, perilaku dalam kelas, serta kesulitan belajar tertentu, seperti kesulitan belajar menulis, membaca, dan berhitung. Oleh karena asesmen ini bersifat individual maka alat asesmen untuk setiap anak berbeda sesuai dengan dugaan kelainan sebagai hasil identifikasi. Oleh karena itu, ada anak yang hanya diakses untuk kemampuan menulis, kemampuan mendengar (memahami bahasa lisan) atau hanya untuk kemampuan membaca. Dengan penjelasan ini, Anda dapat memahami bahwa asesmen untuk setiap anak bersifat unik karena kemampuannya juga bersifat unik.

Dalam Modul 8, Anda telah mempelajari berbagai alat asesmen untuk kesulitan belajar membaca, menulis, dan berhitung/matematika. Contoh alat asesmen juga sudah ada pada Modul 8. Alat asesmen dapat Anda cobakan jika dari hasil identifikasi, Anda menemukan ada siswa di kelas Anda yang mengalami kesulitan belajar yang terkait dengan alat asesmen tersebut. Kemungkinan Anda menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar sangat besar karena menurut hasil penelitian, jumlah anak-anak SD yang mengalami kesulitan belajar cukup besar, yaitu kesulitan belajar berhitung 57,5%, kesulitan membaca 51,2%, dan kesulitan belajar menulis 31.7% (Herry Widyastono, 1997). Oleh karena itu, mari kita coba kembangkan berbagai contoh mengidentifikasi dan melakukan asesmen terhadap anak berkesulitan belajar dan kelainan yang lain, agar wawasan Anda menjadi lengkap. Cobalah Anda simak dengan cermat contoh-contoh berikut ini. Bandingkan contoh ini dengan para siswa yang ada di kelas Anda, bahkan jika perlu dan sesuai, terapkanlah contoh ini di kelas Anda!

Contoh :

 Ibu Sriyuni, seorang guru SD yang mengajar di kelas 3, merasa sangat risau akan kemampuan membaca Tedi. Telah berulang kali Bu Sri mendapatkan Tedi membaca sambil menunjuk terus pada kata-kata yang dibacanya. Di samping itu, pengamatan yang dilakukan oleh Bu Sri selama seminggu menunjukkan bahwa Tedi selalu ingin menghindar jika mendapat giliran membaca. Jika dia terpaksa membaca, Tedi sering membuat banyak kesalahan dan ditertawakan oleh teman-temannya. Berdasarkan pengamatan tersebut, Bu Sri memutuskan untuk memberi perhatian yang lebih serius pada kemampuan membaca Tedi. Bu Sri memilih beberapa alat asesmen informal yang diberikan oleh temannya yang pernah mengikuti pelatihan tentang Menangani Anak Berkesulitan Belajar. Alat asesmen yang digunakan oleh Ibu Sriyuni terdiri dari lembar observasi dan procedure cloze. Observasi dilakukan oleh Ibu Sriyuni selama seminggu, sedang tes berupa Procedure Cloze diberikannya 3 kali. Hasil observasi dan tes Procedure Cloze diolah dan kemudian Ibu Sri sampai pada kesimpulan berikut.

A.  Tedi mengalami kesulitan dalam memenggal kata, terutama kata yang terdiri dari 3 suku kata atau lebih. Misalnya, dia membaca kata tetapi, dia membaca tet-api, kata keluarga, dibaca kel-uar-ga.

B.  Tedi mendapat kesulitan dalam membaca vokal ganda, seperti baik, biak, buah, yang selalu dibacanya bek, bik, dan buh. Dari 3 kali procedure cloze yang diberikan, Tedi hanya berhasil melengkapi 5 kata dengan benar dari 36 kata yang harus diisinya.

