MAKALAH
PERSPEKTIF
PENDIDIKAN SD
MODUL 1
LANDASANPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
MODUL 2
KARAKTERISTIK PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
KEGIATAN
BELAJAR 1
Landasan
Filosofis, Psikologis-Pedagogis, dan Sosiologis-Antropologis Pendidikan Sekolah
Dasar
A. Landasan Filosofis, dan
Psikologis-Pedagogis Pendidikan Sekolah Dasar
Yang
dimaksud dengan pandangan filosofis adalah cara melihat Pendidikan dasar dari
hakikat pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertanyaan filosofis yang akan
dibahas adalah untuk apa Pendidikan Sekolah Dasar dikembangkan. Sementara itu
cara pandang psikologis-pedagogis atai psiko-pedagogis adalah cara melihat
Pendidikan dasar dari fungsi proses Pendidikan dasar dalam pengembangan potensi
individu sesuai dengan karakteristik Psikologis peserta didik. Cara pandang
sosiologis-antropologis atau sosio-antropologis adalah cara melihat Pendidikan
dasar dari fungsi proses Pendidikan Dasar dalam sosialisasi atau pendewasaan
dalam konteks penbudayaan.
I. Landasan Filosofis dan
Psikologis-Pedagogis
Pandangan
filosofis dan psikologis-pedagogis mewakili cara pandang pakar dalam bidang
filsafat, psikologi, dan pedagogic/ilmu mendidik terhadap keniscayaan proses
Pendidikan untuk usia sekolah 6-13 tahun. Dikatakan suatu keniscayaan karena
Pendidikan untuk anak usia tersebut berlaku universal dan telah menjadi
kenyatan atau sering disebut juga sebagai conditio sine quanon.
Contohnya, di semua Negara di Dunia dikenal adanya primary education atau
elementary education seperti SD/MI di Indonesia.
Ada beberapa
argument tentang keniscayaan Pendidikan untuk usia itu. Pertama, pelembagaan
proses Pendidikan untuk usia dalam system Pendidikan persekiolah atau schooling
system, diyakini sangat strategis, artinya sangat dapat dilakukan, untuk
mempengaruhi, mengondisikan, dan mengarahkan perkembangan mental, fisik, dan
social anak dalam mencapai kedewasaannya secara sistematik dan sistemik. Kedua,
pendewasaan yang sistematik dan sistemik itu diyakini lebih efektif dan
bermakna, artinya lebih memberikan hasil yang baik dan menguntungkan, daripada
proses pendewasaan yang dilepas secara alami dan kontekstual melalui proses
sosialisasi atau pergaulan dalam keluarga dan masyarakat dan enkulturasi atau
pembudayaan interaktif dalam kehidupan budaya semata-mata. Ketiga, berbagai
teori psikologi khususnya teori belajar yang menjadi landasan konseptual teori
pembelajaran, seperti teori behaviorisme, kognitifisme, humanisme, dan social
(Bell-Gredler:1986), filsafat Pendidikan seperti perenialisme, yang menekankan
pentingnya pewarisan kebudayaan, esensialisme, yang menekankan pada
transformasi nilai esensial, progresifisme, yang menekankan pada pengembangan
potensi individu, dan rekonstruksionalisme social, yang menekankan pengembangan
individu untuk perubahan masyarakat (Brameld, 1965) sangat mendukung proses
pendewasaan anak melalui Pendidikan persekolahan.
a. Teori Kognitifisme
Teori kognitifisme,
yang lebih dikenal sebagai teori perkembangan kognitif, dikembangkan oleh Jean
Piaget, dan diakui sebagai salah satu pilar atau tonggak konseptual dan sumber
pengetahuan tentang perkembangan kognitif anak (Maier, 1978:12)
Secara teoritik
perkembangan kognitif (Bell-Gredler, 1986:195-196) mencangkup tiga proses
mental, yakni assimilation, accommodation, dan equilibration. Yang
dimaksud dengan assimilation atau asimilasi adalah integrase data beru
dengan struktur kognitif yang sudah ada dalam fikiran. Contohnya, ketika kita
melihat benda asing berupa pesawat terbang, proses mental yang terjadi adalah
mencari apakah konsep benda asing itu ada dalam pikiran kita dengan bertanya
‘’ini benda apa ya?’’, sementara itu accommodation atau akomodasi menunjuk pada
proses penyesuaian struktur kognitif denagn situasi baru. Sedangkan equilibration
atau ekuilibrasi adalah proses penyesuaian yang sinambung antara asimilasi
dan akomodasi. Contohnya, jika suatu waktu ada benda asing lain yang pada
dasarnya mirip dengan pesawat terbang dalam fikiran kita akan terjadi proses
adaptasi untuk memahami benda asing itu sampai kita mendapatkan pengertian yang
utuh dan pada akhirnya kita mengerti konsep pesawat terbang secara umum.
Dengan
menggunakan teori Piaget tersebut, kita dapat melihat bahwa anak usia SD/MI
berada dalam tahap perkembangan kognitif Praoperasional sampai Konkret. Pada
usia ini anak memerlukan bimbingan sistematis dan sistemik guna membangun
pengetahuannya.
b. Teori Historis-Kultural (Caltural
Historical Theories)
Teori ini
dikembangkan oleh Lev S. Vygotsky yang memusatkan perhatian pada bidang telaah
aspek manusia dari kognisi. Teori ini memusatkan perhatian pada pengugnaan
symbol sebagai alat, dengan dasar pemikiran bahwa manusia menemukan alat yang
telah mengantarkan kemajuan bagi umat manusia. System symbol yang dikembangkan
adalah Bahasa lisan dan tulisan, system matematika, notasi music dan lainnya,
melalui penggunaan symbol-simbol ini manusia mengembangkan cara berpikir baru.
Factor-faktor biologis seperti pematangan berpengaruh terhadap proses berpikir
dasar seperti perhatian, ingatan dan persepsi.
Vigotsky
(Blanck, 1990:44-49) mendasarkan teorinya pada konsep bahwa aktivitas mental
adalah sesuatu hal yang unik hanya pada manusia. Hal ini merupakan produk dari
belajar social dan internalisasi kebudayaan atau social learning, yakni
proses penyadaran simbol-simbol social dan internalisasi kebudayaan dan
hubungan social.
Teori Vigotsky
mengidentifikasi adanya tiga konsep pokok yang terkait erat dengan pembelajaran,
yaitu hokum genetic perkembangan atau genetic law of development yaitu
pertumbuhan dan perkembangan kognitif seseorang berlangsung dalam dua tataran
yaitu lingkungan social sebagai ranah intermental atau interpsikologis yang
dianggap sebagai factor utama atau primer, dan suasana psikologis dalam diri
seseorang sebagai ranah intramental atau intrapsikologis yang tumbuh sebagai
implikasi dari proses internalisasi terhadap proses-proses sosial, zona
perkembangan proksimal atau zone of proximal development, dan mediasi
atau mediation. Zona perkembangan proximal adalah ruang antara
perkembangan actual, artinya nyata dan perkembangan potensial seseorang, yang
ada dalam diri atau late.
Mediasi
dibedakan dalam dua bentuk, yakni mediasi kognitif yang dapat berupa konsep
non-ilmiah (pengetahuan spontan, konsep ilmiah deklaratif (konsep,
generalisasi, teori) dan procedural (metode ilmiah) dalam memecahkan masalah.
c. Teori Humanistik
Konsep
humanistic dalam Pendidikan memiliki banyak pengertian, antara lain bahwa suatu
sekolah atau kelas atau guru dapat dinilai humanistic bila memenuhi berbagai
kriteria : menkankan pada potensi manusia sebagai ciri utama; hubungan yang
hangat, kepercayaan, penerimaan, kesadaran akan perasaan orang lain, kejujuran
antar prbadi, dan pengetahuan kemasyarakatan. Pendidikan humanistic adalah
Pendidikan manusia secara utuh dan menyeluruh, yang memusatkan perhatian pada
proses Pendidikan yang memungkinkan peserta didik melakukan belajar menikmati
kehidupan atau mencapai kebutuhan lebih tinggi dalam pengertian kebutuhan akan
kehidupan yang optimal atau kemungkinan pertumbuhan yang positif.
Pendekatan
humanistic memiliki karakteristik: (a) menjadikan peserta didik sendiri sebagai
isi, yakni mereka sendiri belajar tentang perasaan dan perilakunya; (b)
mengenal bahwa imaginasi peserta didik seperti dicerminkan dalam seni, impian,
cerita, dan fantasi sebagai hal yang penting dalam kehidupan yang dapay dibahas
Bersama dengan teman sekelasnya; (c) memberikan perhatian khusus terhadap
ekspresi non-verbal seperti isyarat dan nada suara karena diyakini hal itu
sebagai ungkapan perasaan dan sikap yang dikomunikasikan; (d) menggnakan
permainan, improvisasi, dan bermain peran sebagai wahana simulasi perilaku yang
dapat dikaji dan diubah.