C. menunjukkan bahwa Tedi mendapat kesulitan dalam memahami isibacaan dan menebak kata dari konteks.

KEGIATAN BELAJAR 2

Tindak Lanjut Pelayanan Pendidikan bagi ABK

A.    Mengidentifikasi Jenis Layanan Pendidikan yang Dibutuhkan ABK

            Hasil asesmen haruslah ditafsirkan oleh tim asesmen. Penafsiran hasil asesmen dapat dilakukan bersama kolega (teman guru lain), kepala sekolah atau dengan teman guru Pendidikan Khusus yang dikenal. Penafsiran harus dilakukan secara cermat karena hasilnya akan digunakan untuk mengembangkan programnya.

Untuk melakukan penafsiran hasil asesmen, rambu-rambu berikut dapat kita jadikan acuan.

1.      Tujuan asesmen adalah mengukur atau menafsirkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam bidang yang kita duga u mengalami masalah kelainan. Oleh karena itu, penafsiran hasil asesmen harus selalu mengacu kepada tujuan tersebut.

2.      Hasil asesmen akan digunakan untuk mengembangkan program bantuan program pembelajaran bagi anak tersebut.

3.      Penafsiran terutama didasarkan pada informasi yang relevan, sedangkan informasi lain hanya digunakan sebagai penunjang.

 

Dari hasil penafsiran asesmen kita dapat memperkirakan atau menafsirkan kebutuhan layanan pendidikan yang diperlukan oleh siswa yang bersangkutan, berikut langkah-langkah yang perlu kita pertimbangkan dalam penafsiran kebutuhan layanan pendidikan.

1.      Tetapkan kemampuan yang semestinya dikuasai oleh anak Untuk menetapkan kemampuan ini, Anda dapat mengacu kepada kurikulum yang sedang berlaku, Misalnya, anak Kelas 1 SD Cawu III, semestinya sudah mampu menulis dengan bentuk buruf yang benar serta jarak huruf dan jarak kata yang teratur.

2.      Deskripsikan kemampuan yang dimiliki anak berdasarkan hasil asesmen. Deskripsi ini dapat kita buat berdasarkan penafsiran hasil asesmen.

3.      Bandingkan kemampuan yang dimiliki anak dengan kemampuan yang seharusnya dia kuasai

4.      Gambarkan kesenjangan antara kemampuan yang dimiliki anak dengan kemampuan yang harus dia miliki.

5.      Berdasarkan kesenjangan tersebut, tafsirkan kebutuhan program layanan pendidikan untuk mencapai kemampuan yang semestinya.

 

Berdasarkan rambu-rambu dan langkah-langkah di atas, mari kita coba melakukan penafsiran terhadap hasil asesmen dan penafsiran kebutuhan dari 4 kasus/contoh yang kita kaji dalam Kegiatan Belajar 1.

Dalam Contoh 1, hasil asesmen menunjukkan bahwa Tedi:

a.       Mengalami kesulitan dalam memenggal kata sehingga dia mengucapkan kata yang terdiri dari tiga suku atau lebih dengan penggalan yang salah;

b.      Mempunyai kesulitan membaca vokal ganda, seperti baik, biak, dan buah sehingga kata-kata tersebut dibaca dengan ucapan yang salah;

c.       Mendapat kesulitan dalam memahami isi bacaan dan menebak kata dari konteks sehingga hanya dapat menjawab lima kata dari 36 kata yang ditebaknya.

 

Siswa kelas 3 semestinya sudah mampu membaca kata dengan lancar dan dengan pemenggalan yang benar, mengucapkan vokal ganda dengan benar, serta semestinya sudah mampu memahami isi bacaan sederhana sehingga dia dapat menebak kata-kata tertentu dari konteks bacaan atau kalimat. Pada kenyataannya, kemampuan Tedi belum sampai ke sana la masih mendapat kesulitan dalam mengucapkan kata dengan pemenggalan yang benar dan pengucapan vokal ganda, serta masih mendapat kesulitan dalam memahami isi bacaan. Berdasarkan kesenjangan ini, kita dapat menafsirkan kebutuhan layanan pendidikan bagi Tedi dalam membaca, yaitu Tedi memerlukan bantuan atau layanan khusus dalam :

a.       Memenggal kata, terutama untuk kata-kata yang terdiri dari tiga suku kata atau lebih;

b.      Membaca vokal ganda atau dua vokal yang tidak diselingi oleh konsonan;

c.       Memahami isi bacaan serta menebak kata dari konteks.

 

Dari Contoh 2, hasil asesmen menunjukkan bahwa Rita mendapat kesulitan belajar menulis, yang secara terperinci terdiri dari:

a.       Kesulitan membedakan bentuk huruf sehingga ia menuliskan huruf a, u. dan dengan bentuk yang hampir sama, demikian pula bentuk huruf e dan l;

b.      Kesulitan dalam memelihara jarak huruf dan jarak kata sehingga tulisan yang dibuatnya menunjukkan jarak huruf dan jarak kata yang tidak eratur;

c.       kesulitan dalam jaan sehingga banyak kata yang salah eja, termasuk menambah dan mengurangi atau menukar Ineuf schingga tulisannya banyak yang salah eja

Siswa Kelas 1 SD Cawu 3 semestinya sudah mang menulis huruf dengan bentuk yang benar serta mampu memelihara jarak huruf dan jarak kata, di samping sudah mampu mengeja kata-kata yang sesuai untuk anak Kelas 1 Namun, pada kenyataannya Rita belum mampu menguasai kemampuan tersebut Tulisannya belum dapat dibaca karena bentuk huruf a, u dan o yang hampir sama, serta masih mengalami kesulitan dalam menulis kata dengan ejaan yang benar. Berdasarkan kesenjangan tersebut kita dapat menafsirkan bahwa untuk mencapai kemampuan yang semestinya dikuasai, Rita memerlukan bantuan layanan pendidikan sebagai berikut.

a.       Rita memerlukan bantuan dalam membedakan bentuk huruf serta menggambar huruf .

b.      Rita memerlukan bantuan dalam membuat jarak yang tetap antarhuruf

dan antar kata.

c.       Rita memerlukan bantuan dalam mengeja kata dan membedakan bunyi yang dilambangkan oleh setiap huruf.

Selanjutnya, hasil asesmen pada Contoh 3 menunjukkan bahwa Irman mengalami gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh masuknya binatang ke dalam telinganya. Sebagai akibat dari gangguan tersebut, Irman sangat lamban menangkap perintah lisan, tetapi ia tidak mengalami kesulitan dengan perintah tertulis.

Anak normal seusia Irman semestinya mampu memahami perintah lisan dengan cepat dan tidak akan menunjukkan gerak-gerak yang mencurigakan Kenyataannya Irman sering menunjukkan gerak-gerak yang mencurigakan dan tidak mampu memahami perintah lisan secara cepat, tetapi kalau diberi perintah tertulis, ia dapat memahami dan mereaksi secara cepat. Latar belakang dari ketidakmampuan ini adalah satu peristiwa yang menyebabkan Irman mengalami gangguan pendengaran. Berdasarkan tafsiran dan fakta fakta tersebut, kita dapat memperkirakan bahwa bantuan layanan yang dibutuhkan oleh Irman adalah layanan yang berkaitan dengan asesmen untuk gangguan pendengarannya dan upaya untuk mengatasinya.

Terakhir, dan Contoh 4, kita dapat menyimak bahwa hasil asesmen menunjukkan Trini mendapat kesulitan atau masalah dalam mengisi waktu luang setelah selesai mengerjakan tugas-tugas yang diberikan sehingga ta menjadi pengganggu teman-temannya. Hal ini disebabkan kemampuan intelektual Trini yang melebihi teman-temannya. Padahal, untuk ukuran anak pormal, tugas-tugas yang diberikan oleh guru sesuai dengan waktu yang disediakan untuk menyelesaikannya. Berdasarkan hasil ascumen dan kesenjangan tersebut, kita dapat menafsirkan bahwa Trini memerlukan bantuan dalam mengisi waktu luangnya.