B. Landasan Sosiologis-Antropologis
Pendidikan Sekolah Dasar
Dilihat
secara sosiologis dan antropologis masyarakat dan bangsa Indonesia sangatlah
heterogen dalam segala aspeknya. Oleh karena itu, walaupun kita secara
konstitusional menganut konsepsi satu system Pendidikan nasional, instrumentasi
atau pengelolaan system Pendidikan itu tidaklah mungkin dilakukan secara
homogen penuh.
Secara
antropologis Indonesia merupakan masyarakat multietnis dan multiras. Dari
sabang sampai Merauke dan dari Talaud sampai Kupang di dalam 13.000 pulau itu
hidup ratusan etnis/suku yang memiliki tradisi yang unik dan berbicara dalam
Bahasa daerah setempat, serta keturunan bangsa lain yang karena proses sejarah
dan/atau proses yuridis menjadi warga negara Indonesia. Ke semua itu merupakan
kenyataan yang perlu terakomodasi dalam pelaksanaan system Pendidikan nasional,
belom lagi ada sebagian masyarakat Indonesia yang karena menempati taraf
kehidupan ekonomi yang lebih baik sebagai hasil usahanya atau karena
kedudukannya, memerlukan kesempatan Pendidikan bagi anak-anaknya yang melampaui
standar nasional Pendidikan, misalnya dalam bentuk kelas internasional atau
sekolah yang bertaraf internasional.
KEGIATAN
BELAJAR 2
Landasan
Historis, Ideologis, dan Yuridis Pendidikan Sekolah Dasar
A. Landasan Historis, dan Ideologis
Pendidikan Sekolah Dasar (SD)
Landasan
historis
dan ideologis dan ideologis adalah dasar pemikiran yang diangkat dari fakta
sejarah yang relevan tentang pertumbuhan dan perkembangan Pendidikan. Secara
historis atau kesejarahan, pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia merupakan
kelanjutan dari sistem pendidikan pada masa Hindia Belanda yang memang dibangun
lebih banyak untuk kepentingan penjajahan Belanda di Indonesia. Pada dasarnya sistem
pendidikan pada masa itu ditekankan pada upaya memperoleh tenaga terampil yang
mengerti nilai budaya penjajah sehingga menguntungkan mereka dalam
mempertahankan dan melangsungkan penjajahannya.
System
Pendidikan Indonesia dalam perspektif sejarah perjuangan bangsa berkembang
secara dinamis pada lingkungan masyarakat yang juga berkembang dalam dimensi
ideologi, politik, ekonomi, maupun social budaya.
Pendidikan
sekolah dasar merupakan bagian dari jalur Pendidikan sekolah. Merujuk pada
paparan Djojonegoro (1996:12-28), perkembangan Pendidikan sekolah pada jaman
penjajahan Belanda secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.
Sekolah
Dasar pertama kali didirikan pada zaman VOC pada tahun 1617 yang menjelma
menjadi Sekolah Batavia pada tahun 1622 dan ditutup tahun 1632. Sejenis sekolah
dasar itu pada tahun 1630 didirikan oleh masyarat Sekolah Warga masyarakat
untuk tujuan Pendidikan budi pekerti.
2.
Pada
akhir abad ke 18 dan awal abad ke 19 Pemerintah Hindia Belanda mulai menangani
Pendidikan untuk kepentingan penjajahn dengan model dualistic.
3.
Pada
abad ke 20, sejalan dengan terjadinya perubahan yang terjadi di seluruh dunia
dalam bidang politik, ekonomi, social, dan budaya mendesak pemerintah Hindia
Belanda untuk melakukan perubahan dalam melaksanakan system pendidikannya,
dengan landasan politik etis.
4.
Pada
masa perjuangan kemerdekaan, yakni antara tahun 1908 Kebangkitan Nasional dan
masa Pendudukan Jepang samapi Proklamasi Kemendekaan Indonesia tahun 1945
berkembang berbagai Gerakan Pendidikan yang dilakukan oleh berbagai elemen
masyarakat yang sudah tercerahkan sebagai komponen bangsa sang sadar akan
pentingnya pembangunan bangsa.
B. Landasan Historis-Ideologis dan Yuridis
Pendidikan SD
Landasan
historis-ideologis dan yuridis Pendidikan Sekolah Dasar pada bagian ini akan
kita bahas dari sudut pandang pemikiran tentang system Pendidikan nasional
sejak Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan sekarang.
Secara
ideologis dan yuridis ditetapkan bahwa Pncasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar atau fondasi Pendidikan nasional.