Tidak mustahil kasus-kasus yang dicontohkan tersebut memang pernah terjadi di kelas Anda. Kasus-kasus yang terjadi dengan ABK yang ada di SLB mungkin jauh lebih parah dari kasus-kasus ini dan penanganannya pun lebih rumit dan kompleks. Di negara-negara lain, seperti Amerika, penanganan seperti ini bahkan harus sesuai dengan undang-undang karena memang undang-undang yang berkaitan dengan perlindungan hak ABK sangat banyak.

Sebagaimana sudah Anda kaji dalam Kegiatan Belajar 1, dan juga dalam Modul 2, dalam setiap tahap pelayanan (mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi dan tindak lanjut), pelayanan pendidikan harus dilakukan secara kolaboratif. Oleh karena itu, sebagai guru di sekolah biasa, sebagaimana halnya dengan langkah-langkah identifikasi dan asesmen, tahap penafsiran ini pun sebaiknya Anda lakukan dalam tim. Misalnya, untuk penafsiran hasil asesmen pada Contoh 1, 2, dan 4, Anda dapat berkolaborasi dengan teman guru lainnya, dengan guru Pendidikan Khusus yang mungkin Anda kenal, dan dengan kepala sekolah. Untuk Contoh 3, sebaiknya Anda bekerja sama dengan orang tua siswa, kepala sekolah, dan jika mungkin dengan seorang dokter THT atau dengan guru Pendidikan Khusus dan SLB-B. Dengan cara berkolaborasi, penafsiran mungkin akan menjadi lebih tepat, lebih-lebih jika sejak langkah identifikasi semua anggota tim sudah dilibatkan. Meskipun di Indonesia secara eksplisit belum ada undang-undang yang mengatur tentang penanganan layanan pendidikan seperti ini, namun kita harus selalu berhati-hati agar usaha yang kita lakukan benar-benar sesuai dengan kebutuhan ABK, dan bukan malah menjerumuskan ABK. Kita harus selalu menjaga agar usaha yang kita lakukan dapat menolong anak yang mengalami kesulitan atau yang mempunyai kelainan untuk keluar dari kesulitan tersebut berkembang secara optimal. Oleh karena peran guru-guru di sekolah biasa untuk menolong ABK yang mungkin ada di kelasnya sangat besar.

B.     Mengembangkan Program Layanan Pendidikan

Hasil asesmen dan segala usaha untuk menafsirkan kebutuhan layanan pendidikan bagi ABK  yang ada di kelas tidak akan ada artinya, jika kita tindak lanjuti dengan pengembangan program. Idealnya pengembangan program juga oleh tim yang menangani anak ini sejak tahap identifikasi Program Program Pengajaran Individual (PPI) karena memang program tersebut secara individual. Keputusan mengembangkan PPI bagi anak tertentu didasarkan pada kebutuhan anak yang tidak mungkin akan terpenuhi jika tidak diberikan layanan pendidikan secara individual. Sepanjang kebutuhan tidak dan mungkin belum perlu dikembangkan.

Secara sederhana, format PPI dapat kita buat dengan format sebagai berikut,

Program Pengajaran Individual

Nama siswa                 :

Jenis                            :

Kelas                           :

Bidang Kesulitan        :

Kemampuan yang semestinya dikuasai :

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Kemampuan nyata yang dikuasai :

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Informasi lain yang relevan :

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tujuan Umum :

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Tujuan Khusus :

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Materi Pelajaran :

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Media dan Sumber :

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Penilaian :

Prosedur : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Jenis dan Alata Penilaian :

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Mengetahui

Kepala Sekolah                                                                                   Guru Pendamping

 

 

. . . . . . . . . . . . . . . .                                                                            . . . . . . . . . . . . . . . .

 

Jika Anda kaji dengan cermat format tersebut di atas, Anda akan sepakat bahwa format tersebut hampir sama dengan format Rencana Pembelajaran atau yang menurut PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 20, disebut sebagai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang Anda buat setiap hari. Bedanya, format PPI hanya diperuntukkan bagi seorang siswa yang identitasnya dicantumkan secara eksplisit, sedangkan rencana pembelajaran yang biasa Anda kembangkan dibuat untuk satu kelas PPI dibuat untuk setiap anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus karena kemampuan dan kebutuhan setiap anak memang berbeda. Dengan demikian, kebutuhan anak tidak akan tertangani secara baik jika kita mengembangkan satu program untuk semua anak yang memerlukan bantuan khusus. Namun, adakalanya ada layanan khusus atau program bagi anak yang dapat kita lakukan di kelas, seperti halnya program bagi anak berbakat yang diminta membantu teman-temannya dalam mengerjakan tugas tertentu. Di samping itu, jika ada anak yang menunjukkan kebutuhan layanan pendidikan yang hampir sama, Anda tentu dapat mengembangkan satu program bagi keduanya dengan diberi catatan pada butir-butir yang menunjukkan perbedaan. Agar Anda mendapat gambaran yang lebih jelas, mari kita kembangkan satu PPI dengan mengambil kasus yang sudah kita bahas, yaitu kasus pada Contoh 1.

Program Pengajaran Individual

Nama siswa                 : Tedi

Jenis Kelamin  :Laki-laki

Kelas                           : 3

Bidang Kesulitan        : Membaca

Kemampuan yang Semestinya Dikuasal :

1.      Dapat membaca dengan ucapan yang benar secara

2.      Dapat memahami isi bacaan

3.      Dapat menebak kata dari konteks kalimat/bacaan.

Kemampuan Nyata yang Dikuasal :

1.      Membaca kata yang terdiri dari 3 suku kata atau lebih dengan penggalan yang salah.

2.      Membaca vokal ganda dengan ucapan yang salah.

3.      Hanya dapat memahami kurang lebih 15% dari kata-kata yang semestinya dapat dipahami dalam konteks bacaan.

Informasi Lain yang Relevan:

1.      Masih sering membaca dengan menunjuk kata yang dibaca.

2.      Sering menghindari giliran membaca.

Tujuan Umum:

1.      Tedi dapat membaca dengan ucapan yang benar secara lancar.

2.      Tedi dapat memahami isi bacaan.

Tujuan Khusus:

1.1 Tedi dapat membaca kata yang terdiri dari tiga suku kata atau lebih dengan penggalan yang benar.

1.2 Tedi dapat mengucapkan vokal ganda dengan benar.

2.1 Tedi dapat menjawab pertanyaan tentang isi wacana yang diberikan.

2.2 Tedi dapat menemukan kata yang tepat untuk melengkapi kata-kata yang dihilangkan dalam satu wacana singkat.

Materi Pelajaran:

1.      Kata-kata yang terdiri dari 3 suku kata atau lebih, seperti bencana, keluarga, menyeberang, menulis, menggambar, bersemangat.

2.      Kata-kata yang mengandung vokal rangkap, seperti baik, buah, laik, lain, berkembang biak, sauh, riang.

3.      Wacana singkat yang banyak memuat kata-kata yang terdiri dari 3 atau lebih suku kata dan kata-kata yang mengandung vokal rangkap. Wacana ini dilengkapi dengan gambar-gambar yang menarik yang menggambarkan makna dalam wacana.

 

Penilalan:

1.      Prosedur Penilaian: Penilaian kemajuan Tedi dilakukan selama proses latihan berlangsung dan pada akhir masa latihan.

2.      Jenis dan Alat Penilalan: Penilaian akan dilakukan dengan tes perbuatan, tes lisan, dan tes tertulis. Tes perbuatan berupa tugas untuk membaca/mengucapkan kata, kalimat dan membaca paragraf, tes lisan berupa pertanyaan isi bacaan, dan tes tertulis berupa mengisi kata-kata yang dihilangkan, semacam prosedur cloze (mulai dari yang paling sederhana sampai ke yang agak sukar). Selama melaksanakan latihan, digunakan lembar observasi berikut untuk merekam kemajuan Tedi.