Hal ini mengandung makna bahwa Pendidikan nasional, termasuk di dalamnya
Pendidikan di SD/MI harus sepenuhnya didasarkan pada cita-cita, nilai, konsep
dan moral yang terkandung dalam bagian dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Oleh karena itu, Pendidikan di SD/MI bukanlah Pendidikan sekunder tetapi
Pendidikan yang berjiwa Pnacasila, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan yang
Maha Esa, dan Pendidikan Agama Akhlak Mulia sebagai salah satu Mata Pelajaran
wajib dalam kurikulum Pendidikan dasar dan menengah.
MODUL 2
KEGIATAN
BELAJAR 1
Fungsi,
Tujuan, dan Ciri-ciri Pendidikan Sekolah Dasar
A. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Sekolah
Dasar
Fungsi dan
tujuan pendidikan SD bersumber dari fungsi dan pendidikan nasional yang
tercantum dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system
pendidikan Nasional. Dalam Pasal 3 UU tentang Sisdiknas tersebut
ditetapkan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negarav yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan
Pendidikan SD dapat dipilih menjadi tiga kelompok sebagai berikut :
1. Menambahkan kemampuan dasar
baca-tulis-hitung
Merupakan
prasyaarat bagi setiap orang untuk mampu hidup secara wajar dalam masyarakat
yang selalu berkembang. Tanpa mampu membaca, menulis dan berhitung, seseorang
pasti akan mendapat kesulitan dalam hidup
2. Menambah pengetahuan dan keterampilan
dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya
Keterampilan
dasar ini sering disebut ‘’life skills’’, yang meliputi ketrampilan akademik
(baca-tulis-hitung), ketrampilan personal, ketrampilan sosial, dan ketrampilan
vokasional.
3. Mempersiapkan siswa untuk mengikuti
Pendidikan di SMP
B. Karakteristik Pendidikan Sekolah Dasar
1. Karakteristik Umum Pendidikan SD
a.
Kemelekwacaan (literacy). Pendidikan SD diarahkan pada
pembentukan kemelekwacaan, bukan pada pembentukan kemampuan akademik.
Kemelekwacaan merujuk pada pemahaman siswa tetang berbagai fonemena/gagasan
dilingkungannya dalam rangka menyesuaikan perilaku dengan kehidupan.
b.
Kemampuan berkomunikasi. Pendidikan SD diarahkan untuk pembentukan
kemampuan komunikasi, yaitu mampu mengomunikasikan sesuatu, baik buah pikiran
sendiri maupun informasi yang didapat dari berbagai sumber, kepada orang lain
dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
c.
Kemampuan memecahkan masalah (problem solving) mencakup merasakan adanya
masalah, mengidentifikasi masalah, mencari informasi untuk memecahkan masalah,
mengekspoitasi alternative pemecahan masalah, dan memilih alternatif yang
paling layak.
d.
Kemampuan bernalar (reasoning), yaitu menggunakan logika dan
bukti-bukti secara sistematis dan konsisten untuk sampai pada simpulan.
Pendidikan SD diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa berfikir logis
sehingga kemampuan bernalarnya berkembang.
2. Karakteristik Khusus Pendidikan SD
a. Siswa SD
Berusia 6-12 tahun, berada dalam tahap
perkembangan pra-operasional dan operasi konkret, yang ditandai oleh pandangan
yang bersifat holistic.
b. Guru
Guru SD adalah guru kelas yang wajib
mengajarkan lima mata pelajaran SD, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, IPA,
IPS, dan PKn.
c. Kurikulum
Kurikulum SD merupakan bagian dari
kurikulum Pendidikan Dasar, mempunyai tujuan yang khas yaitu mengembangkan
kemampuan dasar anak SD.
d. Pembelajaran
Pembelajaran di SD menekankan pada
keterpaduan, bersifat holistk, pengalaman langsung, dan menggunakan
contoh-contoh konkret, sesuai dengan karakteristik siswa SD dan tujuan
pendidikan Dasar.
e. Gedung dan Peralatan Pembelajaran
Gedung dan fasilitas SD bervariasi dari
yang paling sederhana sampai yang cukup mewah. Pada umumnya, terdapat enam
ruang kelas dan ruang kepala sekolah, tanpa ruang guru dan juga tanpa ruang
administrasi.
KEGIATAN
BELAJAR 2
A.
Tatanan Organisasi Sekolah Dasar
Pada dasarnya,
penyelenggaraan SD menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat,
dalam hal ini Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan pemerintah daerah, baik
tingkat provinsi (Dinas Pendidikan Provinsi), Kabupaten/Kota (Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota), maupun tingkat kecamatan (Ranting Dinas).