 

Tabel 9.3

Lembar Observasi

Nama : Tedi

No

Aspek yang dinilai

Jumlah jawaban benar pada latihan ke -

keterangan

1

2

3

4

5

6

1

Pengucapan kata terpisah :

a. Pemenggalan

b. Vocal ganda

 

 

 

 

 

 

 

2

Pengucapan kata dalam kalimat :

a. Pemenggalan

b. Vokal rangkap

 

 

 

 

 

 

 

3

Pengucapan kata dalam wacana :

a. Pemenggalan

b. Vokal rangkap

 

 

 

 

 

 

 

4

Pemahaman :

a. Makna kalimat

b. Makna paragraph

 

 

 

 

 

 

 

5

Menebak kata :

a. Dalam kalimat

b. Dalam paragraf

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Contoh pengembangan PPI yang terdapat pada Tabel 9.3  merupakan contoh yang dapat dipersiapkan guru untuk memberikan layanan pendidikan sebagai tindak lanjut hasil asesmen yang telah dilakukan pada Tedi. Sepintas lalu barangkali Anda akan menganggap bahwa pekerjaan ini terlalu menyita waktu Anda sebagai guru di sekolah biasa. Namun, jika Anda cermati betapa pentingnya waktu yang Anda sediakan untuk mengerjakan hal itu bagi perkembangan potensi siswa, jerih payah Anda akan terobati. Untuk kepentingan praktis. Anda tentu dapat melakukan modifikasi atau perubahan, asalkan butir-butir penting dari PPI tersebut dapat memandu anda dalan pelaksanaan program.

Dengan melihat contoh PPI semua kasus dari contoh kasus 1 dan 2 dapat dilalui, langkah pengembangannya sama namun bidang kesulitannya yang berbeda. Sedangkan contoh kasus 3 (Irman) nampaknya harus mengembangkan 2 jenis program. Yatitu dengan memanggil seorang dokter THT atau audiolog. Dan juga dengan penggunaan alat peraga visual. Terwujudnya program referral atau rujukan mungkinakan memakan waktu yang cukup lama khususnya di daerah terpencil. Oleh karena itu perlu mengembangkan program kedua yaitu yang dapat dilakukan sendiri untuk memenuhi kebutuhan siswa.

Begitupun ketika siswa anada mempunyai gangguan penglihatan pasti anda harus berpedoman pada karakteristik anak tunanetra. Anda harus melakukan beberapa penyesuaian kelas, seperti memindahkan tempat duduk ke deretan depan, lebih banyak memberikan perintah lisan, serta mengguanakan alat peraba.

Untuk kasus terakhir (Trini) anda dapat melakukan program pertama berupa tugas yang sifatnya memperkaya pengetahuan Trini. seperti dengan memberi tugas membaca, mengerjakan sesuatu, melakukan eksplorasi atau percobaan dan sebagainya. Program kedua sering disebut program mentor (Clark, 1983) yaitu Trini dapat diberi tugas untuk membantu temannya terytama yang lamban mengerjakan tugas. Terlepas dari program yang dirancang harus tetap mengacu pada tujuan utama yaitu Trini dapat memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan yang positif.

 

C. Pelaksanaan Program

Dengan berpegang pada PPI yang sudah dikembangkan, anda segera dapat melaksanakan program. Sebelum pelaksanaan program, berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program perlu dipersiapkan. Hal-hal tersebut antara lain sebagai berikut :

1.      Jadwal pelaksanaan harus disiapkan sesuai dengan rencana pada PPI. Misalnya, Tedi akan diberi latihan di luar jam pelajaran, 3 kali dalam seminggu. Hari dan waktu yang akan digunakan haruslah ditetapkan secara eksplisit. Misalnya, setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat, setelah sekolah usai, dari pukul 12.00 – 12.30.

2.      Materi pelajaran serta media yang akan digunakan seperti kartu kata, kalimat dan paragraf serta rekaman bacaan harus disiapkan secara tuntas.