Pengelolaan SD juga melibatkan Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri, yang
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dan pengawasan pendidikan.
Pemerintah pusat
dalam hal ini Depdiknas menentukan standar nasional pendidikan untuk menjamin
mutu pendidikan, sedangkan pemerintah provinsi bertugas melakukan koordinasi
atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan
penyediaan fasilitas pendidikan lintas daerah Kabupaten/Kota untuk pendidikan
dasar dan menengah.
Pengelolaan SD
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip kemandirian
dan manajemen berbasis sekolah/madrasah. Dengan demikian, tanggung jawab utama
pengelolaan SD berada di tangan SD sendiri.
B. Bentuk-Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan
SD
Bentuk-bentuk
Pendidikan SD yang masih asing bagi orang awam/masyarakat umum
1. Sekolah Dasar (SD dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI)
SD
merupakan jenjang Pendidikan umum bagi anak-anak usia 6-12 tahun. Sementara MI
adalah madrasah yang menyelenggarakan Pendidikan umum setingkat SD, disamping
Pendidikan agama Islam.
2. SD unggulan atau Sekolah Nasional Plus
Sekolah
ini menyelenggarakan Pendidikan umum dengan keunggulan yang merupakan
kelebihannya dari SD biasa, berupa: (1) penggunaan Bahasa asing dalam
komunikasi sehari-hari atau penggunaan dwi Bahasa, (2) jumlah jam pelajaran
lebih banyak, (3) tersedia pendidikan khususm ujianm dan sertifikat tinggi
siswa yang memenuhi standar kompetensi pada Lembaga Pendidikan global, (4)
fasilitas yang lengkap dan lebih baik dari sekolah nasional, (5) jumlah siswa
dalam satu kelas relative sedikit.
3. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
Untuk
anak-anak yang memerlukan pelayanan khusus atau yang mempunyai kelainan.
4. Sekolah Dasar Inklusi
Di
SD Inklusi berbaur anak biasa (normal) dengan anak luar biasa. Sebagai
konsekuensi adanya anak-anak luar basa di SD biasa, maka SD biasa harus
dilengkapi dengan Guru Pembimbing Khusus (GPK), yaitu guru yang memiliki kompetensi
membimbing anak-anak luar biasa
5. Program Paket A
Merupakan
program Pendidikan nonformal setara SD/MI yang diperuntukkan bagi para peserta
didik yang berusia 15-44 tahun.
6. Sekolah Rumah
Sekolah
rumah atau home schoolingadalah sekolah yang diselenggarakan di rumah.
Ada sejumlah alasan untuk memilih sekolah dirumah yaiyu memberikan suasana
belajar yang lebih memotovasi daripada sekolah formal, banyaknya kekerasan yang
terjadi di sekolah formal, orangtua tidak setuju dengan kurikulum yang digunakan
di sekolah formal, berkaitan dengan agama, susahnya transportasi ke sekolah,
dan ada anak yang memerlukan bantuan khusus yang tidak dapat dilayani oleh
sekolah.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tentang landasan
pendidikan sekolah dasar dan karakteristik pendidikan sekolah dasar, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Bila seluruh
ketentuan perundang-undangan tentang wajib belajar 9 tahun dapat dilaksanakan
dengan baik, maka program Wajar tersebut akan member dampak yang luas bagi
pencerdasan kehidupan bangsa secara bertahap.
2. Pada dasarnya,
penyelenggaraan SD menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah,
baik tingkat
propinsi,kabupaten/kota, maupun tingkat
kecamatan. Pengelolaan SD juga melibatkan Komite Sekolah sebagai lembaga
mandiri
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Pendidikan Nasional. 2006. Katalog Universitas Terbuka 2006. Jakarta :
Universitas Terbuka I G. A.K Wardani, dkk. 2014. Perspektif Pendidikan SD.
Tangerang Selatan : Universitas Terbuka
8 comments:
Thank You For Nice Information
Please Visit Our Website
https://uhamka.ac.id/
https://uhamka.ac.id/
Thank you for nice information. Please visit our web: Click Here Click Here
Thank you for nice information. Please visit our web:
https://uhamka.ac.id
Here
Here
Thank you for nice information. Please visit our web:
Click here
Thank you for nice information. please visit our web :
here
here
Thank you for nice information. Please visit our web: Click Here
Thank you for nice information.
Please visit my site on bellow :)
Alaudin
Alaudin
Awesome information thank for you
deny
deny
Post a Comment