3.      Pemberitahuan kepada orang tua Tedi harus dilakukan sebelum pelaksanaan dimulai. Pemberitahuan ini sangat penting agar orang tua mendapat informasi yang benar tentang kegiatan sekolah yang harus dijalani oleh anaknya. Di samping itu, dengan pemberitahuan ini, orang tua juga dilibatkan sebagai anggota tim yang dapat diminta untuk memonitor kemajuan anaknya.

4.      Jika guruakan dibantu oleh anggota tim lain, misalnya guru lain, tim harus menetapkan langkah-langkah pelaksanaan dan peran masing-masing anggota tim. Dengan cara ini, setiap anggota tim akan menyadari tugasnya sendiri dan tugas anggota tim lainnya.

Selama pelaksanaan program, guru melakukan penilaian kemajuan Tedi dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan. Lembar observasi ini akan dimanfaatkan oleh guru untuk memperbaiki atau melakukan perubahan pada latihan berikutnya. Dengan cara ini, kesalahan dalam latihan segera dapat diperbaiki sehingga tidak berlarut-larut.

Pada akhir program, Tedi diberikan tes akhir untuk melihat tingkat pencapaian dia pada akhir latihan. Sesuai dengan yang tercantum dalam PPI, tes akhir diberikan dalam bentuk tes perbuatan, tes lisan, dan tes tertulis. Hasil tes akhir bersama dengan hasil observasi dan catatan akhir latihan dikumpulkan sebagai bahan untuk melakukan penilaian program.

D. Penilaian Program Pelayanan Pendidikan

Program yang telah dilaksanakan haruslah dinilai keefektifannya bagi Tedi. Penilaian terutama ditekankan pada dampak program terhadap Tedi, berdasarkan hasil observasi/catatan setiap latihan dan hasil tes akhir. Hasil tes akhir dibandingkan dengan tujuan yang harus dikuasai Tedi. Seandainya tujuan tersebut belum dapat dikuasai maka setiap komponen program harus dinilai sumbangannya terhadap pencapaian tujuan tersebut. Kemungkinan penilaian/pertimbangan yang dapat kita lakukan untuk setiap komponen program antara lain sebagai berikut :

1.      Barangkali tujuan yang kita tetapkan terlalu tinggi bagi Tedi.

2.      Barangkali materi yang kita siapkan kurang menarik bagi Tedi atau kurang relevan dengan tujuan yang akan dicapai.

3.      Bagaimana kesesuaian latihan atau kegiatan belajar dengan kemampuan Tedi? Barangkali terlampau berat atau Tedi sudah lelah ketika melakukan latihan tersebut. Atau bagaimana suasana latihan secara keseluruhan. Apakah Tedi merasa gembira atau merasa tertekan ketika melakukan latihan?

4.      Bagaimana kualitas tes yang kita berikan? Apakah sudah sesuai untuk mengukur tujuan yang ingin dicapai atau barangkali ada hambatan dalam pelaksanaan?

Dengan melakukan pertimbangan di atas dan menelaah hasil observasi dan catatan pada setiap latihan, kita dapat menetapkan keefektifan program. Sebenarnya, pada akhir setiap latihan, hasil observasi, dan catatan guru dimanfaatkan untuk memperbaiki latihan maka keefektifan program sudah dinilai sejak awal dan sudah dilakukan perbaikan langsung. Perbaikan ini tentu mencakup materi dan media yang digunakan, kegiatan belajar, seperti jenis dan frekuensi latihan yang diberikan, serta perbaikan suasana latihan. Perbaikan langsung ini jauh lebih baik daripada penilaian yang hanya dilakukan pada akhir program. Akhirnya, anda tentu harus melaporkan hasil program pelayanan pendidikan ini kepada anggota tim yaitu teman sejawat dan orang tua Tedi.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

I.G.A.K Wardani, dkk. (2021). Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Universitas Terbuka.

 

 

0 comments:

Post a Comment